Perpres 68 Tahun 2022 Mendorong LKP Berorientasi Industri
Bekasi, Ditjen Vokasi - Sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan sesuai standar industri menjadi fokus utama dalam Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Sebagai satuan pendidikan vokasi yang bersifat nonformal, lembaga kursus dan pelatihan (LKP) memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan formal. Melalui sejumlah program-programnya, LKP menjadi solusi bagi lulusan pendidikan formal yang tidak bisa masuk ke industri maupun perguruan tinggi untuk mengasah kompetensinya.
Saat ini, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 144,01 juta jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 69,06%. Akan tetapi, lebih dari separuh atau 55,7% kualitas angkatan kerja tersebut masih didominasi oleh lulusan SLTP ke bawah, hanya 12,4% yang merupakan lulusan perguruan tinggi.
Di sisi lain, revolusi industri 4.0 melalui digitalisasi, otomatisasi, dan teknologi artificial intelligence berdampak besar pada profil pekerjaan di masa. Meskipun diprediksi akan ada 97 juta pekerjaan baru, pada kenyataannya 50% pekerja perlu di-reskilling dan 40% lainnya perlu berganti skills.
Untuk itulah, LKP dengan program-programnya harus dikuatkan dengan lebih berorientasi pada industri sehingga LKP sebagai bagian dari pelaksana pelatihan vokasi dapat mengambil peran dan bisa mencapai tujuan revitalisasi sebagaimana yang diinginkan Perpres Nomor 68 Tahun 2022 tersebut.
Saat berbicara dalam kegiatan “Penguatan Program Kursus dan Pelatihan dengan Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Dunia Industri, dan Dunia Kerja (Dudika), Organisasi Mitra (Ormit), dan Instansi Terkait Tahap I”, Direktur Kursus dan Pelatihan, Wartanto, mengatakan bahwa sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
“Perpres ini (Perpres Nomor 68 Tahun 2022, red) itu arahnya untuk meningkatkan kualitas SDM, membekali SDM dengan kompetensi. Jadi, wajib hukumnya bagi lembaga kursus untuk bekerja sama dengan industri dalam pelaksanaan program-programnya,” kata Wartanto.
Wartanto mencontohkan, penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) yang menjadi salah satu program prioritas di Direktorat Kursus dan Pelatihan selama ini harus berkolaborasi dengan UMKM dan lembaga keuangan dalam pelaksanaannya. Sementara itu, program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) harus bekerja sama dengan industri.
“Karena ending-nya adalah bekerja. Jadi, harus bekerja sama dengan industri,” kata Wartanto.
Masih menurut Wartanto, tidak hanya dengan industri, LKP juga harus berkolaborasi dengan organisasi mitra, DUDI, dan juga pemerintah daerah. Apalagi, lanjut Wartanto, keberadaan Perpres Nomor 68 Tahun 2022 justru semakin menguatkan peran serta pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelatihan vokasi, bahkan sampai penyaluran lulusannya.
“Peran pemerintah dalam mendukung lembaga kursus dan pelatihan juga tertuang dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2022 pasal 12. Artinya, pemerintah daerah kabupaten atau kota memiliki kewenangan dalam pembinaan LKP. Kewenangan tersebut mencakup penyelarasan pelatihan vokasi dengan Dudika serta menjamin ketersediaan pendidik, instruktur bagi LKP bahkan sampai penyaluran lulusannya,” jelas Wartanto.
Dalam mencapai kewenangan tersebut, perlu adanya penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja. Sebagaimana UU Nomor 20 Tahun 2003 yang mengatur tentang lembaga pendidikan dan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur dunia kerja, harus ada kolaborasi yang kuat, mulai dari lembaga pendidikan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia kerja, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), sampai dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk mencapai penyelarasan tersebut. (Nan/Cecep Somantri)