Ciptakan Pembelajaran Lebih Menyenangkan, IKM Asah Kreativitas dan Kompetensi Siswa
Bogor, Ditjen Vokasi – Kurikulum
Merdeka memberikan keleluasaan bagi sekolah dan guru untuk merancang metode dan
materi pembelajaran. Dengan memusatkan pembelajaran pada siswa, Kurikulum
Merdeka juga mendorong siswa mengasah kreativitas dan potensinya. Para siswa
juga lebih senang dalam belajar.
Guru dan siswa di SMKN 1 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat mengaku antusias menerapkan Kurikulum Merdeka selama setahun terakhir. Di
sekolah ini, Kurikulum Merdeka mulai diterapkan pada siswa kelas X dengan pilihan
pada Mandiri Berubah. Metode dan materi-materi pembelajaran yang diberikan
disesuaikan dengan konteks kekinian dan kebutuhan siswa.
"Senang karena kita belajar dan mendalami hal yang
benar-benar kami sukai," kata siswa kelas X, Jurusan Rekayasa Perangkat
Lunak, SMKN 1 Cibinong, Muhammad Bintang Akbar, Selasa (16/5/2023).
Saat ditemui, Bintang sedang belajar tentang dasar-dasar
pembuatan gim (games). Pengajarnya adalah salah satu alumni SMKN 1 Cibinong
yang kini menjadi mitra industri sekolah dan tergabung dalam perusahaan yang
bernama PT Clevio. "Nanti proyek akhirnya membuat games,” ujar
Bintang antusias.
Sejak awal, Bintang memang tertarik dengan dunia gim. Ia
juga senang dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) karena membuatnya
menjadi lebih bisa mengeksplorasi minatnya.
Guru sekaligus Ketua Kurikulum (Kurkum) RPL, Yuli Dianah, mengatakan bahwa tidak hanya siswa yang senang dengan IKM, guru juga sangat terbantu dengan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini berorientasi kepada murid sehingga membuat guru lebih fleksibel dalam memodifikasi kurikulum serta materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.
“Materi-materi yang kami ajarkan benar-benar materi
esensial yang disenangi oleh siswa sehingga anak-anak memang menjadi lebih
termotivasi dan senang dalam belajar,” terang Yuli.
Fleksibilitas dalam memilih materi, lanjut Yuli membuat ia
selalu berupaya menyesuaikan materi yang diajarkan dengan kebutuhan siswa serta
perkembangan zaman. Misalnya, pada materi tentang mikrokontroler dan algoritma.
Kedua materi tersebut merupakan bagian dari Dasar Kompetensi Keahlian (DKK)
yang harus dikuasai siswa di kelas X.
Akan tetapi, Yuli tidak mengajarkan langsung materi tentang
algoritma maupun mikrokontroler tersebut, melainkan justru memilih untuk berkolaborasi
bersama industri mengajarkan dasar-dasar pembuatan gim. Praktiknya, para siswa
terjun langsung mengerjakan praktik-praktik algoritma dengan cara yang
menyenangkan. “Nanti ending-nya, anak kelas X membuat games sederhana,”
tambahnya.
Lebih lanjut Yuli mengatakan bahwa dengan membuat games,
anak-anak menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Pembelajaran juga lebih
menyenang dan anak-anak menjadi lebih kreatif dalam mengeksplorasi bakat dan
potensi mereka. “Terpenting anak-anak senang dan termotivasi,” tutur Yuli
sambil menunjukkan kelas yang selalu penuh. (Teguh Susanto)