Menggali Peluang Kemitraan Indonesia-Australia dalam Pengembangan Digital
Jakarta, Ditjen Diksi – Transformasi teknologi yang begitu pesat menuntut segala aspek memasuki ruang digital, terlebih pada situasi pandemik ini. Karenanya, Indonesia juga menjalin kemitraan dengan negara lain dalam pengembangan digital, di antaranya Australia guna peningkatan pendidikan vokasi kedua negara tersebut.
Pada webinar “Menggali Peluang Kemitraan dengan Australia” (29/6), Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto menyampaikan keterbukaannya dalam menjalin kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah Australia dalam meningkatkan pengembangan digital pada pendidikan vokasi.
“Ketika kita bicara mengenai indutsri 4.0, digitalisasi itu semakin pesat. Kemdikbud-Ristek sangat menyambut baik dari potensi-potensi kolaborasi, termasuk dengan pemerintah Australia dan organisasi lain untuk berkolaborasi baru mendidik talenta digital bersama pendidikan vokasi dengan cara ‘link and match’,” jelas Wikan.
Menurut Wikan, “link and match“ antara edukasi dengan industri memiliki beragam aspek yang juga harus dipertimbangkan. Untuk itu, Wikan berharap dengan adanya webinar ini dapat memberikan insight dan melahirkan aspek real yang nantinya akan bermanfaat bagi lulusan pendidikan vokasi di Indonesia maupun Australia.
Hal itu nyatanya memperoleh dukungan penuh dari berbagai stakeholder, seperti Michiko Miyamoto selaku Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor Leste. Michiko menyambut baik peluang kolaborasi yang dapat terjalin antara Indonesia dengan Australia dalam hal pengembangan digital. Dilatarbelakangi kondisi pandemik yang belum juga berakhir, menurut Michiko, kolaborasi ini menjadi langkah tepat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di era industri 4.0.
“Digitalisasi merupakan dorongan yang sangat besar, saya kira masih tahap awal di Indonesia atau negara-negara lainnya. Sehingga, langkah pelatihan untuk guru dan tenaga pengajar dapat dilakukan secara digital melalui webinar karena diantara mereka masih ada yang belum terampil melakukan pembelajaran secara daring,” ujar Michiko.
Kemitraan dalam pendidikan vokasi, tambah Michiko, merupakan peluang dalam meningkatkan pendidikan vokasi secara daring. Tercatat, kegiatan webinar tersebut diikuti oleh sekitar 2.000 tenaga pendidik.
Kemitraan Indonesia dan Australia sendiri memang sudah terjalin sejak lama. Hal tersebut diungkapkan Elizabeth Campbell yang merupakan Konselor Edukasi Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia.
“Sangat penting membuat negara kita saling bekerja sama. Indonesia sudah lama bersinergi dengan Australia untuk meningkatkan SDM. Biasanya kita mengundang lebih 20 ribu siswa Indonesia untuk belajar di Australia, di sektor vokasi,” jelasnya.
Di masa pandemik, menurut Elizabeth, tentu kolaborasi ini merupakan hal yang relevan untuk mempercepat digitalisasi. Sehingga, ia berharap agar kerja sama Indonesia dan Australia bisa dilanjutkan melalui diskusi untuk bermitra dengan Technical and Further Education (TAFE) Victoria guna mengembangkan keterampilan digital dan berbahasa Inggris bagi peserta didik vokasi Indonesia.
Mengenai “link and match” dalam dunia pendidikan dan dunia industri, Rebecca Hall selaku Komisioner dari TAFE Victoria untuk ASEAN turut mendukung penuh agar industri dapat turut bekerja sama, sehingga lulusan yang dihasilkan oleh pendidikan vokasi dapat selaras dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh industri. Lebih jauh, agar lulusan pendidikan vokasi ini mampu berdaya saing tidak hanya di negaranya sendiri, melainkan juga di negara-negara lainnya.
“Saya rasa ada kombinasi yang cukup baik dari kolaborasi ini. Di situ ada pemerintah Australia serta pemerintah negara bagian Australia, yakni Victoria dan juga industri. Peran industri sangat penting dalam mendorong perubahan, terutama mendorong perubahan talenta,” tuturnya. (Diksi/Tan/AP/KR)