Peltasa, Pupuk Kompos Organik Limbah Sawit Buatan SMKN 1 Tapung Hulu
Kampar, Ditjen Vokasi – Limbah menjadi salah satu masalah yang kerap dibicarakan oleh banyak orang. Jumlahnya yang tiap hari selalu bertambah menuntut semua pihak untuk bijak mengolahnya.
Ada berbagai jenis limbah yang dapat ditemui di sekitar lingkungan tempat tinggal kita, mulai dari limbah rumah tangga hingga limbah perkebunan. Masing-masing limbah jika tidak diolah dengan benar akan memberikan dampak buruk untuk lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, hingga pencemaran tanah.
Sebagaimana diketahui, Pulau Sumatra menjadi salah satu wilayah penghasil kelapa sawit. Setiap hari limbah kelapa sawit yang tidak terpakai selalu bertambah. Alhasil penumpukan limbah pun terjadi yang akhirnya menimbulkan polusi udara dan sebagainya.
SMKN 1 Tapung Hulu, Kampar, Riau melalui Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan pun menjawab masalah tersebut dengan memberikan solusi yakni pengolahan limbah kelapa sawit menjadi produk baru berupa pupuk kompos bernilai jual tinggi.
Guru Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan, SMKN 1 Tapung Hulu, Feby Andini, menyampaikan bahwa di sekitar SMKN 1 Tapung Hulu terdapat 7 industri perkebunan kelapa sawit, di mana setiap harinya masing-masing perkebunan menghasilkan limbah yang tidak diolah kembali. Potensi inilah yang kemudian diambil oleh SMKN 1 Tapung Hulu dengan mengubahnya menjadi pupuk kompos yang diberi merek Peltasa.
“Kami ingin mengubah sesuatu yang tidak memiliki nilai jual menjadi produk bernilai jual dan bisa dirasakan oleh masyarakat luas khususnya yang berprofesi sebagai petani,” ujar Feby.
Setiap hari SMKN 1 Tapung Hulu mengambil limbah-limbah tersebut untuk diolah di sekolah. Bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi kompos Peltasa ini pun cukup mudah yakni pelepah sawit, batang pisang, dedak, dolomit, dan molase.
Limbah-limbah yang telah terkumpul kemudian diolah dengan cara dicacah hingga pelepah sawit dan pisang berukuran 1—3 cm. Hasil cacahan yang telah ditimbang dengan timbangan besar dan analitik kemudian dicampur dengan dedak, dolomit, dan larutan molase.
“Larutan molase ini dapat kita buat sendiri dengan cara melarutkan gula merah dan air. Larutan tersebut didiamkan selama 24 jam,” ujar Rafiansyah, siswa kelas XI Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan, SMKN 1 Tapung Hulu.
Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 21 dan setelahnya diaduk setiap tiga hari sekali hingga bahan terdekomposisi secara sempurna.
Kompos yang sudah jadi secara sempurna kemudian dikemas ke dalam wadah yang telah diberi label SMKN 1 Tapung Hulu. Produk tersebut kemudian dipasarkan ke masyarakat secara langsung dan dititipkan ke toko-toko pertanian. Harga yang dipatok untuk kompos Peltasa pun cukup terjangkau mulai dari puluhan ribu.
“Sebelum dipasarkan, produk kompos Peltasa ini kami uji laboratorium dulu untuk memastikan kandungannya. Setelah lolos uji baru kita pasarkan,” ucap Rafiansyah.
Saat ini SMKN 1 Tapung Hulu sedang melakukan pengembangan produk supaya produk tersebut bisa didistribusikan ke skala yang lebih luas.
“Sudah saatnya kita kembali ke pertanian organik dengan menggunakan pupuk organik Peltasa SMKN 1 Tapung Hulu,” tegas Feby. (Aya/Cecep)