Peluang Perempuan Vokasi untuk Bekerja di Bidang Science, Technology, Engineering, and Math (STEM)

Peluang Perempuan Vokasi untuk Bekerja di Bidang Science, Technology, Engineering, and Math (STEM)


Jakarta, Ditjen Vokasi - Hari perempuan internasional yang dirayakan setiap 8 Maret menjadi momentum pengingat agar perempuan mendapatkan persamaan hak, khususnya di bidang pendidikan. Dengan begitu, perempuan-perempuan Indonesia dapat terus belajar, berkarya, dan berprestasi dengan aman dan nyaman. 


Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Pengembangan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengadakan webinar internasional dalam rangka Hari Perempuan Internasional Tahun 2023 (16-03-2023). 


Webinar ini juga menjadi ajang untuk memberikan peluang yang besar bagi perempuan agar bisa belajar dan bekerja di bidang science, technology, engineering, and math (STEM), tak terkecuali untuk perempuan-perempuan hebat di pendidikan vokasi. 


Dalam pembukaan webinar, Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, menegaskan terkait kemerdekaan belajar untuk perempuan Indonesia. 


“Saya selalu yakin semua orang memiliki hak yang setara. Tidak boleh lagi ada mitos yang menganggap perempuan cukup sekolah sampai jenjang tertentu atau cukup mempelajari bidang-bidang tertentu saja,” tutur Menteri Nadiem. 


Sejalan dengan Mendikbudristek, Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek sekaligus Ketua Bidang I OASE KIM, Franka Makarim, menyampaikan agar sebagai sesama perempuan untuk turut memerdekakan perempuan-perempuan lain. Franka menerangkan, “Kita harus menjadikan rumah dan sekolah menjadi ruang aman untuk perempuan belajar di bidang STEM.”


Sebagaimana banyak mitos yang beredar, partisipasi perempuan di bidang STEM dianggap asing karena masih didominasi oleh laki-laki sehingga berdampak pada berkurangnya rasa percaya diri perempuan. Seperti yang dijelaskan oleh CEO Markoding, Amanda Simandjuntak, bahwa salah satu kendala dalam kurangnya partisipasi perempuan di bidang STEM adalah karena rasa percaya diri.


“Di tahun 2019, kami mengadakan pelatihan coding untuk anak-anak SMK. Hasilnya, siswa perempuan memiliki skor teknis coding yang tinggi dibandingkan laki-laki. Hanya saja, rata-rata siswa perempuan merasa minder untuk bekerja di bidang tersebut,” tutur Amanda. 


Amanda menjelaskan lebih lanjut bahwa seharusnya perempuan dapat lebih percaya diri dengan potensi yang dimilikinya di bidang STEM. Salah satu alasan perempuan enggan bekerja di bidang STEM adalah karena stereotip di masyarakat terkait peran perempuan sehingga berdampak pada menurunnya percaya diri. Stereotip itulah yang harus dimusnahkan. Dengan begitu, jargon ‘woman in STEM’ tidak perlu dielu-elukan lagi karena seharusnya perempuan di bidang STEM adalah hal yang biasa. 


Ia juga menegaskan terkait peluang untuk perempuan-perempuan yang berada di pendidikan vokasi untuk bisa berada di bidang STEM, “Peluangnya sangat tinggi untuk perempuan bekerja di bidang tersebut karena saat ini di dunia teknologi sendiri sudah tidak melihat gender, tapi justru skill,” tutur Amanda.


Amanda menjelaskan contoh nyata dari program ‘SMK Bisa Ngoding’ adalah Dheta Maharani, yaitu alumni SMKN 7 Semarang. Setelah lulus program yang berkolaborasi dengan Direktorat SMK tersebut, Dheta dapat bekerja menjadi Front End Developer di Next TI.


Webinar ini juga dihadiri oleh Prof. Myenghee Kim yang berasal dari Sookmyung Women’s University, Seoul, Korea. Dalam paparannya, Prof. Kim memberikan arahan terkait bidang teknologi dan informasi untuk pemberdayaan perempuan. Ia menjelaskan bahwa perempuan Indonesia mempunyai peluang yang besar dalam menggunakan internet untuk memperbaiki ekonomi keluarga.


“Internet membuka peluang usaha untuk perempuan yang bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Dengan begitu kehidupan antara bisnis dan urusan rumah tangga dapat seimbang,” jelas Prof. Kim.


Untuk menambah semangat dalam kesetaraan perempuan di bidang STEM, Moorissa Tjokro sebagai Engineer dan Analyst Data Robotics, San Francisco, turut membagikan pengalamannya ketika bekerja di bidang STEM. Ia pun pernah bekerja di perusahaan ternama, seperti Tesla dan Nasa.


Dalam perjalanannya menemukan minat di bidang teknologi, ia membutuhkan waktu 10 tahun. Maka dari itu, ia menganjurkan kepada siswi Indonesia yang ikut bergabung di webinar tersebut agar dapat melihat potensi yang dimiliki sehingga dapat menemukan  jati dirinya sendiri. 


“Menurut saya, yang terpenting bagi siswi-siswi di Indonesia jika ingin bekerja di bidang STEM adalah memiliki role model sehingga mereka dapat mempunyai mindset bahwa perempuan juga bisa bekerja menjadi engineer dan bekerja di bidang teknologi,” jelas Rissa. (Zia/Cecep Somantri)