Jadi Harapan Penyandang Disabilitas, Pendidikan Vokasi Didorong Lebih Inklusif
Jakarta, Ditjen Vokasi - Pendidikan kejuruan atau vokasional dinilai menjadi jenjang pendidikan yang paling cocok bagi penyandang disabilitas. Untuk itulah penyelenggaraan pendidikan vokasi pun terus didorong untuk bisa menghadirkan layanan pendidikan berkualitas dan inklusif.
Dengan karakter atau ciri khas pendidikan vokasi yang memberikan porsi lebih pada pembelajaran berbasis praktik dibanding akademik, membuat model pendidikan vokasi dinilai paling cocok bagi penyandang disabilitas. Bobot besar pada praktik membuat penyandang disabilitas lebih dapat menggali dan mengembangkan bakat serta potensi yang ada pada diri mereka yang dapat digunakan sebagai bekal untuk masuk ke dunia kerja.
Praktik baik pendidikan vokasi dalam mengembangkan bakat dan potensi siswa disabilitas salah satunya dapat dilihat dari SMKN 2 Kasihan, Bantul, D.I. Yogyakarta. Sekolah kejuruan bidang musik klasik satu-satunya di Indonesia ini dinilai mampu menciptakan ekosistem pendidikan inklusi yang dapat memfasilitasi semua siswa dengan berbagai latar belakang, termasuk siswa disabilitas. Salah satunya Putri Ariani, finalis America’s Got Talent 2023.
Tak hanya Putri, SMKN 2 Kasihan juga mengajari beberapa siswa tunanetra lainnya, termasuk siswi autis. Salah satu siswa autisnya bahkan kini sudah lulus dan melanjutkan kuliah di salah satu universitas negeri di Yogyakarta.
Pendiri Wahana Inklusif Indonesia, Tolhas Damanik, dalam diskusi di ASEAN Youth Forum (AYF), Rabu (25-10-2023) mengatakan bahwa pendidikan vokasi pada dasarnya menjadi pilihan yang paling ideal bagi penyandang disabilitas untuk mengembangkan kompetensi dan bakat mereka.
“Karena pendidikan vokasi lebih banyak praktik dibandingkan dengan teori sehingga lebih relevan bagi penyandang disabilitas,” kata Tolhas.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, para penyandang disabilitas masih dihadapkan pada sejumlah permasalah. Salah satunya adalah terkait dengan sertifikasi terhadap kompetensi yang dimiliki oleh para penyandang disabilitas.
Menurut Tolhas, selama ini belum ada lembaga yang dapat memberikan sertifikasi bagi penyandang disabilitas.
“Padahal kepemilikan sertifikat kompetensi tersebut membantu para siswa untuk bisa mengakses lapangan kerja yang lebih mudah,” ujar Tolhas.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Bidang Kerja sama dan Humas, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Cecep Somantri, menyebutkan bahwa pendidikan vokasi pada setiap jenjangnya baik, SMK maupun perguruan tinggi vokasi, terus berupaya memberikan kesempatan yang sama bagi semua kalangan untuk mengembangkan diri, termasuk untuk penyandang disabilitas.
“Kami terus berupaya menghadirkan layanan pendidikan vokasi yang inklusif di setiap jenjangnya, baik SMK maupun politeknik,” kata Cecep.
Di politeknik, lanjut Cecep, praktik baik dari layanan pendidikan inklusi dapat dilihat dari program khusus penyandang disabilitas yang dilaksanakan oleh Politeknik Negeri Jakarta. Kampus yang terletak di Depok, Jawa Barat ini membuka Program Pendidikan Manajemen Pemasaran untuk warga negara berkebutuhan khusus (WNBK) sejak tahun 2013 lalu.
Penguatan inklusivitas oleh pendidikan vokasi juga dibuktikan dengan kolaborasi satuan pendidikan vokasi dengan mitra strategis, seperti kolaborasi antara Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dengan Yayasan Pendidikan Anak Cacat dalam merancang alat rangsang fungsi saraf untuk pasien paralisis tangan.
Tidak hanya memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk mengembangkan potensi mereka, perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi vokasi juga diwajibkan memiliki satuan tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasaan Seksual (PPKS) yang didalamnya tidak hanya menangani terkait kekerasan seksual semata tetapi juga berbagai tindak kekerasan lainnya termasuk perundungan. (Nan/Cecep)