Menyiasati Pemagangan di Era Kenormalan Baru
Jakarta, Ditjen Diksi -- Masa pandemi yang masih berlangsung saat ini memberikan tantangan tersendiri bagi sektor ketenagakerjaan, khususnya dominasi pengangguran Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ke bawah dan skill mismatch. Menurut data yang dimiliki oleh Kemenaker, ada 39,4 persen usaha yang terhenti dan 15,6 persen karyawan yang di-PHK di Indonesia akibat pandemi Covid-19 ini.
Adapun salah satu langkah untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan tesebut adalah pemagangan, yang berfungsi sebagai jembatan dalam meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam masa new normal. Meski demikian, pada masa pandemi ini pemagangan tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena keterbatasan aktivitas dan daya perusahaan untuk melakukan pemagangan
“Pemagangan online memang sedikit sulit dilakukan, karena dalam persyaratan permagangan itu sendiri siswa harus terjun langsung dalam proses produksi. Apabila pemagangan dilakukan secara online, maka itu akan berbeda,” jelas Direktur Bina Pemagangan Kemenaker Siti Kustiati pada diskusi media daring bertajuk “Menciptakan SDM Indonesia yang Unggul di Era Kenormalan Baru” yang diselenggarakan oleh International Labour Organization (ILO) bekerja sama dengan AJI Jakarta pada Selasa (01/07).
Acara yang dipandu oleh Rivana Pratiwi, News Anchor CNN Indonesia, Siti menjelaskan, Kemenaker juga melakukan program E-Training dan Mobile Learning di tatanan normal baru ini. E-Training terdiri dari E-Learning dan Blended Learning. Program ini merupakan bentuk kerja sama antara Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII), ILO, dan jasa lembaga yang kredibel SEAMOLEC, Ruangguru, dan Vokraf.
Sementara itu Dea Prasetyawati dari Perhimpunan Hotel dan Rertoran Indonesia (PHRI) yang membahas mengenai prespektif dunia bisnis terhadap pendidikan vokasi, turut menyetujui pentingnya program pemagangan. “Pemagangan itu memang kunci yang sangat penting dilakukan untuk menjembatani antara sekolah dan industri supaya tidak terjadi adjustment period yang panjang,” tuturnya.
PHRI sendiri telah melakukan beberapa langkah, seperti mendesain kurikulum yang di-review langsung oleh alumni masing-masing sekolah, adjustable period untuk mengurangi gap antara industri dengan sekolah, melakukan new normal for recruitment internship, memberikan dukungan penuh dalam new internship plan, dan menyesuaikan sikap dengan kondisi pandemi Covid-19.
Adapun Tauvik Muhammad selaku perwakilan dari ILO menambahkan, industri tentunya tidak akan melakukan pemakluman ketika rekrutmen. Tauvik beranggapan siswa sangat bisa meningkatkan kemampuan dengan berbagai program pembelajaran secara online. “Sepanjang mereka mengikuti standar kompetensi nasional, maka itu akan sangat membantu. Soft skill itu sama pentingnya dengan hard skill. Penting menjadikan dua hal tersebut dapat diimplementasikan di dunia kerja,” jelasnya.
Jelang akhir diskusi, Plt. Direktur Kursus dan Pelatihan Ditjen Diksi Wartanto kembali menekankan fungsi dan program yang dibentuk oleh Ditjen Diksi mengenai pemagangan. Wartanto pun menjelaskan, kini semua jenjang pendidikan vokasi diharuskan menikah atau bekerja sama dengan dunia industri guna memaksimalkan fungsi pemagangan dalam dunia sekolah dan kerja.
Adapun beberapa program baru yang bakal dilakukan, di antaranya secara langsung menangani standar kompetensi kelulusan, mewajibkan lembaga kursus dan pendidikan kejuruan untuk mendapatkan sertifikasi, pembentukan kurikulum di sekolah, memberikan izin bagi pekerja professional untuk menjadi guru di sekolah kejuruan, serta mengizinkan ujian kelulusan dilakukan dalam industri.
Pemagangan penting dilakukan karena menyangkut keselarasan dunia kerja dengan dunia sekolah. Namun demikian, adaptasi perlu dilakukan juga guna menghadapi pandemi yang belum kunjung usai. Selain pemagangan yang dilakukan dalam dunia kerja, siswa juga dapat melakukan kegiatan lain yang dapat menunjang transisi dari kegiatan sekolah ke dunia kerja, seperti seminar dengan perusahaan, guru atau ahli industri, serta pengenalan industri yang dapat menghasilkan SDM berdaya saing global. (Diksi/TM/AP)