Ditjen Diksi Targetkan 80 Persen Pendidikan Vokasi Lakukan ‘Pernikahan’
Jakarta, Ditjen Diksi -- Kampanye program “pernikahan massal” terus digaungkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) demi terciptanya keselarasan hubungan antara pendidikan vokasi dan dunia usaha dan dunia industri yang berkesinambungan.
“Meski pandemi, tetap kita paksa untuk mempersiapkan pernikahan. Minimal 80-90 persen vokasi Indonesia melakukan program ‘pernikahan’ atau ‘link & match’,” tutur Wikan Sakarinto, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi saat live streaming melalui kanal Youtube Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi pada Sabtu (11/07).
Acara berbalut “Bincang Edukasi” tersebut memang terasa berbeda dari biasanya. Bukan sekadar disajikan secara ringan pada sore diakhir pekan, acara yang dipandu oleh pelawak beken Cak Akbar dan Cak Lontong dengan obrolan seputar dunia vokasi, utamanya program “link & match”, serasa mengalir begitu saja penuh canda dan keseruan melalui penjelasan Dirjen Diksi Wikan Sakarinto dan narasumber lainnya, yakni Guru Besar ITB Prof. Iwan Pranoto.
“Vokasi dan industri harus benar-benar ‘link & match’, harus menikah sampai melahirkan anak-cucu. Ibaratnya, kami menjadi mak comblang massal. Meski, ada juga yang telah menikah, tapi baru sedikit,” terang Wikan.
Wikan pun menjelaskan, dari sembilan paket program “link & match”, minimal lima paket yang harus dilakukan. Pertama, kurikulum dibuat, disetujui, dan dipastikan bersama oleh pendidikan vokasi dengan industri. Kedua, dosen dan guru tamu dari kalangan usaha/industri minimal mengajar selama 50-100 jam per semester.
Lalu ketiga, magang harus dirancang bersama sejak awal sehingga industri akan cocok dengan calon peserta magang. Keempat, komitmen untuk menyerap lulusan vokasi. Adapun kelima, dosen dan guru vokasi harus diajarkan atau diterjunkan ke industri. Paket “pernikahan” tersebut akan didorong oleh dana sebesar Rp3,5 triliun.
Melihat fenomena banyak bermunculan jenis-jenis pekerjaan baru, Prof. Iwan menambahkan bahwa akan ada peluang besar bagi pendidikan vokasi untuk menyiapkan skill yang bisa digarapnya.
“Ada satu hal yang harus dilakukan, yaitu survei atau studi tentang kecakapan apa yang strategis ke depan, khususnya yang tidak bisa diambil alih oleh mesin atau komputer. Itu yang harus dilakukan kajian secara seksama. Karenanya, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi harus berani membuat terobosan-terobosan baru,” ungkap Iwan.
Selain diisi dengan diskusi oleh narasumber, dalam acara tersebut juga dijelaskan jawaban pertanyaan dari beberapa peserta yang berpartisipasi di dalamnya . Misalnya penjelasan mengenai lulusan SMK yang bisa mendapatkan ijazah selain dari BNSP, yakni dari industri.
Sebagai penutup, Prof. Iwan menyebutkan “pekerjaan rumah” bagi Ditjen Diksi agar melakukan studi tentang kecakapan strategis ke depan yang tidak diambil oleh mesin, serta berani melakukan terobosan baru.
Adapun Dirjen Wikan menekankan pentingnya tiga hal, yakni pertama, kepada generasi muda Indonesia agar tidak ragu memilih pendidikan sesuai passion karena bakal menemukan kecintaan terhadap pekerjaan. Kedua, mengajak seluruh pengelola vokasi untuk tidak takut membuat terobosan.
Terakhir ditujukan bagi pihak industri agar jangan ragu lagi untuk bergabung bersama pendidikan vokasi. “Mari didik bersama generasi kita dengan vokasi yang unggul dan bersatu dengan pendidikan lainnya,” pungkas Wikan. (Diksi/RA/AP)