Dosen Politala Kembangkan Pakan Ternak dari Limbah Kepala Sawit

Dosen Politala Kembangkan Pakan Ternak dari Limbah Kepala Sawit

Tanah Laut, Ditjen Diksi - Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kepala sawit terbesar di dunia. Kekayaan alam ini tumbuh subur membentang dari Sumatra sampai Papua serta menjadi penghasil perekonomian nasional.

 

Sayangnya, banyak ditemukan limbah kepala sawit yang kurang dimanfaatkan secara optimal. Pasalnya, sebagian besar hanya digunakan sebagai pupuk kebun kelapa sawit yang hanya dicecer atau digeletakkan di sekitar tumbuhan kepala sawit.

 

Padahal, banyak yang masih bisa dimanfaatkan dari limbah ampas kelapa sawit tersebut. Salah satu yang banyak digunakan adalah sebagai biogas dan biopellet atau pakan ternak yang diolah dengan berbagai varian.

 

Demikian juga yang terjadi di Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit. Di daerah ini, selama ini limbah ampas kelapa sawit masih minim digunakan, kecuali untuk pupuk yang disebar di sekitar kebun kelapa sawit milik masyarakat maupun perusahaan.

 

Selain itu, Pelaihari juga dikenal sebagai daerah pemasok daging sapi dan kambing. Seiring dengan perkembangan wilayah, sebagian lahan perkebunan dan rumpun semakin berkurang karena beralih fungsi dari lahan menjadi bangunan rumah maupun perkantoran.

 

Perkembangan perekonomian di Pelaihari menjadi keluhan bagi petani sapi dan kambing karena para petani mulai gelisah dengan makin sulitnya mencari pakan ternak tradisional berupa rumput atau dedaunan dari hutan atau perkebunan.

 

Kegelisahan tersebut bukan hanya dirasakan para petani murni yang hanya mengandalkan hidup dari beternak sapi atau kambing, juga ayam. Namun, dirasakan juga Anton Koswoyo, dosen Fakultas Pertanian Politeknik Tanah Laut (Politala), yang ternyata juga hobi beternak sapi dan kambing.

 

Anton berpikir kegelisahan para petani yang merasakan kesulitan mencari pakan ternak tradisional tidak bisa dibiarkan begitu saja, tetapi harus segera diatasi. "Dari situ, saya berpikir harus mencari pakan alternatif agar petani tidak lagi susah-susah mencari pakan tradisional," katanya.

 

Sebagai dosen yang membidangi masalah pertanian, Anton akhirnya membuat terobosan dengan membuat mesin sekala prototipe untuk memproses limbah kelapa sawit, yang disebut mesin pencacah ampas kelapa sawit.

 

Melalui program Hibah Bersaing, proposal Anton yang dikirim ke panitia Hibah Bersaing Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi disetujui untuk diberikan dana. Dari situlah, Anton membuat alat.

 

Tidak hanya berhenti sampai di situ, Anton kemudian membuat mesin yang lebih canggih lagi yang diberi nama Automatic Integrator Machine. Ini merupakan mesin pembuat pakan sapi sekaligus pembuat pupuk organik yang dikembangkan dan disempurnakan oleh ketua tim.

 

Sebelumnya, ketua tim telah berhasil membuat mesin i-GITA (mesin pembuat pakan kambing fermentasi) pada tahun 2017 lalu yang mendapat pendanaan dari Program Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

 

“Dikembangkan menjadi Automatic Integrator Machine agar dapat mengolah limbah sawit menjadi pakan sapi dan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organic sehingga terwujud integrasi sapi-sawit yang saling menguntungkan. Keunggulan alat ini adalah portabel, praktis, ekononis, dan mampu mengolah pakan fermentasi dengan kualitas baik,” kata Anton.

 

Anton pun mulai berpikir pakan ternak sapi para petani tidak cukup diganti dengan dengan limbah kelapa sawit. Namun, bagaimana pakan tersebut memiliki sumber protein dan lainnya sehingga membuat sapi lebih sehat, gemuk, dan bertambah gizinya.

 

Setelah melakukan uji coba terhadap hewan peliharaannya, Anton pun mengajak petani yang terhimpun dalam Kelompok Peternak Sapi “Rukun Tani” mengelola sapi sebanyak 100 ekor yang terdiri atas jenis Limousin, Brahman, PO, dan Sapi Bali.

 

Anggota kelompok terdiri atas 30 kepala keluarga (KK), masing-masing memiliki 3 sampai 4 ekor sapi di kandang belakang rumahnya. Tercatat, tahun 2020 lalu warga Desa Martadah Baru mendapat bantuan sapi PO dari Dinas Peternakan Kabupaten Tanah Laut.

 

Dengan integrasi ini, kebutuhan pakan sapi pun menjadi lebih mudah dipenuhi karena tidak perlu mencari rumput setiap hari dan kotorannya pun dapat diolah menjadi pupuk organik yang dapat meningkatkan penghasilan peternak sapi.

 

Selain itu, adanya pupuk organik dari kotoran sapi juga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan petani untuk pemupukan sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara peternak sapi dan perkebunan sawit pada desa tersebut. (Diksi/Mya/AP/NA)