Jeli Melihat Peluang, Mahasiswa PPNS Sukses Merintis Usaha Budi Daya Lobster

Jeli Melihat Peluang, Mahasiswa PPNS Sukses Merintis Usaha Budi Daya Lobster

Surabaya, Ditjen Vokasi - Mahasiswa vokasi diharapkan tidak hanya mencari pekerjaan dan sekadar menjadi pekerja di institusi atau perusahaan usai lulus dari perguruan tinggi vokasi. Dengan perkembangan zaman dan teknologi serta bekal kompetensi yang dimiliki, mereka diharapkan bisa menjadi pembuka lapangan pekerjaan dengan berani berwirausaha. 


Salah satunya adalah seperti yang dilakoni oleh M. Ray Albani Subait Hayato atau biasa disapa Rere. Mahasiswa Jurusan Teknik Bangunan Kapal, Program Studi Manajemen Bisnis, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) ini berani dan berhasil membuktikan bahwa budi daya lobster atau ikan hias di kota besar seperti di Surabaya juga bisa berhasil dan memiliki potensi yang besar. Terlebih dukungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Wirausaha Merdeka membantu Rere untuk bisa mengoptimalkan usahanya. 


“Dari program Wirausaha Merdeka, saya mendapatkan ilmu bagaimana meningkatkan dan memperkenalkan usaha saya secara lebih luas,” kata Rere beberapa waktu lalu.




Usaha budi daya lobster air tawar yang dilakoni Rere sudah mulai dirintis sejak tahun 2021 lalu. Awalnya Rere sebenarnya membudidayakan ikan guppy, yakni salah satu jenis ikan hias. 


“Jadi, lobster ini sebenarnya pengembangan dari usaha yang sudah ada,” kata Rere menambahkan. 


Usaha budi daya lobster dilakukan Rere dengan memanfaatkan lahan kecil di sebuah rumah kos-kosan di daerah Dupak, Surabaya. Rere membuat kolam-kolam dari terpal sebagai tempat budi daya.

 

 Untuk menghasilkan lobster dengan kualitas baik, Rere berinovasi dengan membuat filter penyaring air. Jika biasanya wadah filter berisi kapas untuk menyaring kotoran, Rere berinovasi dengan menggunakan  batu karang, cangkang kerang, dan andesit yang ternyata lebih efektif untuk menyaring kotoran dan menjaga kualitas air untuk keperluan budi daya.


Inovasinya tersebut membuat lobster yang dihasilkan memiliki warna biru yang tajam dan warna merah di bagian capitnya yang menunjukkan kualitas air yang baik. Jika kualitas airnya kotor, biasanya lobster akan terkena kutu atau beragam penyakit pada kulit cangkangnya. 


Dari budi daya di tempat dan kolam sederhana tersebut, Rere bisa menghasilkan ribuan ekor benih setiap bulannya. Benih-benih lobster tersebut dipasarkan hingga Jawa Barat dan Bali. Pembelinya sebagian besar adalah petani lobster. 


“Untuk restoran atau rumah makan, masih belum bisa memenuhi karena area budi daya yang sempit. Apalagi restoran membutuhkan jumlah yang cukup banyak,” kata Rere.


Melalui usaha itu, Rere dapat mandiri dan mampu menghasilkan pemasukan. Setiap bulannya ia bisa mengantongi jutaan rupiah dari hasil budidayanya. Kedepannya, Rere yang tengah menyelesaikan tugas akhir ini juga berharap dapat mengembangkan usahanya agar bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. (Nan/Cecep)