Kolaborasi Dosen dan Mahasiswa Polimedia Jakarta Hasilkan Kreasi Fesyen dari Limbah Masker

Kolaborasi Dosen dan Mahasiswa Polimedia Jakarta Hasilkan Kreasi Fesyen dari Limbah Masker

Tangerang, Ditjen Vokasi - Kolaborasi menghasilkan inovasi, itulah yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia), Jakarta. Dengan memanfaatkan limbah masker, Nursyahbani Setia Dewi dan dosen pembimbingnya berhasil merancang kreasi fesyen dari limbah masker bekas. 


Tidak hanya baju, kreasi  fesyen dosen dan mahasiswa melalui program Merdeka Belajar ini juga menghasilkan aneka aksesoris, seperti anting, kalung, dan sebagainya. Sebagai hasil pembelajaran, inovasi baju dari limbah masker ini pun berhasil mencuri perhatian di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2023 yang berlangsung di ICE BSD, Tangerang, Banten pekan lalu. 


Saat ditemui saat pameran di TEI 2023, Nursyahbani Setia Dewi mengatakan bahwa ide pembuatan busana dari limbah masker bekas ini bermula dari banyaknya limbah masker pascapandemi Covid-19. Menurutnya, meskipun sudah tidak lagi pandemi, masyarakat saat ini banyak yang mengenakan masker untuk keseharian mereka. Kondisi tersebut menyebabkan limbah masker yang cukup banyak di masyarakat.


“Dari sinilah kami mencoba berinovasi dengan memanfaatkan limbah masker yang selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Bani, sapaan Nursyahbani Setia Dewi. 


Menurut Bani, semua jenis masker bisa digunakan untuk membuat busana. Bahkan, semua bagian dari masker tersebut bisa dimanfaatkan, seperti bagian tali hingga besi pengait pada masker juga bisa dimanfaatkan.


“Besi kawat pengaitnya bisa untuk membuat kerajinan tangan seperti kalung, anting dan lain-lain. Sementara tali masker itu bisa dirajut menjadi tas atau sarung botol,” tambah Bani yang merupakan mahasiswa Jurusan Desain Mode, Polimedia ini.


Proses pembuatan baju dari limbah masker ini sendiri harus melalui sejumlah tahapan. Awalnya, limbah masker harus melalui tahap sterilisasi untuk kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari 


“Proses sterilisasi dan pengeringan ini biasanya memakan waktu sekitar satu minggu,” kata Bani. 


Setelah benar-benar kering dan steril, bagian-bagian masker kemudian dipisahkan, seperti tali ataupun besi kawat besi pengaitnya. 


“Jadi, bahan yang digunakan itu hanya bagian kain maskernya saja,” kata Bani menambahkan.


Bahan masker kemudian dihancurkan dengan mesin ekstruder.  Masker yang sudah dihancurkan hingga berbentuk serbuk atau bubuk ini kemudian di tata di atas aluminium foil yang kemudian dipres dengan mesin pres. 


“Mengapa harus menggunakan aluminium foil? Adalah agar bisa menghantarkan panas sehingga bentuk akhir yang kita dapatkan adalah benar-benar berupa lembaran kain yang siap digunakan,” kata Bani. 


Limbah masker yang sudah diolah dan kini menjadi bentuk lembaran tersebut kemudian digunting atau dipotong sesuai dengan pola yang diinginkan. Potongan inilah yang kemudian ditempelkan pada busana sebagai pola atau motif pada baju.  


“Proses penempelannya juga harus dilakukan dengan mesin pengepresan agar benar-benar bisa menempel,” Bani menambahkan.


Masih menurut Bani, untuk membuat baju, limbah masker yang digunakan tidak terlalu banyak. Pasalnya penggunaan limbah masker ini masih lebih pada pemanfaatan untuk membuat motif pada busana saja. 


“Untuk sementara kami hanya bisa menerima pesanan saja. Jadi, kalau ada yang pesan baru akan dibuatkan,” ujar Bani. (Nan/Cecep)