Membawa Kembali Kapal yang Berjaya 50 Tahun Lalu

Membawa Kembali Kapal yang Berjaya 50 Tahun Lalu

Meski berbahan kayu, namun kapal dioperasikan secara modern dengan tetap mengedepankan warisan budaya bangsa sendiri.

 

Lamongan, Ditjen Vokasi – Sebagai negara bahari dan kepulauan yang persentase lautannya jauh lebih luas ketimbang daratan, sejak dulu negeri ini memang dikenal memiliki pelaut ulung. Tak hanya itu, perahu atau kapal tradisional buatan sendiri juga telah terbukti tangguh mengarungi seluruh wilayah nusantara. Tak heran, hadirnya perahu tradisional hingga kini masih dibutuhkan sebagai moda transportasi antarwilayah di Indonesia maupun yang banyak dipakai nelayan bekerja di lautan.

 

Hal inilah yang menginisiasi “Revitalisasi Jalur Rempah” program Direktorat Jenderal Kebudayaan yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek. Program ini dilakukan dengan penanaman kembali berbagai jenis rempah, mengaktifkan kembali pelabuhan-pelabuhan bersejarah, serta revitalisasi kapal tradisional. Melalui program ini, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) dan SMKN 3 Buduran diberi kesempatan untuk membangun kapal bersejarah yang pernah membuat Indonesia jaya pada masanya. PPNS membangun Kapal Pencalang dan SMKN 3 Buduran membangun Kapal Ijon-Ijon. Kapal Pencalang merupakan kapal dagang tradisional nusantara atau dalam sejarah disebut sebagai pantchiallang atau pantjalang. Sementara itu, Kapal Ijon-Ijon merupakan kapal ikan yang paling banyak digunakan oleh nelayan dengan kekhasan desain dan warna.

 

Proyek ini pun mendapat dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi melalui penyaluran bantuan operasional Matching Fund (MF) tahap kedua tahun 2022. Bertitel “Revitalisasi Ekosistem Kapal Kayu Tradisional untuk Menunjang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Berkelanjutan”, pembangunan kapal tradisional ini mendapatkan kucuran sekitar Rp2 miliar.

 

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, menyebutkan, hari ini membuktikan bahwa pekerjaan ini diselesaikan usai wabah pandemi. “Ini juga merupakan langkah awal kolaborasi yang melibatkan semua pihak untuk melestarikan kapal tradisional,” ujarnya saat memberikan sambutan pada “Peletakan Lunas (Keel Laying) Kapal Kayu Pencalang dan Ijon-ijon PPNS dan SMKN 3 Buduran, di Workshop (Teaching Boatyard) PPNS, Lamongan, Jawa Timur (24/9).

 

Pekerjaan membangun Kapal Pencalang dan Kapal Ijon-Ijon dengan pengetahuan adalah cara pengembangan ilmu. “Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkolaborasi membangun kapal-kapal tradisional ini, seiring pelestarian kebudayaan lokal,” tuturnya.

 

Kapal Pencalang yang bakal mengarungi pelayaran jalur rempah ini memiliki panjang 11,02 meter, panjang garis air 11,16 meter, tinggi 1,5 meter, dan lebar 4 meter. Kecepatan yang dimiliki berkisar 10 knot dengan daya angkut berkapasitas 4 orang. Kapal Ijon-Ijon memiliki panjang 12 meter, lebar 3,5 meter, dan tinggi 1,5 meter.

 

Kabarnya, Kapal Pencalang PPNS dan Kapal Ijon-Ijon SMKN 3 Buduran ini bakal hadir pada acara puncak pertemuan negara-negara perekonomian besar dunia, yakni KTT G20 di Bali pada November 2022 mendatang. Meski mengusung revitalisasi pembangunan kapal ikan tradisional, namun kapal dioperasikan secara modern. Plus, “Dengan tetap mengedepankan warisan budaya kita,” ujar Direktur PPNS, Eko Julianto.

 

Peletakan Lunas (Keel Laying) Penanda Pembangunan Kapal Dimulai. Unsur Sejarah dan Budaya yang Kental pada Kapal Tradisional

 

Peletakan lunas kapal (keel laying) merupakan penanda bahwa pembangunan sebuah kapal dimulai. Diiringi dengan doa, sajian makanan tradisional khas Paciran, dan juga disaksikan warga setempat, pembangunan 2 kapal kayu tradisional dimulai.

 

Menurut Ketua Tim Proyek Revitalisasi Kapal Tradisional, I Putu Arta Wibawa, proyek pembangunan kapal ini melibatkan dosen, mahasiswa, dan mitra industri. “Selain itu, juga melibatkan pengrajin kapal tradisional sebagai bentuk transfer teknologi,” ujarnya.

 

Sampai hari ini, kapal-kapal kayu tradisional masih merupakan bagian penting bagi ekonomi pesisir dan perikanan kita. Di Paciran, tempat workshop boatyard PPNS, pelabuhan perikanan Brondong menyaksikan transaksi perikanan mencapai 200 ton/hari. Kapal Pencalang dan Kapal Ijon-Ijon ini diharapkan juga ikut mendongkrak nilai ekonomi, tak hanya di Paciran, namun juga daerah yang lain.

 

Manusia Nusantara telah lama dikenal sebagai bangsa pelaut. Dikisahkan bahwa pada zaman Mesir kuno, rakyat Mesir telah berinteraksi dengan manusia perahu dari Timur dengan ciri-ciri manusia yang tinggal di Nusantara.

 

Jika pendidikan adalah platform perluasan kesempatan belajar merdeka bagi warga muda maka kegiatan pembuatan kapal kayu ini merupakan kerja budaya yang penting dalam pelestarian keterampilan kapal kayu yang telah mentradisi sejak lama dengan peran ekonomi yang penting,” ungkap Daniel M. Rosyid, Pakar Bidang Perkapalan dan Kelautan dari Industri, yang turut membantu membuat rancangan kapal tradisional.

 

Dalam program ini para SMK dan mahasiswa politeknik belajar bersama para tukang perahu secara kolaboratif yang berpengalaman untuk membangun  kapal kayu sebagai artefak teknik yang mengandung nilai ekonomi dan budaya yang tinggi. Diharapkan, interaksi intensif antara siswa dan mahasiswa bersama para tukang perahu berhasil merevitalisasi ekosistem budaya Jalur Rempah yang akan berperan penting dalam melestarikan kehidupan masyarakat pesisir.

 

Sebelum peletakan lunas hari ini, tantangan pembuatan kapal kayu tradisional sudah terlihat. Yang mencolok adalah sulitnya mencari bahan baku kayu yang berkualitas. Untuk kapal pencalang, pencarian kayu jati dimulai dari Perhutani Gresik hingga Pasuruan. Bambu beton didapatkan dari Malang, kayu merbau dibawa dari Banyuwangi, bahkan kayu camplong untuk bahan baku gading adalah salah satu yang tersulit. Hal ini dikarenakan karateristik kayu untuk gading harus sesuai dengan pola dan saat pencarian kayu harus dicocokkan satu persatu dengan pola. Kayu camplong untuk gading akhirnya ditemukan dan dibawa dari Pulau Bawean.

 

Saat ini, masing-masing kapal dalam proses pengerjaan gading-gading kapal dan dalam waktu dekat akan dilanjutkan dengan pemasangan papan lambung kapal.

 

Direktur PPNS, Eko, berharap, karya monumental ini nantinya bisa membuat bangsa Indonesia bangga dengan budayanya. Serta, “Membuat anak-anak muda tertarik untuk ke laut, karena jati diri bangsa kita adalah pelaut,” tuturnya.

 

Ciptakan Speedboat dan Autopilot

 

Tak hanya kapal tradisional, PPNS juga dikenal banyak menghasilkan jenis-jenis kapal lainnya. Misalnya saja speedboat yang dibuat bersama PT Samudera Sinar Abadi Shipyard guna memenuhi pesanan dari Dinas Perhubungan Mimika, Papua, tahun lalu.

 

Kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dan industri in berbuah tipe speedboat “Amole 01” dengan kapasitas angkut 22 orang. Dengan dimensi panjang 12,5 m, kapal ini mampu melaju dengan kecepatan 25 knot. Tak hanya industri, PPNS juga melibatkan dosen, teknisi, mahasiswa, dan bahkan siswa SMK yang sedang magang.

 

Contoh produk lainnya dilakukan dengan menggandeng industri perkapalan untuk memproduksi kapal autopilot untuk nelayan tradisional. Inovasi ini diharapkan dapat mempermudah menemukan lokasi persebaran ikan yang berdampak pada hasil tangkap nelayan yang semakin meningkat.

 

Melalui virtual assistant maka nelayan dapat memanfaatkan perangkat ini untuk menemukan informasi lokasi ikan. Bertitel Smart Autopilot Unmanned Ships (SAUS), kapal tanpa awak ini dapat bergerak menuju daerah persebaran ikan. Selain itu, kapal juga bisa mengirim data-data di laut berupa suhu, salinitas, dan kecepatan angin yang dapat dijadikan informasi untuk peningkatan hasil tangkap dan keselamatan dalam berlayar.

 

Sebagai informasi, PPNS hadir sebagai perguruan tinggi vokasi yang mandiri sejak tahun 2014. Politeknik ini pun digadang-gadang merupakan satu-satunya politeknik negeri yang membidangi perkapalan. Dalam era globalisasi, nama PPNS juga dikenal sebagai Shipbuilding Institute of Polytechnic Surabaya (SHIPS).

 

PPNS sendiri diketahui menyelenggarakan Jurusan Teknik Bangunan Kapal (TBK), Teknik Permesinan Kapal (TPK), dan Teknik Kelistrikan Kapal (TKK) melalui jenjang D-3, sarjana terapan (D-4), hingga S-2 Teknik Keselamatan dan Risiko. (Diksi/AP/NA)