Anak SMK juga Bisa Bercocok Tanam!

Jakarta, Ditjen Diksi - Berbicara mengenai kejuruan tentunya tak jauh dari perihal passion dan minat. Di era yang kian modern ini telah menjadikan individu bebas menentukan passion yang diminati untuk dikembangkan di kemudian hari. Beberapa passion bisa lahir dari keluarga, tokoh publik maupun keadaan lingkungan sosial. 

Seperti yang diceritakan Yohanes Bagas, siswa kelas XII SMK Mitra Industri MM2100, kepada tim laman Vokasi Kemendikbud beberapa hari lalu.  Siswa yang dinobatkan sebagai Duta Lingkungan 2019 ini mengungkapkan keresahannya terhadap kelestarian lingkungan menjadi sebuah minat di bidang kelestarian lingkungan dan bercocok tanam.  Meskipun bertolak belakang dengan kejuruannya saat ini, yaitu teknik elektronika, namun Bagas meyakini bahwa di era yang modern ini setiap bidang mampu dikoneksikan agar dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar.

“Saya itu punya passion, kalau saya di sekolah nanti, saya harus masuk organisasi biar lebih mempunyai jiwa organisasi, lebih berkembang dan bermanfaat buat orang banyak,” jelasnya. 

Berangkat dari keresahannya terhadap minimnya kesadaran masyarakat akan budaya membuang dan mengelola sampah,  Bagas menciptakan blog yang berisi cara merawat lingkungan, menanam tanaman dengan baik, mengklasifikasikan sampah, dan juga penghijauan. Siswa yang juga memiliki ketertarikan di bidang teknologi informatika ini pun mencetuskan beberapa program untuk meningkatkan kesadaran siswa SMK akan kelestarian lingkungan, yaitu program mengurangi sampah plastik dan sistem klasifikasi sampah plastik.

“Mungkin sampah plastik itu tidak bisa 100 persen dihilangkan, namun dapat dikurangi.  Jadi, dari sekolah itu mulai menerapkan budaya, seperti menggunakan tempat makan sendiri, goodie bag.  Jadi, kita ga pakai plastik terus, hingga mengurangi sampah plastik itu sendiri.  Selain itu, di sekolah juga sudah menerapkan klasifikasi sampah sesuai dengan jenisnya,” paparnya. 

Selain fokus pada kondisi lingkungan, Bagas dengan tim juga melestarikan lingkungan tanaman hidroponik yang berada di sudut sekolah yang dibangun dengan sistem yang apik. Dengan diisi berbagai macam tanaman sayuran, lingkungan yang cukup luas ini juga dilengkapi dengan drainase buatan yang mengelilingi tanaman hidroponik untuk menjaga sirkulasi air yang tersedia. “Hidroponik ini adalah cara menanam tumbuhan menggunakan air dengan penanaman di bidang sempit. Di bidang perkotaan ini kan ga ada lahan, susah nyari lahan. Gimana caranya kita menanam tanaman tapi tetap hidup, makanya melalui hidroponik,” ujar siswa yang berencana melanjutkan studi ke sekolah vokasi Institut Pertanian Bogor ini. 

Melalui perannya sebagai Duta Lingkungan ini, Bagas ingin menanamkan semangat bercocok tanam dan peduli lingkungan untuk seluruh generasi muda Indonesia. Pasalnya, kegiatan bercocok tanam kerap kali dianggap remeh bagi generasi muda. Oleh karena itu, lingkungan hidroponik yang dirawat dengan baik ini dijadikan Bagas dan tim sebagai bukti bahwa bercocok tanam bukanlah suatu hal yang merugikan. “Sebagai anak muda itu kita jangan malu sama yang namanya nanem tanaman. Justru di situ ada nilai-nilai bisnisnya, wirausahanya, sehingga ada keuntungannya,” tuturnya. 

Menyoal proses belajar di SMK, Bagas pun memiliki kesan tersendiri, terutama dalam bidang kejuruannya, yaitu teknik elektronika. Bahkan, Bagas bisa menjamin bahwa siswa SMK bisa selangkah lebih maju dari sekolah menengah lainnya karena skill yang didapatkan dari praktik yang berulang. 

Karenanya, Bagas juga berpesan kepada para lulusan sekolah menengah pertama dan sederajatnya untuk tidak ragu lagi memilih SMK guna meraih masa depan. “Untuk masuk SMK kalian tidak usah ragu, karena nantinya kalian mempunya skill yang tidak kalah sama yang lain. Kalian punya nilai sendiri, apalagi dari praktiknya. Kalau teori, kalian pasti bisa belajar sendiri,” pungkasnya. (Diksi/TM/AP/AS).