Bantu Petani Kopi, SMKN 3 Singaraja Produksi Mesin Pengupas Kulit Kopi

Bantu Petani Kopi, SMKN 3 Singaraja Produksi Mesin Pengupas Kulit Kopi

Singaraja, Ditjen Vokasi - Salah satu indikator keberhasilan sebuah SMK dapat dilihat dari keberadaan teaching factory (Tefa) dengan produk unggulannya. Salah satunya adalah seperti Tefa SMKN 3 Singaraja, Bali yang berhasil membuat aneka produk unggulan yang sudah dijual ke masyarakat. Salah satu produk terbaru adalah mesin pengupas kulit kopi. Mesin pengupas kulit kopi ini bahkan sudah dipasarkan hingga ke luar Bali untuk membantu para petani kopi maupun industri kecil dan menengah (IKM) olahan kopi di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).


Proses pemisahan kulit dari biji kopi merupakan tahap awal dari pengolahan buah kopi pasca panen sebelum biji kopi dikeringkan. Sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia, para petani kopi maupun IKM olahan kopi di Indonesia tentu sangat membutuhkan keberadaan alat pengupas kulit kopi ini untuk membantu memudahkan proses tersebut.


Kebutuhan akan mesin pengupas kulit kopi juga semakin dirasakan mengingat produksi kopi Indonesia yang cukup tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2020, produksi kopi Indonesia mencapai 762 ribu ton, di mana sekitar 99,33 persennya berasal dari perkebunan rakyat.  Sementara itu, jumlah unit usaha IKM olah kopi di Indonesia hingga tahun 2019 saja sudah ada sekitar 1.204 unit.


Keberadaan alat dapat membantu IKM olah kopi dan para petani kopi  untuk menghemat waktu dan tenaga sehingga pengolahan kopi menjadi lebih efisien. Hal tersebut sebagaimana dirasakan oleh Edi, salah satu petani kopi di Pulau Bali.


Menurut Edi, para petani biasanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk memisahkan 1 kilogram biji kopi dari kulitnya sampai benar-benar bersih. Akan tetapi, setelah adanya mesin pengupas kulit kopi buatan SMKN 3 Singaraja, proses pemisahan kulit dan biji kopi ini menjadi lebih singkat, yakni hanya lima menit saja. 


“Jadi, benar-benar memangkas waktu dan tenaga serta hasilnya juga lebih banyak. Kami jadi lebih produktif dan bisa memenuhi permintaan pasar,” ucap Edi.

 

Selain bisa memenuhi permintaan pasar, bagi petani alat ini dapat membantu meningkatkan nilai jual kopi karena mereka tidak lagi menjual buah kopi segar yang harganya lebih murah jika dibanding dengan biji kopi yang sudah dikupas dan dikeringkan.


Praktik Baik SMK PK SPD


Kepala SMKN 3 Singaraja, I Ketut Bawa, mengatakan bahwa produksi mesin pengupas kulit kopi tidak lepas dari praktik baik program SMK Pusat Keunggulan Skema Pemadanan Dukungan (SMK PK SPD) bidang keahlian di bidang teknik mesin yang ada di SMKN 3 Singaraja. Hingga saat ini sudah dihasilkan sekitar 15 mesin pengupas kulit kopi dari 56 unit yang ditargetkan. 


Menurut I Ketut Bawa, ide pembuatan mesin pengupas kulit kopi sendiri bermula dari kemitraan antara SMKN 3 Singaraja dengan salah satu bengkel di daerah Seririt, Buleleng, Bali yang saat itu sedang membuat pesanan mesin pengupas kulit kopi dalam jumlah yang banyak. Mesin-mesin pengupas kulit kopi tersebut rencananya akan didistribusikan ke NTB dan NTT. 


“Ketika kami sedang mempersiapkan diri untuk program SPD, kami mencari bengkel untuk kerja sama. Di Bali memang banyak bengkel-bengkel, kemudian kami menemukan salah satu bengkel di Seririt ini namanya bengkel Bubut Kawi 2,” kata I Ketut Bawa 


Saat itu, lanjut I Ketut Bawa, bengkel Bubut Kawi 2 sedang menerima pesanan mesin pengupas kulit kopi yang cukup banyak. Akan tetapi, bengkel tersebut terkendala keterbatasan pekerjaan yang membuat pesanan mesin pengupas kulit kopi tidak tersentuh. 


“Melalui program pemadanan (SMK PK SPD, red) pihak sekolah kemudian melakukan MoU dengan bengkel Bubut Kawi 2 untuk mengerjakan proyek pembuatan mesin pengupas kulit kopi,” kata I Ketut Bawa menambahkan. 


Sejumlah guru dari SMKN 3 Singaraja pun dikirim untuk belajar proses pembuatan mesin pengupas kulit kopi selama dua minggu. Setelah dirasa mampu, para guru ini kemudian mentransfer ilmu dan  mengajarkan hasil yang didapat di bengkel kepada siswa-siswanya. 


“Siswa kami latih sampai berhasil membuat mesin pengupas kulit kopi melalui kegiatan teaching factory. Target kami hingga Februari ini bisa menyelesaikan 15 mesin dari 56 unit yang sudah disepakati dalam  MoU. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jumlah produksinya akan terus bertambah karena memang pesanan mesin pengupas kulit kopi yang banyak dari masyarakat,” kata I Ketut Bawa. 


Masih menurut I Putu Bawa, setelah dilakukan supervisi oleh pihak bengkel, mesin-mesin yang telah dibuat oleh para siswa ini akan dipasarkan oleh Bengkel Bubut Kawi 2 ke wilayah NTT dan NTB. Harga setiap mesin pengupas kulit kopi ini berkisar antara Rp 6,5 juta. 


“Hasil dari mesin yang telah terjual kemudian dibagi hasil dengan industri yang memasarkan. Hasil yang diterima oleh sekolah kemudian dikelola oleh tim Unit Produksi dan Jasa (UPJ) SMKN 3 Singaraja,” kata I Putu Bawa. 


Terus Berkembang


Tidak hanya mesin pengupas kulit kopi, produk yang dihasilkan oleh Tefa Teknik Mesin SMKN 3 Singaraja ini sebenarnya sudah cukup banyak. Produk-produk tersebut di antaranya adalah mesin bubut spons yang berfungsi untuk membuat spons joran pancing, mesin gergaji circle (multipurpose) untuk membelah dan memotong bermacam-macam ukuran kayu, mesin pencacah sampah untuk mencacah sampah organik untuk dijadikan kompos (pupuk organik), dan sebagainya. 


Lebih lanjut, I Putu Bawa menjelaskan bahwa pengembangan model pembelajaran teaching factory dan pelibatan berbagai industri ini di SMKN 3 Singaraja sebenarnya sudah mulai berkembang sejak sekolah menyandang status sebagai SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) beberapa tahun lalu. 


Berbagai rangkaian dalam program SMK PK seperti penyelarasan kurikulum dengan industri, guru tamu, pendidikan karakter hingga bantuan sarana prasarana semakin membantu dalam peningkatan proses pelayanan pendidikan bagi siswa. 


Teaching factory kami juga terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Kami bisa memproduksi banyak produk karena sarana prasarana yang kami miliki sudah sekelas industri,” kata I Putu Bawa.


Dalam pelaksanaan program SMK PK, SMKN 3 Singaraja bermitra dengan berbagai industri, salah satunya adalah PT BBI di Pasuruan yang bergerak di bidang manufaktur. PT BBI ini merupakan salah satu industri yang terlibat dalam penyusunan kurikulum di SMKN 3 Singaraja. 


Kemitraan dengan berbagai industri tersebut juga membantu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) SMKN 3 Singaraja. Siswa dan tenaga pendidik SMKN 3 Singaraja mendapat kesempatan untuk magang sehingga para guru dapat terus meng-update ilmu mereka dengan perkembangan yang terjadi di industri. 


Lebih Terarah 


Senada dengan kepala sekolah, Ketua Program Teknik Mesin, Ketut Arnawa, mengungkapkan bahwa sejak dulu SMKN 3 Singaraja memang telah terbiasa mendidik siswa untuk pembuatan produk jadi dalam kegiatan belajarnya. Akan tetapi, saat itu pembelajaran tersebut belum ada aturan atau kebijakan yang baku. 


“Dengan adanya PK SPD yang di dalamnya ada kegiatan teaching factory menjadi memperkuat pembelajaran berbasis produk dan menjadi lebih terarah,” kata Arnawa. 


Selain itu, menurut Arnawa program SMK PK SPD ini menjadikan SMKN 3 Singaraja mendapat informasi terkait industri. Jurusan Teknik Mesin yang dahulu susah sekali untuk penambahan alat-alat belajar, kini sudah memiliki fasilitas yang semakin baik serupa fasilitas yang dimiliki industri. 


“Bahkan, banyak pihak industri yang mengungkapkan kalau SMKN 3 Singaraja menyerupai industri di dalam sekolah,” ujar Arnawa bangga. 


Keberadaan Tefa, lanjut Arnawa, juga membuat pengetahuan terkait budaya industri oleh para siswa juga meningkat. Para siswa pun menjadi lebih siap untuk terjun ke industri ataupun berwirausaha setelah mereka lulus. Bahkan, tidak jarang para siswa ini sudah dipesan atau direkrut oleh industri mitra. 


“Banyak industri yang datang ke SMKN 3 Singaraja untuk memberikan pekerjaan dan meminta lulusan kami,” kata Arnawa.


Sementara itu, salah satu siswa kelas XII, SMKN 3 Singaraja, Kadek Merta, mengungkapkan bahwa ia merasa sangat senang bisa belajar di SMKN 3 Singaraja. Keberadaan teaching factory membuatnya merasa lebih siap terjun ke industri setelah lulus nantinya.


“Peralatan lebih memadai, mempermudah belajar karena ada ruang smart class, dan ada proyek Tefa-nya jadi kami bisa tahu seperti apa dunia industri lebih dekat. Kami juga dituntut kreatif dalam mengembangkan produk dan ini sangat membantu saat kami ingin berwirausaha ataupun bekerja,” ungkap Merta. (Aya/Cecep Somantri)