Jadi Pelaut, Siapa Takut
Jakarta, Ditjen Diksi -- Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia tercatat memiliki sekitar 77 persen wilayah laut dan belasan ribu pulau. Tak heran, sedari dahulu negeri ini pun dikenal lewat para pelautnya yang andal lewat catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, dan juga profesi nelayan yang terkenal pemberani mencari nafkah di tengah ombak lautan.
Melalui program “Vokasi Kini” yang tayang di TVRI pada Jumat (26/6), membahas mengenai betapa menariknya menjadi penjelajah lautan, yaitu profesi pelaut. Program yang dipandu oleh pembawa acara Shahnaz Soehartono tersebut, turut menghadirkan beberapa narasumber, yakni Hendro Yulianto (Guru Kemaritiman SMK Wisudha Karya Kudus), M. Subroto Aliredjo (Dewan Penguji Keahlian Pelaut), dan Essa Irja Claudia (Perwira Angkatan 1 SMK Wisudha Karya Kudus).
Hendro Yulianto selaku narasumber dalam acara tersebut menjelaskan perbedaan antara pelaut dengan nelayan. Pelaut adalah orang yang berlayar di laut menggunakan kapal yang terbuat dari besi dan berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain atau dari negara satu ke negara lain. Sedangkan nelayan adalah orang yang berlayar di laut dengan menggunakan kapal yang terbuat dari kayu dengan tujuan untuk mencari ikan.
Pengajar SMK Wisudha Karya Kudus ini menambahkan, khusus pendidikan kelautan yang diajarkan di sekolah, pada tingkat pertama taruna akan mempelajari struktur organisasi yang ada di atas kapal. Kemudian mempelajari tentang jenis-jenis kapal.
Pada tingkat dua, taruna akan mempelajari navigasi serta alat-alat keselamatan. Sedangkan di tingkat tiga, mempelajari Standard Marine Communication Phrases (SMCP). SMCP adalah bahasa komunikasi pelaut, namun berbeda dengan bahasa Inggris yang biasanya.
Menurut Hendro, menjadi pelaut harus mempunyai jiwa petualang sebab bisa berlayar dari pulau ke pulau, negara ke negara, benua ke benua, bahkan bisa keliling dunia. Tak hanya berlayar mengarungi samudra, namun pelaut juga harus siap menghadapi keadaan darurat. Pasalnya, berbeda dengan di darat, mengarungi lautan harus siap menghadapi berbagai kendala, semisal gelombang, badai, dan angin, yang bisa menyebabkan tubrukan, kebakaran, atau ABK yang tenggelam.
Karenanya, pelaut harus mempunyai disiplin tinggi untuk bekerja di kapal. “Bagi para calon pelaut, paling tidak harus sehat jasmani dan fisik prima, serta memiliki kompetensi di bidang nautika maupun teknika,” terang Hendro.
Sementara itu narasumber lain, M. Subroto Aliredjo, memaparkan bahwa menjadi seorang pelaut secara finansial dikatakan cukup menjanjikan. Kisaran gaji pelaut pada umumnya untuk perwira di dalam negeri berkisar Rp10-25 juta, sedangkan untuk nonperwira/kelasi Rp6-10 juta. Adapun di luar negeri lebih besar, yakni sekitar US$6.000-9.000.
“Jadi, biasanya anak-anak muda ingin bekerja di kapal dalam negeri maupun luar negeri, baik kapal niaga, kapal perikanan, kapal pesiar maupun kapal penumpang,” terang Subroto.
Selain gaji yang fantastis, nyatanya lapangan kerja di bidang kelautan ini pun peluangnya masih cukup besar. Tercatat, jumlah kebutuhan pelaut niaga maupun pesiar, yakni 65.748 pelaut untuk kebutuhan dunia dan 4.498 pelaut untuk kebutuhan pelaut nasional.
Essa Irja Claudia, salah seorang Perwira Angkatan 1 SMK Wisudha Karya Kudus, turut berbagi pengalaman. Baginya, hal yang menarik saat bekerja adalah lokasi sandar yang berbeda-beda. Essa pun membagi tips bagi para siswa yang ingin menjadi pelaut yang sukses, yakni harus disiplin dari hal kecil hingga akhirnya lama-lama terbiasa. Sebab, jika tidak disiplin, maka bisa membahayakan pekerjaannya.
Sejatinya, peluang pekerjaan untuk generasi muda di bidang kelautan ini memang masih terbentang luas. Pasalnya, Indonesia mempunyai potensi kelautan besar dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang luasnya mencapai 200 mil yang perlu dikelola dengan baik. Selain itu, di bidang transportasi, mobilisasi masyarakat dari pulau ke pulau hingga dari benua ke benua terus menjadi kebutuhan seiring pertumbuhan ekonomi. Jadi, jangan ragu lagi untuk bekerja di bidang kelautan karena laut adalah masa depan bangsa Indonesia! (Diksi/RA/AP)