Mengenal Pedagogi Pendidikan Vokasi bersama Manuel Azibi dari CoE EARE

Mengenal Pedagogi Pendidikan Vokasi bersama Manuel Azibi dari CoE EARE



Jakarta, Ditjen Vokasi - SMK Negeri 26 Jakarta menerima kunjungan tim teknis dari Centre of Excellence for Electricity, Automation, and Renewable Energy (CoE EARE) dan perwakilan tim Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Kemendikbudristek beberapa waktu lalu. Kunjungan tersebut adalah dalam rangka uji coba aplikasi SENAR untuk membantu siswa berlatih di bidang kelistrikan, otomasi, dan energi terbarukan.

 

Guru dan siswa terlihat antusias mencoba inovasi berbasis virtual reality tersebut. Mereka pun tak sungkan bertanya mengenai aplikasi ini kepada Manuel Azibi, tenaga ahli Prancis dari Kementerian Pendidikan di Prancis yang saat ini bekerja di CoE EARE yang berlokasi di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang Mesin dan Teknik Industri (BBPPMPV BMTI). CoE EARE sendiri merupakan pusat keunggulan untuk meningkatkan kompetensi guru, teknisi, dan siswa SMK di bidang listrik, otomasi, dan teknologi terbarukan. 



 

Manuel Azibi dan timnya berfokus pada bagian pedagogi pendidikan vokasi di SMK. Dilansir dari Britannica, Pedagogy (2020), pedagogi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode mengajar, termasuk bagaimana tujuan dari pembelajaran akan dicapai. Pengetahuan pedagogis menuntut guru mengenali kebutuhan apa yang perlu dicapai peserta didik dan metode pengajaran yang tepat dengan memanfaat teknologi.

 

“Di Centre of Excellence, kami melihat banyak guru dengan level yang sangat heterogen. Agar setiap orang dapat mencapai keterampilan yang diharapkan, kami perlu menyesuaikan pelatihan. Untuk mengatasi masalah ini, kami mengurangi waktu pelatihan teoretis dan mengandalkan lebih banyak pelatihan praktis melalui berbagai kegiatan dengan menggunakan peralatan CoE,” terang Manuel saat menjelaskan tentang tugasnya di CoE EARE.

 

Selama satu setengah tahun Manuel telah hijrah dari Prancis untuk mengajar dan membuat projek-projek pelatihan di CoE EARE. Manuel pun menemukan beberapa kondisi yang cukup berbeda antara pendidikan vokasi di Indonesia dan di Prancis. Salah satunya adalah bahwa para pengajar SMK di Indonesia kebanyakan mempelajari banyak teori saat mereka menjadi siswa dan masih sedikit pengajar yang mengalami praktik langsung dengan peralatan-peralatan yang berhubungan dengan bidang pendidikan yang mereka ajarkan.

 

“Ada beberapa masalah yang saya lihat dihadapi para pengajar di Indonesia. Misalnya, untuk penggunaan peralatan, guru sering mendemonstrasikan di kelas bagaimana cara menghubungkan kabel dan memberi tahu hasil hal yang akan terjadi. Akan tetapi, mereka tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan dan berlatih dengan peralatan tersebut. Saya pikir kami perlu mengubah metode kami. Siswa perlu mencoba peralatan itu sendiri,” ujar Manuel.



 

Manuel menyadari bahwa ada banyak faktor yang melatarbelakangi pendapatnya ini, salah satunya adalah keterbatasan dana. Tak dapat dipungkiri, peralatan simulator di bidang kelistrikan, otomasi, dan energi terbarukan masih tergolong mahal. Oleh karena itu, CoE EARE bekerja sama dengan para ahli di Schneider Electric Prancis untuk menemukan metode pengajaran yang memungkinkan siswa melakukan praktik secara efektif dan efisien. Salah satu metode yang sedang diuji coba adalah penggunaan aplikasi SENAR yang berbasis virtual reality.

 

“Saya dan tim sedang mengembangkan sebuah aplikasi berbasis virtual reality. Dengan smartphone atau tablet sederhana, siswa mendapatkan simulator yang dapat digunakan untuk berlatih. Perangkat bereaksi terhadap mobilitas pengguna kemudian akan muncul pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Guru dapat memantau kegiatan siswa mereka dan menyesuaikan metode pengajaran mereka sesuai dengan hasil yang diperoleh siswa,” jelas pria yang sudah bekerja selama 20 tahun di bidang pendidikan itu.

 

Meskipun hasil tes ini sangat menggembirakan, para guru masih menghadapi tantangan dalam pembelajaran, karena pada dasarnya aplikasi ini hanyalah sebuah alat bantu. “Dalam kuesioner yang kami tanyakan kepada para siswa di akhir uji coba, terlihat bahwa sebagian besar dari mereka ingin guru hadir untuk menemani mereka dan sebagian besar menjelaskan bahwa mata pembelajaran mereka membantu mereka untuk melakukan kegiatan tersebut. Terlepas dari hadirnya teknologi, para siswa tetap membutuhkan guru mereka,” pungkas Manuel. (Yes/Cecep Somantri)