Kisah Nur Anisa: Lestarikan Tenun Mbojo Lewat Program PKW Tekun Tenun

Kisah Nur Anisa: Lestarikan Tenun Mbojo Lewat Program PKW Tekun Tenun

Bima, Ditjen Vokasi - Lingkungan dapat membawa dampak yang berarti bagi kehidupan seseorang. Begitu pun dengan Nur Anisa, alumnus Program Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun Indonesia 2022. Sedari kecil, ia sudah melihat kebiasaan orang-orang di desanya menenun. Hal itu membuat ia pun tertarik mengikuti pelatihan tekun tenun gratis yang difasilitasi oleh pemerintah. 


Program PKW Tekun Tenun Indonesia yang menjadi program kolaborasi Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) ini sudah melahirkan banyak wirausahawan tenun baru. Salah satu dari banyak alumninya yang sudah merintis usaha adalah Anisa. 


“Dulu belum terlalu mahir karena diajarkan secara autodidak. Namun, berkat program PKW ini saya mendapatkan ilmu yang lebih lengkap,” pungkas Anisa.


Menurut Anisa, melalui program PKW yang ia ikuti dengan semangat, ia bisa mempelajari teknik yang baik dalam menenun dan pewarnaan alam. Bahkan, ia pun mempelajari materi kewirausahaan yang tidak ia dapatkan dari belajar secara autodidak. Mulanya ia tidak tahu bagaimana menghitung harga di satu kain yang ia buat. Akan tetapi, ia pun saat ini sudah tau berapa harga satu kain tersebut dengan menghitung biaya produksi dan nilai jual.


“Saya juga ingin ikut melestarikan tenun yang ada di Desa Mbawa, tanah kelahiran saya,” tambahnya.



Gadis 19 tahun itu ingin menjadi anak muda yang turut melestarikan tenun khas Bima. Menurutnya, jika bukan generasinya yang turut ikut melestarikan maka tenun tersebut bisa saja punah.  


Melalui PKW ini, Anisa dapat mengenal lebih jauh tenun khas Bima yaitu tenun mbojo. Tenun Mbojo identik dengan warna-warna cerah, seperti kuning, biru, dan merah. Selama ikut pprgram PKW, ia pun jadi mengetahui macam-macam modifikasi kain tenun Mbojo. Contohnya seperti tenun Tembe yang berbentuk sarung, Sambolo berbentuk daster, dan Weri berbentuk ikat pinggang.


Setelah satu bulan pembelajaran bersama Dekranasda Kabupaten Bima, Anisa mendapatkan modal yang berupa alat tenun gedogan dan benang. Tak lupa juga, Dekranasda memantau progres perkembangan rintisan usaha yang berlangsung setelah proses pembelajaran. 


Melalui program PKW Tekun Tenun, Anisa mendapatkan kepercayaan diri untuk menjual Anisa yang awalnya tak berani untuk memasarkan hasil karyanya.


“Dulu karena keahlian saya belum terlatih, saya pun enggan menjual produk hasil tenun. Tetapi, sekarang saya sudah berani memasarkannya sendiri,” jelas Anisa.




Untuk menjual hasil karya tenunnya, ia membuat akun Facebook dan juga memasarkannya secara luring ke pasar. Tak jarang, ia pun menjualnya melalui Dekranasda Kabupaten Bima. Dalam sebulan ia bisa menghasilkan 3—4 kain tenun. Ia pun sudah meraih keuntungan dari menjual tenun tersebut sebesar Rp3—Rp4 juta. Menurut Anisa, harga tenun tersebut tergantung dengan motifnya. Untuk motif kapikeu bisa Rp1.500.000 per sarungnya karena lebih tebal dan lebar. Hasil yang telah ia peroleh tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan UMK Kabupaten Bima.


“Alhamdulillah, saya bisa bantu keluarga sedikit dari hasil tenun tersebut. Bahkan, saya bisa daftar kuliah berkat menenun,” pungkasnya.


Anisa menjelaskan bahwa untuk menjadi pengusaha ia pun ingin mendapatkan ilmu di perguruan tinggi. Maka dari itu, ia merintis usaha tenun sambil kuliah. (Zia/Cecep)