Percepat Masa Transisi Belajar-Bekerja, Ditjen Pendidikan Vokasi Perkuat Relevansi Lulusan
Medan, Ditjen Vokasi - Fase transisi dari dunia pendidikan menuju dunia kerja menjadi periode yang menantang, di mana setiap individu harus berkompetisi agar memperoleh pekerjaan. Sebagai institusi yang berperan penting dalam penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dituntut untuk bisa memastikan kelancaran proses transisi yang lebih cepat dan berkualitas.
Berbicara dalam sesi diskusi saat Rapat Koordinasi Evaluasi Program dan Anggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Tahun 2023, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, mengatakan bahwa transisi sekolah-bekerja merupakan tahapan yang dilalui oleh pemuda dari menyelesaikan sekolah ke pekerjaan pertama yang stabil dan layak.
“Transisi ini menjadi krusial karena dapat berdampak pada perjalanan hidupnya,” ujar Suharti di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang Bangunan dan Listrik (BBPPMPV BBL), Medan (19-12-2023).
Persoalan transisi dunia pendidikan menuju dunia kerja, lanjut Suharti, menjadi semakin pelik seiring dengan resesi ekonomi dan pandemi yang berdampak pada beban jangka panjang pada individu dalam mencari kerja, bahkan hingga 10 tahun pasca-kelulusan. Selain menganggur, jika bekerja para lulusan ini juga hanya tertampung di sektor informal atau pekerja kontrak sementara serta terpaksa berpindah-pindah pekerjaan.
“Atau lebih mungkin mereka mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, yang berbeda dari keahliannya (mismatch), dan itu akan berdampak pada upah yang lebih rendah karena rentannya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka,” kata Suharti.
Menurut Suharti, berdasarkan data Sakernas 2022, saat ini 88,3% pemuda usia 19—29 masih pada proses transisi dan 7,5% pemuda masih bersekolah.
“Ini perlu ada intervensi untuk memastikan kelancaran proses transisi ini,” Suharti menambahkan.
Oleh karena itu, satuan pendidikan vokasi didorong untuk terus meningkatkan kualitas. Satuan-satuan pendidikan vokasi juga dituntut untuk meningkatkan penyelarasan dengan industri untuk mengurangi mismatch antara kebijakan pendidikan dan industri serta mendorong kerja sama distribusi magang dan penerimaan kerja secara aktif oleh satuan pendidikan.
“Perlu juga untuk meningkatkan peran balai untuk memberikan masukan pada kurikulum dan fasilitasi peningkatan kualitas layanan pendidikan serta mendorong layanan karier (pada LKP, SMK, dan PTV), meningkatkan kesempatan untuk mengakses kursus dan pelatihan yang relevan, khususnya pada peserta didik dari keluarga miskin dan rentan,” ujar Suharti.
Sebelumnya, saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Evaluasi Program dan Anggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Tahun 2023, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi terus bergerak melakukan transformasi penguatan ekosistem pendidikan vokasi untuk meningkatkan relevansi lulusan dengan dunia kerja. Salah satunya adalah dengan menjadikan unit pelaksana teknis (UPT) vokasi dan satuan pendidikan vokasi, baik sekolah menengah kejuruan (SMK) maupun perguruan tinggi vokasi (PTV), sebagai pusat inovasi berteknologi tinggi dan pusat pembelajaran serta pelatihan SDM vokasi yang unggul dan berdaya saing.
Dalam beberapa tahun terakhir, lanjut Dirjen Kiki, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi juga telah mengimplementasikan sejumlah program, baik pada jenjang SMK, PTV, maupun lembaga kursus dan pelatihan (LKP). Salah satu program prioritas pendidikan vokasi adalah program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang terserap di dunia kerja atau menjadi wirausaha. Berbagai program tersebut tersebut diharapkan dapat menjembatani transisi masyarakat dari bangku pendidikan ke dunia kerja secara lebih cepat. (Zia/Cecep)