Di Balik Kapal Pencalang yang Direvitalisasi PPNS

Di Balik Kapal Pencalang yang Direvitalisasi PPNS

Lamongan, Ditjen Vokasi - Setelah melalui serangkaian proses dan tahapan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) berhasil merampungkan proses revitalisasi Kapal Tradisional Pencalang. Lantas seperti apa sejarah Kapal Pencalang ini?


Sebagai salah satu negara maritim terbesar dunia, Indonesia memiliki  beragam jenis perahu atau kapal tradisional. Kapal tradisional ini menjadi alat transportasi sekaligus berdagang yang dibuat dengan cara manual. Desain-desain kapal-kapal tersebut memiliki kekhasan yang mencirikan daerah masing-masing. 


Teknologi pembuatan kapalnya diwariskan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang. Umumnya kapal tradisional ini terbuat dari kayu dan digerakkan dengan tenaga manusia (dayung) atau tenaga angin (layar).


Kemasyhuran kapal-kapal nusantara sudah dikenal luas hingga mancanegara, di antaranya seperti Pinisi, Sandeq, hingga Pencalang. Kapal-kapal tersebut sudah dikenal ketangguhannya dalam mengarungi samudra dan meramaikan jalur pelayaran nusantara hingga ke lintas benua. Salah satunya adalah Kapal Pencalang.


Pencalang adalah nama kapal yang juga dikenal sebagai pantchiallang atau pantjalang. Kapal ini merupakan sebuah kapal dagang tradisional khas yang pada masa lalu banyak digunakan oleh para pelayar  nusantara. 


Pencalang berasal dari bahasa Melayu yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dan berarti mengintai, mengintip, atau memata-matai. Mulanya Kapal Pencalang digunakan oleh orang-orang Riau dan Semenanjung Melayu. Akan tetapi, dalam perkembangannya, kapal ini kemudian banyak ditiru oleh pembuat kapal di daerah lain. Alhasil kapal ini hampir ditemukan di seluruh kepulauan di nusantara. 


Merujuk pada catatan sejarah, Kapal Pencalang telah tertulis dalam Hikayat Raja Banjar, di mana Pencalang ini menjadi salah satu harta kekayaan yang dimiliki oleh Saudagar Mangkubumi. 


Selain itu, dalam relief Candi Borobudur terdapat ilustrasi kapal yang ciri-cirinya merujuk pada Kapal Pencalang. Berangkat dari sumber sejarah ini, cukup mendukung bahwa Kapal Pencalang merupakan bukti kekayaan intelektual penguasaan teknologi di masa lampau. 


Dahulunya, kapal ini digunakan untuk menangkap, menampung, hingga mengawetkan ikan. Kapal tersebut kemudian beralih fungsi untuk berdagang dan beralih fungsi lagi untuk mengintai, meskipun dalam praktiknya kegiatan mengintai tersebut tetap dibalut dengan kegiatan berdagang.  


Dewasa ini, perkembangan Kapal Pencalang tidak sejaya di masa lampau. Terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya yakni karena kolonialisme, di mana pada saat penjajahan kolonial, warga pribumi dilarang membuat kapal-kapal besar. 


Pada saat itu, VOC juga melarang galangan kapal membuat kapal dengan tonase melebihi 50 ton dan menempatkan pengawas di masing-masing kota pelabuhan. Hingga saat ini, peradaban Kapal Pencalang dan perjalanannya dalam membawa komoditas nusantara dan memata-matai musuh hanya tersisa menjadi sejarah hingga akhirnya program revitalisasi Kapal Pencalang digagas kembali dan direalisasikan oleh PPNS.


Sebagaimana diketahui, melalui program dana padanan atau Matching Fund Vokasi, PPNS berhasil merampungkan pembangunan Kapal Pencalang. Kapal yang diberi nama “Putra Sunan Drajat” tersebut berhasil memadukan teknologi kapal kayu tradisional dengan teknologi kapal modern. Kapal Pencalang “Putra Sunan Drajat” tersebut diresmikan oleh Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek pada Senin (13-03-2023) lalu. (Nan/Cecep Somantri)