Menakar Potensi di Balik Tata Rias Pengantin
Merias penganti menjadi pilihan profesi yang cukup diminati, utamanya bagi kaum hawa. Laku jalan yang ditempuh juga cukup sederhana, bisa dimulai dengan kursus
Jakarta, Ditjen Vokasi - Gemulai tangan mungil Drupadi Pancalaradya Bramara Wilasita (11) terlihat begitu luwes memainkan kuas dan spons makeup secara bergantian. Sesekali, Dru, begitu gadis kecil ini biasa disapa, terlihat menyeka keringat. Keningnya berkerut seperti berpikir, apa lagi yang harus diaplikasikan pada wajah sang model yang ada di hadapannya? Apakah blush on atau eyeliner?
Isyarat dari sang paman yang berada tidak jauh dari meja rias Dru, membuat Dru kembali fokus merias wajah pengantin perempuan yang menjadi modelnya. Sat set sat set, riasan manten putri pun selesai. Tangan mungil Dru pun kini berpindah ke wajah pengantin pria. Dru terlihat hanya membersihkan wajah sang pengantin dan memberikan sedikit alas bedak. Dru juga menabur bedak tipis-tipis pada wajah pengantin pria.
“Saya memang suka merias. Kadang ikut Pakde merias pengantin kalau pas libur sekolah, hari Sabtu atau Minggu,” kata Drupadi saat ditemui di Nawaresta Ballroom, Gedung Smesco, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat itu, Dru baru saja merampungkan lomba rias pengantin yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Rias Pengantin Modifikasi dan Modern Indonesia (Katalia). Dru menjadi peserta termuda dan harus bersaing dengan ratusan perias pengantin profesional yang tergabung dalam organisasi Katalia tersebut.
Pakde yang dimaksud Dru sendiri adalah Joko Mulyono, pemilik Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Joko Parikesit yang ada di Bojonegoro, Jawa Timur. Selain pemilik LKP, Joko juga dikenal sebagai perias pengantin yang sudah membukukan riasan pengantin tradisional dari sejumlah daerah.
Kehadiran Dru di acara tersebut memang cukup menyita perhatian. Selain karena usia yang masih begitu muda, Dru juga terlihat piawai dalam merias. Ia pandai memadupadankan warna kulit sang model yang cenderung cerah dengan pilihan warna makeup yang membuat riasan menjadi on point.
“Kalau cita-cita sebenarnya ingin menjadi dokter. Kalau merias hanya hobi saja, tetapi kalau bisa ingin menjadi dokter sekaligus perias pengantin juga,” kata Dru penuh senyuman.
Dru memang tumbuh dekat dengan lingkungan tata rias. Melalui sang paman, passion merias yang tumbuh pada Dru diberi ruang untuk berkembang. Berdasarkan pengakuan sang paman, Dru bahkan sudah memiliki kesadaran bahwa rias pengantin bisa menjadi sebuah usaha keluarga yang mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Semakin Diminati dan Prospektif
Di mata Joko Mulyono, seni merias pengantin menjadi sebuah keterampilan yang tidak ada matinya. Jasa rias pengantin pun akan selalu dibutuhkan. Oleh karena itu, profesi sebagai perias pengantin menjadi pilihan profesi yang cukup menjanjikan sampai kapan pun.
Sebagai perias pengantin sekaligus pemilik LKP yang bergerak di bidang rias pengantin, Joko melihat saat ini cukup banyak masyarakat yang tertarik untuk mendalami keterampilan atau keahlian rias pengantin ini. “Memang banyak sekali anak muda yang belajar tata rias. Ada yang dari jalur autodidak, tetapi banyak juga yang melalui pendidikan nonformal seperti kursus,” kata Joko.
Joko yang sudah mengelola LKP selama 13 tahun ini merasakan perbedaan yang begitu mencolok dalam beberapa tahun terakhir. Kelas-kelas yang dia buka kerap penuh terisi anak-anak muda yang ingin belajar merias pengantin atau ingin membuka usaha jasa riasan pengantin.
LKP Joko Parikesit sendiri menyediakan paket-paket program kursus yang cukup beragam dengan rentang biaya kursus antara Rp12 juta hingga Rp18 juta setiap paketnya. Misalnya saja, untuk kursus merias pengantin pemula, biaya kursus yang diterapkan adalah Rp12 juta dengan durasi belajar tiga bulan. Biaya tersebut sudah termasuk uji kompetensi. Sementara itu, untuk kelas terampil dengan lama waktu belajar dua bulan, tarif yang diterapkan adalah Rp15 jutaan. Tarif untuk kelas mahir satu bulan bahkan mencapai Rp18 jutaan, termasuk uji kompetensi.
“Tahun ini LKP kami juga mendapat program PKK (Pendidikan Kecakapan Kerja, red) untuk rias pengantin modifikasi dan yang daftar sampai melebihi kuota. Kami harus seleksi ketat sekali. Mungkin karena ini kan bantuan pendidikan dari pemerintah jadi siswanya benar-benar gratis tidak bayar apa pun,” kata Joko.
Sebagai informasi, program PKK merupakan salah satu program Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dengan bantuan pemerintah, program ini memberikan bantuan/dukungan pembiayaan kepada para peserta untuk pembelajaran dan pelatihan keterampilan agar siap bekerja. Pilihan bidang keterampilannya sangat beragam, salah satunya adalah tata rias pengantin.
Selain PKK, Direktorat Kursus dan Pelatihan juga memiliki program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Jika PKK lebih pada keterampilan untuk bisa bekerja, maka PKW lebih diarahkan untuk membuka usaha. Para peserta program PKW tidak hanya diberikan bantuan biaya pembelajaran saja, tetapi juga bantuan modal untuk mengawali usahanya. Misalnya, pada program PKW bidang tata rias pengantin, para peserta diharapkan bisa membuka usaha rias pengantin setelah menyelesaikan pendidikan.
“Usaha rias pengantin ini sangat menarik dan tidak akan pernah kehabisan konsumen karena hampir setiap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan pasti membutuhkan jasa riasan pengantin,” kata Joko yang mengaku menetapkan tarif antara Rp5 juta hingga belasan juta rupiah untuk sekali merias pengantin.
Oleh karena itu, bagi Joko, keterampilan atau keahlian merias pengantin memiliki prospek yang cerah. Keahlian ini juga bisa menjadi jalan kemandirian finansial bagi seseorang.
Selain Joko, Kurnia Ramadhan alias Rama juga sepakat bahwa keterampilan/keahlian tata rias pengantin memang sangat menjanjikan. Hal itulah yang membuat Rama memutuskan menekuni proses sebagai perias pengantin dan membuka usaha jasa rias pengantin. “Awalnya sebenarnya sempat ragu karena dunia tata rias pengantin ini lebih identik dengan perempuan, tetapi ternyata tidak juga,” kata Rama.
Rama sendiri merupakan alumni program PKW Rias Pengantin Tradisional Sunda Siger yang diselenggarakan oleh PKBM Mutiara Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat. Rama yang berasal dari keluarga sederhana kini sukses mengelola usaha jasa rias pengantin Wiresna Wedding Gallery di Desa Citali, Kecamatan Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat.
Pelestari Budaya
Jika merujuk data pada buku Profil Pendidikan Vokasi Tahun 2021, tata kecantikan, termasuk di dalamnya tata rias pengantin, masuk dalam 10 besar bidang keahlian/keterampilan yang paling banyak diminati oleh peserta kursus dan pelatihan.
Setiap tahunnya ada ratusan LKP yang menyelenggarakan program PKK dan PKW di bidang tata rias pengantin. Total jumlah peserta yang sudah dilatih sejak 2020 hingga 2022 untuk program PKK mencapai 15.259 peserta didik. Sementara itu, peserta program PKW bidang tata rias pengantin mencapai 6.535 sepanjang 2020 hingga 2022. Itu artinya setiap tahunnya ada ribuan usaha-usaha jasa riasan pengantin yang dibuka dari lulusan-lulusan program PKW tersebut.
Sementara itu, Direktur Kursus dan Pelatihan, Wartanto, mengatakan bahwa meskipun memiliki waktu belajar yang singkat, tetapi program PKK dan PKW cukup efektif untuk mempersiapkan tenaga kerja maupun calon-calon wirausahawan, salah satunya adalah wirausahawan di bidang tata rias pengantin.
“Melalui program PKW, khususnya PKW bidang tata rias pengantin ini akan mendorong semangat dan budaya berwirausaha di industri tata rias pengantin sehingga akan lahir para entreprenuer di bidang jasa rias pengantin ini,” kata Wartanto.
Wartanto menambahkan, lahirnya wirausahawan tersebut sangat penting. Hal tersebut mengingat bahwa pemerintah sedang menargetkan peningkatan persentase kewirausahaan menjadi 3,95 persen di 2024.
“Sebagai salah satu keterampilan, tata rias pengantin bisa menjadi bekal banyak orang untuk mandiri secara finansial dengan berwirausaha dan ini akan membantu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Wartanto.
Dalam kaitannya dengan bidang tata rias pengantin, Wartanto melihat bahwa sebagai sebuah profesi ataupun bidang usaha, seorang perias pengantin juga mengemban misi lainnya, yakni penerus budaya. “Seorang perias pengantin, baik itu tradisi maupun modifikasi, juga bisa dikatakan sebagai pelestari atau penguri-uri budaya,” kata Wartanto. (Nan/Cecep Somantri)