Kurikulum Merdeka Beri Kebebasan Siswa Memilih Materi Pembelajaran
Lombok Utara, Ditjen Vokasi – Kurikulum Merdeka sesungguhnya memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada peserta didik memilih materi pembelajaran. "Dengan Kurikulum Merdeka, proses pembelajaran akan lebih maksimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya," jelas Sekretaris Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Wartanto, saat kunjungan kerja terkait Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di Kabupaten Lombok Utara, NTB (4/8).
Di sisi lain, tambah Wartanto, guru bisa lebih leluasa memilih metode dan perangkat ajar dalam proses belajar mengajar. "Jadi, Kurikulum Merdeka bukan hanya memberikan kebebasan kepada peserta didik, tetapi juga gurunya,” ujarnya.
Dalam penerapan Kurikulum Merdeka, sekolah atau satuan pendidikan dapat menyesuaikan dengan kemampuan serta sarana prasarana sesuai kondisi sekolah. "Jadi, tidak memaksakan diri dengan mengadakan sarana prasarana mengada-ngada. Itu jelas tidak benar,” ujar Wartanto.
Sebab, tegas Wartanto, pemerintah sudah memberikan fasilitas yang memudahkan sekolah dan guru yang dapat menggunakan bahan-bahan yang tersedia dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM) maupun mengunduh panduan dan buku-buku teks yang tersedia di laman https://kurikulum.kemdikbud.go.id.
Implementasi Kurikulum Merdeka yang masih baru, tambah Wartanto, menyebabkan masih adanya sekolah atau guru yang belum begitu familiar. Oleh karena itu, sekolah bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
"Hanya saja, sekolah dituntut dapat menggunakan Kurikulum Mandiri ini sebisa mungkin. Tahun ini dan tahun depan (2023) belum wajib sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka. Tahun 2024 mendatang, baru sekolah harus mampu menerapkan Kurikulum Merdeka. Hal ini juga harus disesuaikan dengan kondisi sekokah dan kemampuan guru," ujar Wartanto.
Sementara itu, Kepala SDN 05 Gondang, Tarmizi, menyatakan bahwa sekolahnya siap melaksanakan Kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, sejak awal pihaknya mendaftar untuk menjadi salah satu sekolah yang ingin menerapkan IKM.
"Jadi, niat kami sudah bulat ingin menerapkan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Oleh karena itu, kami sudah mendaftar di awal pengumuman sehingga tepat pada tahun ajaran baru ini sekolah sudah menerapkan IKM Mandiri Berubah," jelas Tarmizi.
Tarmizi mengaku, sekolahnya masuk menjadi salah satu dari 16 SD yang ikut IKM Mandiri Berubah. Sebelum tahun ajaran baru, sekolahnya sudah mengikuti workshop pengenalan IKM yang digelar Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Lombok Utara.
"Jadi, kami para sekolah dan guru-guru dari 16 SD di Lombok Utara sedikit banyak sudah dikenalkan dengan IKM. Memang saat ini baru diterapkan di kelas 1 dan kelas 4 dulu. Pertama, kelas satu peserta didiknya belum mengenal metode pelajaran dan bahan ajar. Sementara kelas 4 sudah pernah mendapat Kurikulum 2013 (K-13). Dengan begitu, ada dua perbedaan pengalaman, baik guru maupun peserta didiknya," jelas Tarmizi.
Diakui Tarmizi, di sekolah selama ini sudah ada LCD dari dana BOS tahun-tahun sebelumnya yang belum digunakan secara maksimal. “Dengan IKM ini, kami manfaatkan optimal. Tiap kelas kita pasang LCD, khususnya di kelas 1 dan 4 yang menerapkan IKM. Selain itu, untuk memperlancar tugas guru, sekolah juga memasang internet,” tuturnya.
Dengan begitu, guru dapat mudah mengakses platform yang diberikan Kemendikbudristek sehingga mudah mendapat bahan ajar yang akan didiskusikan kepada peserta didik. Di sisi lain, peserta didik juga diberikan materi-materi yang terdapat dalam IKM sehingga peserta didik sudah tahu dan guru hanya fasilitator.
Sementara itu, pada tataran pelaksana di lapangan, guru menjadi ujung tombak penerapkan IKM. Salah satunya adalah Husnul Mariati. Guru SDN 05 Gondang yang mengajar sejak Januari 2022 ini mengaku ada perbedaan antara Kurikulum 2013 (K-13) dengan Kurikulum Merdeka.
"Sebenarnya, perbedaannya sedikit antara K-13 dengan Kurikulum Merdeka. Kalau Kurikulum K-13 sesuai dengan tema, sedangkan Kurikulum Merdeka tema disesuaikan dengan kondisi," jelas Husnul, yang pada semester ini mengajar kelas 4.
Menurut Husnul, ketika menggunakan K-13, saat guru memulai mengajar, peserta didik bertanya tema pembelajaran. "Nah, sekarang mereka bisa menentukan mau belajar apa, guru hanya fasilitator,” terangnya.
Lebih lanjut Husnul mengatakan, Kurikulum 2013 dirancang berdasarkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan, sedangkan Kurikulum Merdeka menambahkan pengembangan Profil Pelajar Pancasila.
"Selain itu, jam pelajaran (JP) pada Kurikulum 2013 diatur per minggu, sedangkan Kurikulum Merdeka menerapkan jam pelajaran per tahun," jelas Husnul.
Untuk alokasi waktu pembelajaran, ujar Husnul, pada Kurikulum Merdeka lebih fleksibel daripada Kurikulum 2013 yang melakukan pembelajaran rutin per minggu dengan mengutamakan kegiatan di kelas.
Husnul menambahkan, Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku, sedangkan Kurikulum Merdeka lebih mengutamakan proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila, kegiatan intrakurikuler, dan ekstrakurikuler. (Diksi/Mya/AP/NA)