Milenial Jadi Petani Itu Keren!
Jakarta, Ditjen Diksi - Panas, kotor, dan tua adalah tiga kata yang kerap diidentikkan kepada sosok petani. Pasalnya, pahlawan bidang agraria yang rata-ratanya tidak berusia muda lagi ini memulai pekerjaannya bergelut dengan lahan terbuka sedari pagi yang masih gelap, menikmati panas nan menyengat, hingga pulang kala matahari tenggelam.
Namun, pekerjaan tersebut kini mulai digemari kaum muda atau milenial karena telah menjadi profesi yang menjanjikan. Tak percaya?
“Petani-petani yang terlibat (saat ini, red), sangat banyak petani milenial karena hasilnya menguntungkan. Bahkan, petani muda tersebut bisa menghasilkan ratusan juta dan bonus mobil dari perusahaan,” terang H. Slamet Sulistiyono, Presiden Direktur PT Benih Citra Asia, saat mengisi program “Vokasi Kini” yang tayang pada Senin (06/07) di TVRI, dipandu oleh presenter Shahnaz Soehartono.
Selain menjadi petani, tambah Slamet, bidang pertanian ini memiliki prospek yang luas sekali. Yakni, mulai menjadi pengusaha, agen pertanian, peneliti, hingga bekerja di berbagai perusahaan benih, pestisida, dan pupuk. Saat ini, dalam kondisi bangsa kita sedang terkena dampak dari “pandemi Covid-19”, pertanian masih tangguh,” jelasnya.
Salah satu contoh sosok anak muda yang berhasil menjadi petani sukses adalah Dedi Mulyadi. Koordinator Internal Kelompok Tani Paguyuban Bumi Mandiri jebolan pendidikan pertanian ini kembali ke desanya pada 2012. Dedi yang berasal dari keluarga petani, merasa memiliki beban moral untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya.
Nah, saat itu jualah muncul pemikiran Dedi guna meningkatkan panen padi dengan melihat potensi yang ada. “Berpikirlah untuk mengembangkan padi organik karena memiliki nilai jual di atas rata-rata,” tuturnya.
Lantas, mengapa pemuda ini kini terus menekuni profesinya? Menurutnya, selama manusia membutuhkan makan, maka pertanian juga harus tersedia. Pertanian punya potensi, cuma ‘kurang inovasi’. Padahal, banyak inovasi untuk membuat nilai tambah, semisal membuat aplikasi pertanian,” tutur Dedi.
Adapun tantangan terbesarnya, tambah Dedi, adalah mengubah mindset petani yang identik dengan kotor dan tidak berpendidikan. Karenanya, pengalaman di lapangan dari petani muda akan lebih cepat menimbulkan inovasi baru, serta lebih mudah mengajak yang lainnya ke dunia pertanian.
Hal senada juga diungkapkan dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor Eko Hari Purnomo yang mempercayai bahwa generasi muda memiliki kreativitas. Menurutnya, mereka harus mencoba membuat nilai tambah, yang bisa dimulai dari mengamati lingkungan sekitar hingga membuat beras yang biasa menjadi organik. “Inti inovasi memberikan nilai tambah, bisa juga dari sisi layanannya, misalnya membeli beras bisa diantar”, ujarnya.
Tak ketinggalan, sang petani muda Dedi juga memberikan tipsnya bila kaum milenial berani terjun ke bidang pertanian. Menurutnya, mereka yang akan menekuni pertanian tidak boleh sendirian, harus bergabung dengan komunitas agar saling menyemangati. “Lalu pengetahuan dan inovasi harus terus dicari karena ilmu semakin berkembang, ditambah lagi, kerja keras,” pungkasnya. (Diksi/AP/AS)