Inovasi Dosen Sekolah Vokasi Undip Hadirkan Teh Hijau Bebas Kafein
Semarang, Ditjen Vokasi - Dosen Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (Undip), Vita Paramita, berhasil mengembangkan inovasi teh hijau bebas kafein. Inovasi tersebut meraih “Apresiasi Program Direktorat Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi”, dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Vita Paramita mengatakan bahwa inovasi produksi teh hijau bebas kafein tersebut merupakan riset hilirisasi yang dikembangkan bersama sejumlah tim peneliti lainnya, yakni Mohamad Endy Yulianto, Prof. Eflita Yohana, Indah Hartati, Dadan Rohdiana, Didik Ariwibowo, dan Sutrisno dengan skema Penelitian Pengembangan Unggulan Perguruan Tinggi (PPUPT) yang didanai oleh Kemendikbudristek. TKT (Tingkat Kesiapan Teknologi) pada penelitian tersebut sudah di 7 – 8 artinya riset ini telah teruji dan siap diaplikasikan.
“Saat ini sudah diimplementasikan di mitra industri teh hijau PPTK (Pusat Penelitian Teh dan Kina) Gambung, Bandung, Jawa Barat dan siap diproduksi secara masal,” kata Vita.
Lebih lanjut, Vita mengatakan bahwa penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh teh hijau yang mengandung senyawa polifenol, seperti catechin, epicatechin, epigallocatechin, epicatechin gallate, epigallocatechin gallat, dan asam gallat yang memiliki aktivitas anti kanker, mencegah penyakit kardiovaskular, obesitas dan penyakit degeneratif lainnya.
Keluasan spektrum aktivitas farmakologi polifenol teh hijau mendorong proses inkorporasinya pada berbagai produk pangan, seperti bakery, biskuit, donat, cookies, bakpia, puding, bakpao, es krim, keju dan pangan fungsional lainnya.
Akan tetapi, kata Vita, industri pangan mensyaratkan inkorporasi bubuk teh hijau bebas kafein memiliki efek kesehatan sangat tinggi. Oleh karenanya, dibutuhkan proses untuk menyingkirkan kafein dari bubuk teh hijau melalui proses blanching yang bertujuan menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan hidroperoksidase serta mengekstrak kafein.
Inkorporasi bubuk teh hijau untuk produk pangan dan nutrasetikal dibatasi oleh rasa pahit polifenol dan polimerisasinya pada temperatur tinggi dengan pH basa yang berdampak pada turunnya aktivitas polifenol.
“Untuk itu, perlu diterapkan produksi bubuk bioaktif dengan teknik enkapsulasi polifenol menggunakan biopolimer liposom yang mampu melindungi senyawa bioaktif terhadap tahanan kimia dan fisik, meningkatkan bioavailabilitas, memberikan produk dengan kestabilan tinggi, dan memberikan peluang pengontrolan pelepasan senyawa inti material pada target tujuan,” jelas Vita.
Vita menambahkan bahwa liposom merupakan surfaktan bermolekul kecil dan terdiri dari fosfolipid amfifilik yang efektif untuk fabrikasi nanoemulsi. Liposom juga telah banyak diterapkan sebagai bahan enkapsulasi obat-obatan dan nutrisi gizi dikarenakan stabilitas dan keamanannya dalam aplikasi untuk makanan dan obat-obatan.
Tim saat ini telah bekerjasama dengan industri teh hijau Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung di Bandung Selatan dan berbagai industri-industri teh hijau untuk pengembangan produk komersial bubuk teh hijau bebas kafein. Komersialisasi nano polifenol akan memiliki potensi yang tinggi mengingat nilai pasar global produk material nano dan produk inkorporasinya diperkirakan akan meningkat hingga 50%.
“Dengan demikian hasil riset komersial ini bisa bermanfaat untuk masyarakat yang mengkonsumsi makanan atau minuman substitusi sebagai imbangan diet kaya lemak dan kolesterol,” ujar Vita. (Vokasi Undip/Nan/Cecep)