Unggulkan Keunikan Daerah, Alumni PKW Tekun Tenun dan Kriya Lestarikan Kain Nusantara

Unggulkan Keunikan Daerah, Alumni PKW Tekun Tenun dan Kriya Lestarikan Kain Nusantara

Jakarta, Ditjen Vokasi - Karya-karya terbaik program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun dan Kriya kembali unjuk gigi di Pameran Kriyanusa 2024. Di pameran kali ini, 15 alumni program PKW turut hadir dan saling berbagi pengalaman dalam melestarikan  budaya Indonesia. 


Terdapat 300 karya hasil tangan para alumni yang juga sangat diminati oleh para pengunjung. Di stan pameran tersebut, terdapat pula demo menenun dari para alumni program PKW. Beberapa di antaranya adalah Muslimah dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan dan Farida Hanum dari Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara. 


Kedua gadis muda tersebut mengungkapkan antusiasnya hadir di Kriyanusa 2024 untuk mendemokan menenun dan membawa karyanya ke pameran. Muslimah dengan bangga menyebutkan bahwa ia menjadi salah satu perajin di Kabupaten Ogan Ilir berkat mengikuti program PKW Tekun Tenun dan Kriya. 


“Saya dulu TKW (tenaga kerja wanita). Tapi, setelah pulang saya ingin menetap di kampung halaman. Untunglah ada program PKW. Lewat pelatihan ini, saya jadi bisa menenun dan pernah diberi kepercayaan oleh Ibu Bupati Ogan Ilir menenun sebanyak 135 kain Gebeng. Per helainya dijual Rp1.650.000,00,” ungkap Muslimah.


Hal senada pun disampaikan oleh Hanum yang datang jauh dari Sumatra Utara. Ia sangat bangga menjadi perajin muda yang bisa ikut melestarikan songket Batu Bara. 


“Saya bisa bikin 10 helai kain songket Batu Bara dan saya juga saat ini sudah ada 3 karyawan yang membantu saya untuk membuat kain,” ungkap Hanum, gadis berusia 22 tahun yang merupakan alumni program PKW 2022.



Keberhasilan nyata dari kedua alumni tersebut pun membuktikan bahwa program PKW Tekun Tenun dan Kriya tidak hanya mempersiapkan perajin, tetapi juga menjadikan mereka wirausaha muda yang mampu melihat peluang usaha. 


Saling Berbagi Keunikan Cara Menenun


Walaupun Muslimah dan Hanum datang dari pulau yang sama, yaitu Sumatra, kain wastra nusantaranya cukup berbeda. Hal ini juga menandai bahwa cara menenun dan alat yang digunakan pun berbeda.


“Kalau di Batu Bara, kita menenun dengan alat tenun bukan mesin (TBM), tetapi kalau di Ogan Ilir ternyata pakai gedokan,” ujar Hanum saat mencoba gedokan, alat tenun yang dipakai oleh Muslimah saat demo menenun.


Menurut Hanum, pertemuan antaralumni program PKW Tekun Tenun dan Kriya ini pun menjadi ajang saling berbagi pengetahuan tentang kain nusantara. Ia pun belajar menenun dengan gedokan yang dibimbing oleh Muslimah.


“Di sini saya juga belajar lagi bagaimana menenun dengan gedokan bersama Kak Muslimah. Ternyata prosesnya cukup berbeda dan nama-nama bagian alatnya pun berbeda,” jelas Hanum.


Hanum mengungkapkan, jika menggunakan TBM, perajin harus duduk di bangku dan dalam menenun ada pijakan di bawah, sementara untuk gedokan hanya perlu duduk di lantai. Muslimah juga menjelaskan perbedaan lainnya, seperti motif tenun gebeng berasal dari pintalan benang sementara songket Batu Bara motifnya sudah tersedia di lidi motif.


Muslimah pun turut senang bisa bertemu dengan para perajin muda dari berbagai daerah, termasuk bertemu dengan Hanum. Menurut Muslimah, walaupun proses tenun Gebeng dan songket Batu Bara memang berbeda, ia yakin bahwa karya wastra nusantara harus dilestarikan oleh para generasi muda.


“Kami bangga jadi perajin muda yang melestarikan kain nusantara, karena jika bukan kami maka siapa lagi yang akan melestarikan,” pungkas Muslimah. (Zia/Cecep)