Kiprah Triwik Wahyuni, Alumni AKN Seni dan Budaya Yogyakarta Penggerak Seni Budaya di Desa Budaya

Kiprah Triwik Wahyuni, Alumni AKN Seni dan Budaya Yogyakarta Penggerak Seni Budaya di Desa Budaya

Yogyakarta, Ditjen Vokasi – Akademi Komunitas Negeri (AKN) Seni dan Budaya Yogyakarta sejak awal berdiri bertujuan untuk melahirkan lulusan-lulusan yang mampu mengembangkan seni budaya berbasis lokal, salah satunya dengan menjadi pendamping desa budaya. 


Sepanjang tahun 2022 lalu saja, setidaknya ada 41 mahasiswa lulusan AKN Seni dan Budaya Yogyakarta tercatat berhasil terpilih menjadi pendamping desa budaya. Para alumni AKN Seni dan Budaya Yogyakarta tersebut berkiprah di desa-desa budaya yang ada di Yogyakarta.


Mereka tidak hanya mengajarkan kompetensi seni yang dipelajari di kampus kepada warga, tetapi juga turut mengembangkan dan menggali potensi serta menggerakkan warga dengan kemampuan leadership dan manajerial mereka. Bersama warga, para alumni bahu-membahu menggerakkan berbagai potensi-potensi budaya yang ada di setiap desa budaya yang didampingi. 


Sebagai informasi, pendamping desa budaya bertujuan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dengan dibantu oleh pendamping desa budaya diharapkan pembangunan kebudayaan mencapai hasil yang optimal karena para pendamping mempunyai kedudukan yang strategis yaitu dekat dengan masyarakat. 


Triwik Wahyuni menjadi salah satu contoh nyata kiprah alumni AKN seni dan Budaya Yogyakarta dalam mengembangkan budaya dengan menjadi pendamping desa budaya di Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Triwik merupakan alumni AKN Seni dan Budaya Yogyakarta tahun 2021. 


“Salah satu tugas pendamping adalah menggerakkan dan mengaktifkan serta menggali potensi kebudayaan di desa tersebut dalam hal ini adalah Kalurahan Giring yang memang menjadi desa dampingan saya,” kata Triwik beberapa waktu lalu. 


Dalam kesehariannya sebagai pendamping desa budaya, Triwik bertugas membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah kalurahan. Ia mencoba berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengaktifkan kembali kegiatan kesenian, seperti pementasan wayang wong, ketoprak, wayang kulit, melatih tari, dan sebagainya. 


Uniknya, tidak hanya bidang seni yang kembali dihidupkan oleh Triwik, sebagai pendamping desa budaya, ia juga mengaktifkan kembali kegiatan bidang kuliner tradisional, seperti jamu, tiwul, dan berbagai olahan asli desa setempat. 


“Kami juga mengaktifkan kembali tradisi-tradisi yang pernah ada, seperti Merti Desa, Babad Dalan, upacara adat, serta melestarikan mengarak pusaka saat panen padi sebagai wujud syukur, dan sebagainya,” terang alumni Prodi Tari tersebut. 


Beberapa waktu lalu, Triwik bahkan sukses menggelar Babad Dalan. Babad Dalan sendiri merupakan sebuah upacara adat Sadranan Ki Ageng Giring. Upacara adat ini dilaksanakan dengan cara mengarak pusaka, yaitu Song-song Songgobuono, Tombak Kyai Udan Arum, dan Song-Song Tunggul Nogo dari rumah lurah menuju situs Tapak Dalem Ki Ageng Giring. 


Prosesi Babad Dalam ini biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun dan dirayakan saat hari Jumat Kliwon. Kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh warga masyarakat yang terdiri atas 9 padukuhan. Pada tahun 2023, rangkaian upacara adat Babad Dalam sendiri berlangsung pada sejak Senin (5-03-2023) dan puncaknya pada Jumat Kliwon yang bertepatan pada Jumat (10-03-2023).


Menurut Triwik, acara yang baru pertama kali dilaksanakan pasca pandemi ini terbilang sukses. Antusias masyarakat Giring dan sekitarnya sangat luar biasa. Warga bersemangat mengikuti pawai arak-arakan pusaka sepanjang 2 kilometer meskipun di bawah terik matahari. Pada acara puncak, warga juga antusias menyebar oneng-oneng atau beras, dan uang logam, serta saling rebutan gunungan yang berisi palawija dan padi.


Keberhasilan Triwik sebagai pendamping desa budaya, tidak hanya dapat dilihat dari hidupnya berbagai adat dan budaya di Kalurahan Giring, kalurahan ini juga terpilih sebagai juara dua se-Kabupaten Gunungkidul. Kalurahan Giring juga berhasil masuk nominasi juara 5 besar pada lomba gelar potensi desa budaya mandiri tingkat DIY.


Direktur AKN Seni dan Budaya Yogyakarta, Supadma, mengungkapkan bahwa salah satu indikasi keberhasilan AKN Seni dan Budaya Yogyakarta memang dilihat dari keberhasilan para alumninya dalam menularkan semangat dan pemajuan seni budaya, khususnya seni dan budaya Yogyakarta. 


Menurut Supadma, sebagai pendamping desa budaya, alumninya tidak cukup hanya mengandalkan kemampuannya menari, memainkan gamelan ataupun menatah wayang semata. Akan tetapi, mereka juga dituntut untuk mengerahkan kemampuan leadership dan manajerial untuk mengawal masyarakat di desa budaya agar optimal dalam mengembangkan potensi kebudayaannya.


“Ini tentunya merupakan sebuah tantangan di mana potensi kebudayaan yang dikembangkan dapat menunjang bidang yang lainnya seperti ekonomi dan pariwisata,” kata Supadma.


Berdasarkan Keputusan Gubernur DIY Nomor 262/KEP/2016 tanggal 2 Desember 2016 tentang Penetapan Desa Kelurahan Budaya, setidaknya ada 56 desa budaya yang tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta. (AKN Seni dan Budaya Yogyakarta/Nan/Cecep Somantri)