Poliwangi Terus Dorong Potensi Ekonomi Daerah

Poliwangi Terus Dorong Potensi Ekonomi Daerah

Jakarta, Ditjen Diksi – Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki destinasi wisata pesisir yang beragam. Potensi inilah yang kemudian menjadikan Kota Banyuwangi dengan 43 pantainya sebagai Kota Pariwisata, yang juga menjadi faktor penggerak ekonomi masyarakatnya. Untuk mendukung gagasan tersebut, Pemkab Banyuwangi mendirikan Politeknik Banyuwangi pada 2008 guna mencetak sumber daya manusia yang unggul dan kompeten. Mendapat dukungan pemerintah pusat, alhasil pada 2013 Politeknik Banyuwangi berganti nama menjadi Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi).

Kini Poliwangi berhasil mendirikan 7 program studi, yaitu teknik mesin, teknik informatika, dan teknik sipil dengan jenjang pendidikan D3 serta teknik manufaktur kapal, manajemen bisnis pariwisata, dan teknik pengolaha hasil ternak dengan jenjang pendidikan D4. Memiliki 3.000 mahasiswa, Son Kuswadi selaku Direktur Poliwangi mengungkapkan hal ini merupakan sebuah lonjakan yang signifikan dari bidang SDM. “Saya kira itu merupakan lonjakan yang berarti, karena di tahun 2013 itu baru 1.000 mahasiswa,” ungkapnya.

Selain itu, tingginya animo masyarakat untuk mendaftar di perguruan tinggi ini juga disebabkan jenis program studi yang disediakan telah mencerminkan kebutuhan industri di sekitarnya, yaitu pariwisata. Alhasil, kini Banyuwangi berhasil menjadi Kota Pariwisata dengan keunggulan wilayah pesisirnya yang menjadi salah satu motor penggerak ekonomi masyarakat sekitar. “Jadi, memang prodi pariwisata itu perannya besar dan sangat diakui oleh Pemkab Banyuwangi karena menjadikan pariwisata sebagai penghelat perekonomian. Meski pertanian masih besar, tapi cenderung menurun. Sedangkan wisata, makin hari makin naik,” ujar Kuswadi.

Perlahan, tapi pasti, inovasi yang digiatkan oleh mahasiswa dan tenaga pengajar Poliwangi untuk membangun Kota Banyuwangi semakin dikenal oleh masyarakat luas, bahkan mancanegara. “Banyak kemajuan di Banyuwangi itu ditopang oleh Poliwangi. Karena memang betul, strategi Pemkab Banyuwangi ketika membangun daerahnya adalah mendirikan perguruan tinggi. Artinya, kebutuhan tenaga kerja itu banyak diisi oleh orang-orang Banyuwangi” imbuh Kuswadi.

Hingga kini, Poliwangi telah mencetak lulusan kompeten yang terserap di industri daerah maupun luar daerah. Menurut Kuswadi, lulusan Poliwangi kini tidak hanya bekerja di industri, namun juga melanjutkan studi serta membuka wirausaha sendiri. “Untuk lulusannya, 40 persen bekerja di Jawa Timur, 40 persen di luar Jawa Timur, dan sisanya wiraswasta. Apalagi, sekarang indikator kinerja utama itu adalah wiraswasta, ya kita ingin dorong agar lebih banyak lagi,” paparnya.

Hadirnya Poliwangi menjadi bukti bahwa pendidikan vokasi mampu memberdayakan masyarakatnya, dan juga menjadi penggerak ekonomi daerah. Hal ini tentu dapat menjadi contoh bagi wilayah lain yang masih ragu untuk mengenyam pendidikan vokasi. 

Meski, menurut Kuswadi, hal ini tidak dapat bekerja dengan baik jika masyarakat belum menyadari kondisi saat ini dan paham akan fungsi pendidikan vokasi sebagai sebuah solusi. “Vokasi itu memang benar ‘obat mujarab’. Masalahnya seperti yang dikatakan Pak Wikan, kita itu tidak sadar bahwa itu adalah ‘mujarab’, atau kita tidak sadar kalau kita itu sakit,” jelasnya. (Diksi/TM/AP)