Praktik SMK Dapat Dilakukan di Semua Zona sesuai Protokol Kesehatan

Jakarta, Ditjen Diksi - Pandemi Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru Tanah Air telah memaksa proses pendidikan dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ). Guna meminimalisasi berbagai kendalanya, pemerintah pun melakukan “Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan secara daring melalui kanal Youtube Kemendikbud RI pada Jumat (7/8). Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaaan Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, Menteri Agama Fachrul Razi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Munardo, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Muhammad Hudori.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Nadiem turut menjelaskan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat melakukan pembelajaran praktik di lingkungan sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat di semua zona.

“Jadi untuk SMK, sama seperti perguruan tinggi di mana ada praktik produktif yang harus menggunakan mesin atau laboratorium ini diperkenankan untuk ke sekolah melaksanakan tugas praktik dan produktif tersebut, apalagi yang dapat menentukan kelulusan mereka. Ini agar kelulusan SMK dan perguruan tinggi tetap terjaga, tidak berdampak pada masa depan mereka,” tutur Nadiem.

 

Pembukaan Zona Kuning dan Kurikulum Darurat

Terkait pembelajaran jarak jauh selama kondisi pandemi saat ini, Kemendikbud telah menghadirkan beberapa inisiatif untuk mendukung pelaksanaan belajar dari rumah guna memastikan hak belajar setiap anak terpenuhi. Meski, sejumlah kendala kerap terjadi, di antaranya kesulitan guru dalam mengelola PJJ, tidak semua orang tua dapat melakukan pendampingan secara sempurna kepada anak-anak untuk belajar dirumah, serta peserta didik mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi untuk belajar. 

Nadiem pun menegaskan bahwa kelangsungan belajar mengajar yang tidak dilakukan di sekolah tersebut juga menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan. “Itulah alasannya mengapa kita harus punya dua prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Keempat kementerian ini pun sepakat bahwa ada prinsip kesehatan dan keselamatan yang harus diprioritaskan. Tapi, ada juga prinsip tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial yang harus menjadi pertimbangan,” terang Nadiem.

Untuk mengantisipasi konsekuensi negatif dan isu dari PJJ, Kemendikbud beserta tiga kementerian telah mengeluarkan dua kebijakan baru. Yakni, perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning dan meluncurkan kurikulum darurat. 

Artinya, untuk sekolah yang berada di zona hijau dan zona kuning, pemerintah memperbolehkan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Adapun ketentuan zona hijau dan kuning merujuk pada monitoring Covid-19 yang ada di Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. “Pemerintah memperbolehkan, namun tidak mewajibkan,” tegas Nadiem.

Meski demikian, pembelajaran tatap muka sekolah yang berada di zona kuning dan hijau tetap harus mendapat persetujuan dari berbagai pihak terkait, yakni pemda, kepala dinas, pihak sekolah, dan juga orang tua. Adapun implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka merupakan tanggung jawab pemda yang didukung oleh pemerintah pusat. Karenanya, dinas pendidikan, dinas kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, serta kepala satuan pendidikan agar terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memantau risiko Covid-19 di daerah.

Adapun kurikulum darurat disiapkan untuk memudahkan proses pembelajaran sehingga siswa merasa tidak terbebani dalam masa pandemi ini. Kurikulum ini merupakan penyederhaan kompetensi dasar yang mengacu kurikulum 2013, sehingga fokus kepada kompetensi yang menjadi prasyarat kepada jenjang selanjutnya dan berlaku sampai akhir tahun ajaran. Meski demikan, satuan pendidikan juga tidak diwajibkan menggunakan kurikulum darurat. Khusus tingkat PAUD dan SD, pemerintah sendiri telah menyiapkan  modul yang bisa dilaksanakan oleh guru dan orang tua.

“Saya tegaskan untuk sekolah yang masih berada di zona merah dan zona oranye tetap dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Jadi, masih harus belajar dari rumah,” ujar Nadiem.

Dalam surat keputusan bersama (SKB) sebelumnya, pembelajaran tatap muka dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan yang memenuhi kesiapan dilaksanakan secara bertahap, diawali dengan masa transisi selama dua bulan. Jika aman, dilanjutkan dengan masa kebiasaan baru. Selain itu, kepala satuan pendidikan juga wajib melakukan pengisian daftar periksa yang telah didapatkan dari standar Kementerian Kesehatan dan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

“Penting sekali dimengerti bahwa proses yang begitu sulit di masa krisis ini harus dilakukan secara gotong royong. Semua pihak, yaitu orang tua, guru, sekolah, pemerintah, layanan kesehatan, dan masyarkat sipil, harus bergotong royong untuk memastikan bahwa anak dapat terus belajar. Tentunya tidak bisa 100 persen optimal, tapi ini benar-benar membutuhkan partisipasi masyarakat,” pungkas Nadiem. (Diksi/RA/AP/AS)