Mengenal Lebih Dalam tentang Kebudayaan Daerah Palu dengan Kursus Tata Rias Pengantin
Palu, Ditjen Vokasi - Riasan pengantin daerah tidak hanya membuat calon pengantin terlihat memukau, tetapi mengandung makna filosofi kebudayaan. Begitu pun dengan riasan pengantin adat Palu, Sulawesi Tengah. Pernah lihat bagaimana adat dan riasan pengantin daerah Palu?
Riasan pengantin di daerah Palu memiliki ciri khas tersendiri yang cukup berbeda dengan daerah lain di Indonesia, mulai dari busana adat sampai dengan riasan. Pada umumnya riasan pengantin Palu bersumber dari adat suku Kaili.
Di sisi lain, memahami riasan pengantin daerah artinya turut melestarikan budaya daerah. Sebuah cara untuk mengetahui dan belajar mengenai riasan pengantin daerah adalah melalui kursus di lembaga kursus dan pelatihan (LKP).
LKP yang turut membuka kursus rias pengantin daerah Palu adalah LKP Arini. Arini, selaku instruktur menjelaskan bahwa LKP yang didirikan ibunya memang menomorsatukan materi mengenai adat istiadat suku Kaili yang disampaikan dalam materi tata rias pengantin.
“Sangat penting menambahkan materi mengenai adat istiadat daerah Palu. Maka dari itu di LKP Arini pun menambahkan materi tersebut sebagai materi pokok,” tegas Arini.
LKP yang berdiri sejak 2008 ini pun sudah memiliki ratusan alumni yang bekerja sebagai makeup artist (MUA), wedding organizer, serta membuka salon kecantikan. Dalam memaksimalkan pembelajaran LKP Arini selalu berfokus pada kompetensi peserta didik melalui praktik. LKP ini pun memiliki Arini Salon yang menyediakan layanan home service untuk smoothing, pewarnaan, dan make up.
Selain itu, Arini juga menerangkan mengenai budaya yang diajarkan dalam kursus tata rias pengantin daerah Palu, yaitu upacara adat pernikahan, busana pernikahan, dan riasan pengantin.
Prosesi adat istiadat pernikahan
Dalam upacara adat pernikahan suku Kaili terdapat beberapa proses adat sebelum hari akad berlangsung. Satu hari sebelum akad, harus diberlakukan beberapa rangkaian acara, yaitu nogigi dan nokolontigi/malam pacik.
Nogigi merupakan proses ketika pengantin wanita mencukur alis mata atau menghilangkan rambut-rambut di wajah. Menurut kepercayaan suku Kaili, rambut-rambut wajah dianggap sebagai bulu celaka sehingga harus dihilangkan. Dengan mencukur alis dipercaya dapat membuang sial selama pernikahan pengantin berlangsung.
Sementara itu, nokolontigi atau bisa disebut malam pacik adalah prosesi pengajian di tempat pengantin wanita yang bertujuan untuk menghindari malapetaka dan membantu perlindungan dari Maha Kuasa.
Setelah pembacaan doa, calon pengantin wanita pun harus menghaluskan daun pacar di telapak tangan yang menyimbolkan pengorbanan. Selain itu calon pengantin pun diusapkan minyak kelapa ke kepalanya yang dipercaya agar pengantin murah rezeki. Disediakan juga kapur sirih dan bedak yang dioleskan ke leher calon pengantin sebagai tanda atau jaminan untuk tidak akan memalukan nama baik keluarga.
“Prosesi nokolontigi secara adat memang seperti itu, tetapi terkadang ada pula pengantin yang hanya menggunakan daun pacar yang dioles di tangan,” jelas Arini menerangkan
Berbeda dengan nogigi dan nokolontigi yang dilakukan saat malam hari sebelum akad, terdapat juga budaya mapa tuah yang dilaksanakan setelah akad berlangsung. Mapa tuah adalah kunjungan pengantin wanita menginjakan kaki di rumah pria.
Busana adat dan riasan pengantin
Beralih ke busana adat tentu saja tidak akan terlepas dari pakaian, aksesoris, dan juga riasan pengantin. Arini menerangkan bahwa busana pernikahan pengantin wanita dan laki-laki pada umumnya menggunakan warna-warna cerah seperti kuning dan merah yang artinya melambangkan kemakmuran.
Untuk lebih jelasnya, busana pengantin wanita sendiri menggunakan baju nggembe yang berbentuk seperti blouse segiempat sebatas pinggang dan menggunakan rok berbahan tenun donggala. Aksesoris yang digunakan pengantin wanita pun jombe, gelang, dan kalung
Sementara itu, lebih sederhana dari pengantin wanita, busana untuk pengantin pria mengenakan baju koje berkerah dengan ikat kepala bernama siga. Aksesoris untuk pria selain siga adalah pedang atau orang Sulawesi menyebutnya parang.
Pakaian adat yang dikenakan pengantin tidak akan lengkap tanpa adanya riasan/makeup. Riasan pengantin daerah Palu tergolong riasan sederhana yang menampilkan efek natural dan anggun. Maka dari itu, riasannya pun tergolong soft dan flawless, tetapi tetap menonjolkan kecantikan wajah dan kulit yang bersih. (Zia/Cecep Somantri)