Bantu Nelayan, 6 Srikandi Tangguh SMKN 3 Buduran Selesaikan Kapal Kayu Tradisional

Bantu Nelayan, 6 Srikandi Tangguh SMKN 3 Buduran Selesaikan Kapal Kayu Tradisional

Sidoarjo, Ditjen Vokasi – Benar kata orang-orang dahulu bahwa nenek moyang kita memang seorang pelaut. Kapal kayu menjadi alat akomodasi utama untuk berlayar. Mereka mengarungi samudra yang begitu luas guna berniaga, menangkap ikan, dan melakukan aktivitas lainnya. 

SMKN 3 Buduran merupakan SMK yang berfokus pada perkapalan. Di sini terdapat enam kompetensi keahlian yang berkaitan dengan kapal, seperti Jurusan Teknik Pengelasan Kapal, Jurusan Teknik Konstruksi Kapal Baja, Jurusan Teknik Desain Rancang Bangun Kapal, Jurusan Teknik Pemesinan Kapal, Jurusan Kelistrikan Kapal, dan Jurusan Interior Kapal.

Baru-baru ini siswa-siswi SMKN 3 Buduran telah membuat mahakarya kapal kayu tradisional. Kapal yang dibuat oleh siswa-siswi SMKN 3 Buduran ini merupakan pengembangan dari Kapal Gelati yang berasal dari Madura. Kapal ini didesain untuk kapal motor dengan model dekorasi mengikuti gaya Madura, di mana kapal-kapal Madura warnanya cantik-cantik. Bentuk lambung kapal mengikuti kapal kuno yang ditemukan di Punjulharjo, Rembang, di mana lambung kapal dibentuk melengkung. 

SMKN 3 Buduran bekerja sama dengan pemerintah setempat. Kapal yang telah selesai dibuat oleh SMKN 3 Buduran ini nantinya akan digunakan untuk membantu nelayan menangkap ikan.

Pengerjaan kapal ini memakan waktu sekitar enam bulan. Uniknya dalam pengerjaan kapal ini tidak hanya dilakukan oleh pelajar laki-laki saja, tetapi pelajar perempuan pun ikut turut andil dalam proses pembuatannya. 

Ada 6 (enam) siswi dari Jurusan Interior Kapal SMKN 3 Buduran yang ikut terjebur dari awal hingga akhir, antara lain Syafa Adelia Prodea, Feni Sukma Ayu, Rahma Dwi Aulia, Tri Ossa Nur Aini, Nur Afifah, dan  Rahma Tania. 

Mereka menceritakan bahwa awalnya pihak sekolah menawarkan kepada siswa-siswi yang ingin ikut andil dalam kegiatan tersebut. Keenam siswi ini pun memberanikan diri untuk terlibat meskipun mereka tahu ini adalah pekerjaan yang berat. Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki.

Masing-masing siswi ini memiliki alasan yang hampir sama yakni ingin menambah keterampilan, wawasan, mencoba tantangan baru yang pastinya itu bermanfaat untuk mengasah kemampuan mereka. Apalagi kapal kayu tradisional ini adalah kapal pertama yang mereka kerjakan.

Syafa Adelia Prodea mengungkapkan alasannya mengikuti kegiatan ini yakni untuk menambah pengalaman. Ia tidak mau melewatkan kesempatan yang telah diberikan oleh pihak sekolah. Melalui kegiatan ini Adel belajar banyak terkait konstruksi kapal. 

Pengin mengaplikasikan ilmu yang didapat di sekolah dan nyari pengalaman,” ujar Adel, panggilan dari Syafa Adelia Prodea.

Selain itu, Rahma Tania juga mengungkapkan alasannya ikut dalam pembuatan kapal ini yakni untuk mengasah keterampilannya. Ia merasa kesempatan yang ditawarkan pihak sekolah belum tentu datang dua kali. Melalui kegiatan ini ia bisa menggali ilmu lain terkait bentuk kapal kayu tradisional dan khususnya desain interior kapal.

“Saya merasa haus ilmu dan merasa pengalaman yang saya miliki sedikit. Jadi, saya memutuskan untuk ikut karena kapan lagi kesempatan ngga datang dua kali,” ungkap Tania.

Keenam siswi ini saling bekerja sama dengan siswa-siswa yang lain. Mereka ikut membantu dalam pembuatan gading, kulit kapal, membantu laminasi, furnitur kapal, dan lainnya.

Tidak hanya dengan siswa, mereka juga berinteraksi dengan pengrajin kapal kayu lokal. Mereka mengungkapkan bahwa selama tinggal di Paciran tempat di mana pembuatan kapal kayu tradisional, membuat jiwa sosial mereka semakin meningkat. Hal ini dikarenakan mereka harus berinteraksi dengan orang-orang baru yang terlibat dalam pembuatannya.

Dalam prosesnya, keenam siswa menemukan pengalaman baru terkait kapal, kemudian problem solving ketika menghadapi masalah yang mana solusi tersebut belum didapatkan di sekolah. 

Rahma Dwi Aulia mengungkapkan bahwa dalam prosesnya terdapat kendala-kendala. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangatnya. 

“Susahnya buat kulit yang paling bawah itu butuh waktu berhari-hari. Bebannya berat dan itu kan ditarik sama tali sampai talinya lepas terus,” tutur Aulia.

Meskipun banyak kendala yang dihadapi, namun setelah kapal ini jadi ada kepuasan tersendiri dalam diri mereka. Bahkan mereka pun merasa ketagihan untuk ikut dalam pembuatan kapal kayu tradisional.

Mereka berenam merupakan cerminan perempuan tangguh yang dimiliki oleh SMKN 3 Buduran. Meskipun perempuan, mereka berani mengambil proyek pembuatan kapal kayu tradisional yang tentunya itu membutuhkan tenaga ekstra. Mereka tinggal selama berbulan-bulan untuk mengerjakan kapal kayu tradisional. Akan tetapi, mereka juga tidak lupa dengan tugas sekolah lainnya. Meskipun merasa lelah, di waktu luang mereka tetap menyempatkan diri untuk mengerjakan tugas sekolah. Hal ini berjalan beriringan, kapal selesai dibuat tugas lain pun kelar digarap. (Aya/Nur Arifin)