Kunci Keberhasilan Hadapi Perubahan!
Jakarta, Ditjen Diksi – Menghadapi era global, dunia pendidikan mulai dihadapkan dengan tantangan-tantangan baru. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam upaya melakukan perbaikan-perbaikan agar lulusan yang dihasilkan mampu bersaing global. Mengahadapi perubahan tersebut, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yakni transformasi manajemen serta mengenali betul perubahan teknologi yang sedang berkembang.
“Hal penting yang perlu diperhatikan pertama adalah manajemennya harus berubah. Kalau kita belajar manajemen, ada manajemen proyek, manajemen marketing, manajemen produk, dan tidak berada di dalam kotak atau boundary management,” ujar Rhenald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pada webinar “New Teaching Factory 2021” (19/5).
Kepala sekolah, menurut Rhenald, harus mulai berpikir ke luar kotak (out of the box). Di samping itu, yang menjadi penting juga adalah bagaimana kepala sekolah dapat membangun peserta didik menjadi generasi yang useful, bukan malah menjadi generasi yang useless.
Selain itu, Rhenald juga menegaskan bahwa hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah perkembangan teknologi. Contohnya, apabila dulu ketika membuat produk kita harus memasarkan sendiri, sekarang sudah banyak platform yang hadir dan membantu memasarkan produk kita.
Akan tetapi, tidak hanya berhenti sampai di situ. Pasalnya, perlu ada story telling dari produk yang dibuat sehingga memiliki value tersendiri untuk dapat bersaing pasar dengan produk kompetitor lainnya.
Dengan melakukan boundary management, maka dapat menjadi salah satu cara menghadapi perubahan agar tetap bisa sukses di masa depan. Berpikir ke luar kotak yang menjadi batasan-batasan dan merdeka seperti tagline pendidikan masa kini, yakni Merdeka Belajar.
7 Kunci Keberhasilan
Munculnya berbagai perubahan situasi, mau tidak mau membuat kita perlu untuk turut melakukan transformasi serta mengikuti tren yang ada. Karenanya, Rhenald menjelaskan tujuh kunci keberhasilan menghadapi perubahan.
Pertama, kenali perubahan selera masyarakat. “Bagaimana men-develop program yang pertama adalah kenali betul selera masyarakat. Karena selera masyarakat ini berubah, celaka kalau kita tidak memahami selera masyarakat,” tutur Rhenald.
Dengan mengenali selera masyarakat, tentunya kita dapat menentukan produk yang sedang menjadi tren diikuti. Sehingga, produktivitas tetap berjalan dan tidak terhenti.
Kedua, kenali betul teknologi yang berkembang. Perkembangan teknologi menjadi salah satu hal yang vital untuk dikenali betul-betul. Karena beberapa teknologi saat ini, pada kenyataannya bahkan mampu menggeser peran-peran manusia. Maka dari itu, perlu dipikirkan bagaimana dapat melahirkan lulusan yang terancam useless ini menjadi useful.
Ketiga, buat simulasi dan lakukan inovasi. Rhenald memberikan contoh simulasi dan inovasi ini dari usaha tempe hasil urban farming yang digelutinya. Sebelum tempe tersebut dipasarkan di sebuah market besar, Rhenald terlebih dahulu membuat sample tempe yang dibagikan sebagai bentuk simulasi agar produknya dikenal masyarakat.
Keempat, lakukan sensing atau melibatkan respons terhadap produk yang dihasilkan. Usai melakukan simulasi, yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah melihat bagaimana respons target market terhadap produk yang dihasilkan. Respons tersebut dapat menjadi sebuah masukan dan keuntungan bagi pengembang produk dalam meneruskan produksinya.
Kelima, mulai dari yang sederhana dan mudah, lalu perbaiki. “Tidak ada yang langsung bagus, tidak ada yang langsung hebat, berproses saja, lakukan saja,” kata Rhenald.
Menurut Rhenald, segala sesuatu bicara pada proses. Setiap produk yang bagus lahir dari produk-produk jelek sebelumnya. Karena, setiap kesalahan dan kegagalan adalah salah satu jalan menuju keberhasilan, asalkan tetap terus belajar, mengamati, dan memperbaiki.
Keenam, mobilisasikan dan jangan menunggu. Produk yang telah dihasilkan atau usaha yang telah dibangun, perlu untuk terus melakukan mobilisasi. Hal itu menjadi upaya untuk menarik target pasar, terus bergerak, dan memobilisasikan produk jauh lebih baik daripada harus menunggu.
Ketujuh, gunakan ekosistem yang ada. “Di daerah kita itu banyak sekali resources. Semua dinas di pemda itu punya alat-alat, lakukan kerja sama, harus mobilisasi, dan gunakan ekosistem yang ada,” tegas Rhenald.
Selain mengenali tujuh kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan tersebut, diharapkan juga SMK dapat berkolaborasi dengan pemda setempat dalam melakukan produksi. Apabila ditemukan kekurangan alat produksi, maka kolaborasi ini menjadi salah satu solusi dalam mengatasi hal tersebut. (Diksi/Tan/AP/KR)