Tefa Hasilkan Lulusan SMK Produktif dan Tahan Banting

Tefa Hasilkan Lulusan SMK Produktif dan Tahan Banting

Jakarta, Ditjen Diksi - Salah satu faktor utama penunjang keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) unggul yang seiring dengan kebutuhan dunia usaha maupun industrinya. Melihat kebutuhan ini, Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi mengembangkan konsep pendekatan pembelajaran yang dikenal sebagai teaching factory (Tefa). Konsep ini menyajikan model pembelajaran berbasis produk (barang/jasa) melalui sinergi sekolah dengan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan industri.

“Ini sebenarnya adalah mimpinya ‘link and match’.  Apa yang ada di industri bisa dikerjakan di sekolah, dan sekolah juga bisa belajar apa yang ada di industri. Kemudian dari Tefa ini adalah bagaimana kita meng-copy ke sekolah lainnya,” terang Joko Sutrisno selaku perwakilan dari PT STM dalam gelaran focus group discussion (FGD) bertema “Program Kemitraan dalam Pengembangan Teaching Factory pada Pendidikan Vokasi” yang dilaksanakan di SMK Mitra Industri MM2100, Cikarang, Rabu (12/8).

Joko pun turut menjelaskan mengapa 'link and match' tidak berhenti digaungkan Ditjen Diksi agar kemudian dapat diimplementasikan ke seluruh sekolah kejuruan di Indonesia. Persoalan angka pengangguran menjadi alasan yang utama mengapa program ini harus terlaksana dengan baik antara dunia pendidikan dan industri. 

“Kalau dilihat dari sistem pendidikan secara keseluruhan, kira-kira ada message nasional bahwa kita masih dihadapkan dengan satu persoalan besar pengangguran di Indonesia.  Jadi, kita ini masih punya kurang lebih 6 persen dari total angkatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi pun belum bisa menukik ke atas dengan baik,” paparnya. 

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi sebuah tugas utama bagi pemerintah untuk menguatkan sistem pendidikan vokasi di Indonesia agar dapat sepadan dengan perkembangan ekonomi dan industri. “Kebijakan ‘link and match’ ini mencoba untuk mengatasi gap antara pertumbuhan ekonomi dengan angka pengangguran.  Jadi, Pak Wikan ini mendapat tugas untuk me-level up, menarik kembali pertumbuhan ekonomi ke atas, supaya persoalan tenaga kerja ini bisa diatasi,” jelasnya. 

Kebutuhan kerja sama yang kuat antara sektor pendidikan dan industri juga diakui oleh Agus Setiawan, perwakilan PT Denso Indonesia yang diketahui telah melakukan kerja sama dengan SMK.  Menurutnya, keberadaan SMK sangat dibutuhkan bagi perkembangan industri ke depannya. Selain untuk melatih hard skill yang sesuai, pembentukan karakter atau soft skill mengenai budaya kerja juga sangat dibutuhkan, meski langka untuk ditemukan. “Industri ini yang akan mengisi, namun untuk dasar-dasarnya itu langka untuk ditemukan,” tuturnya. 

Sementara itu Direktur Jendral Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto menjelaskan bahwa pelaksanaan Tefa menuntut keterlibatan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, industri, orang tua ataupun masyarakat, dalam perencanaan regulasi maupun implementasinya. 

Dalam Tefa, hard skill dan soft skill dilaksanakan secara sistematis, dengan menggunakan job sheet berbasis produksi.  “Jadi, Tefa ini menghasilkan lulusan yang tidak hanya terampil, namun juga produktif dan tahan banting,” ujar Wikan.

Pada kesempatan tersebut Wikan juga turut mengapresiasi karya electric vehicle oleh Joko Sutrisno sebagai produser yang mendampingi perakitan kendaraan berbasis listrik yang telah diproduksi sekitar 100 unit oleh siswa SMK di Jawa Tengah.  Dengan program pengembangan Tefa sebagai salah satu program penting dalam ‘link and match’, Wikan berharap kemitraan strategis ini dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak secara berkesinambungan. (Diksi/TM/AP/AS).