Perguruan Tinggi Berperan Mengentaskan Kemiskinan

Perguruan Tinggi Berperan Mengentaskan Kemiskinan

Yogyakarta, Ditjen Vokasi -  Perguruan tinggi memiliki peran dalam pengentasan kemiskinan. Dengan kepakaran ilmu yang dimiliki serta berbagai program seperti kewirausahaan mahasiswa hingga pengabdian kepada masyarakat bisa menjadi jalan untuk membantu pengembangan potensi masyarakat dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia.


Peran pengentasan kemiskinan oleh perguruan tinggi salah satunya dimainkan secara apik oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Melalui Program Pembinaan dan Pengembangan Wilayah Seni (P3WILSEN), ISI Yogyakarta telah berhasil mengembangkan sejumlah wilayah berbasis potensi lokal untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan menumbuhkan perekonomian setempat.


Karena alasan itulah, maka tidak mengherankan jika ISI Yogyakarta menjadi salah satu institusi pendidikan tinggi yang   menjadi lokasi kunjungan pada kegiatan Visitasi Kepemimpinan Nasional (VKN) pada program Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Angkatan ke-8, kelompok 4 pada pekan lalu. Tim kelompok ini dipimpin oleh Kepala Balai Guru Penggerak Kalimantan Barat, Wasimin.


Program Pembinaan dan Pengembangan Wilayah Seni (P3WILSEN) sendiri merupakan program kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat yang bersifat kewilayahan, yaitu kegiatan untuk membina dan mengembangkan potensi seni di suatu wilayah desa atau kecamatan. 


Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat ISI Yogyakarta, Nur Sahid mengatakan bahwa program P3WILSEN menyasar desa atau kecamatan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di daerah tersebut. Potensi yang dikembangkan lebih berbasis pada pengembangan seni. 


“Dari pengembangan seni ini diharapkan nantinya akan berimbas pada sektor ekonomi bagi masyarakat setempat,” kata Nur Sahid.



Nur Sahid mencontohkan salah satu praktik baik dari  program P3WILSEN adalah pengembangan desa batik Girilayu. Program yang dilaksanakan sejak tahun 2021 hingga saat ini telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat Girilayu. 


"Girilayu sekarang sudah dikenal sebagai kampung batik. Warganya sudah menjadi perajin batik. Batik untuk seragam perangkat desa sampai kecamatan juga dipesan dari Girilayu,” kata Nur Sahid.


Sebelumnya, lanjut Nur Sahid, penduduk desa Girilayu lebih dikenal sebagai “buruh” batik. Warga desa yang terletak di Kecamatan Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah Warga memang terlibat dalam pembuatan batik, akan tetapi hanya sebagai buruh batik kasar seperti untuk nglorod  (proses menghilangkan lilin dalam membatik). 


“Padahal batik yang dikerjakan itu untuk galeri batik ternama. Kasihan, yang kaya pengusaha batiknya. Masyarakat pekerjanya tetap miskin,” ujar Nur Sahid. 


Karena alasan itulah, melalui program P3WILSEN Nur Sahid dan timnya turun untuk melatih warga membatik. Dari motif-motif sederhana hingga akhirnya mereka bisa membuat motif-motif klasik yang cukup rumit, seperti Wahyu Tumurun, Sido Luhur, dan sebagainya.  


"Tapi kami tugaskan kepada mereka untuk membuat motif batik sendiri yang akan menjadi ciri khas dari Batik Girilayu,” turut Nur Sahid. 


Program P3WILSEN juga telah berhasil  mengembangkan Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur sebagai Desa Wisata Edukasi Gerabah yang terus eksis hingga saat ini. Pendampingan pelatihan pembuatan gerabah dengan teknik cetak dan finishing serta pendampingan usaha wisata edukasi gerabah membuat Desa Rendang kini menjadi destinasi wisata edukasi andalan kabupaten Bojonegoro. Para wisatawan datang tidak hanya dari Kabupaten Bojonegoro saja. “Dampak ekonomi dari aktivitas  wisata edukasi tersebut juga sangat dirasakan oleh masyarakat,” ujar Nur Sahid.(Nan)