Bantu Penanganan Sampah Warga, Dosen Polsub Ciptakan Mesin TTG Pencacah Plastik
Subang, Ditjen Vokasi - Tim dosen dari Politeknik Negeri Subang (Polsub) berinovasi dengan mengembangkan Teknologi Tepat Guna (TTG) berupa mesin Pencacah Sampah Plastik Tipe Shredder. Inovasi mesin ini dilatarbelakangi oleh banyaknya sampah yang tidak dikelola dengan baik yang dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan berdampak pada kehidupan manusia.
Proses pengembangan mesin tersebut merupakan bagian dari penelitian Kompetitif Internal Perguruan Tinggi Skema Penelitian Produk Vokasi. Inovasi ini bertujuan untuk mengolah sampah plastik yang ada di masyarakat di sekitar Kampus Polsub. Dengan mesin ini, sampah plastik yang selama ini biasanya hanya dibakar, maka kini dapat didaur ulang hingga bisa dimanfaatkan menjadi produk lain.
Susilawati, salah satu dosen yang terlibat dalam pengembangan TTG ini, mengatakan bahwa berdasarkan hasil lapangan yang ia lakukan bersama dosen lainnya, yakni Aditya Nugraha dan Azhis Sholeh Buchori menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat masih sangat minim. Desa Sadawarna sendiri merupakan desa yang berdampingan langsung dengan kampus 2 Polsub.
“Bahkan, di salah satu desa di dekat kampus, sampah-sampah mereka sebagian besar dibuang ke sungai, kebun, atau dibakar sembarangan,” kata Susilawati.
Selain membuang sampah ke sungai, warga juga kerap hanya mengumpulkan sampah dan menyalurkannya ke bandar/pengepul sampah, sehingga belum ada program daur ulang sampah plastik dari desa.
“Laporan dari kepala desa menunjukkan bahwa hampir setengah ton sampah plastik dihasilkan oleh Desa Sadawarna. Sehingga ketika kami berdiskusi, mereka meminta kami untuk membuatkan alat yang bisa mengolah sampah, khususnya sampah plastik,” jelas Susilawati.
Mesin TTG yang dikembangkan oleh tim dosen Polsub ini dapat mengolah limbah sampah plastik dengan cara mencacah sampah agar mudah disortir. Dengan alat ini, sampah yang sudah disortir ini kemudian bisa dicetak dan dioven sehingga nantinya akan membentuk produk-produk yang memiliki nilai jual.
Pada dasarnya, mesin pencacah sampah ini merupakan mesin yang digunakan untuk memperkecil ukuran plastik, Mesin ini bekerja berdasarkan tenaga atau daya yang diperoleh dari motor listrik yang kemudian ditransmisikan ke sistem pemotong melalui transmisi sabuk-v dan puli. Melalui rangkaian sistem transmisi, daya motor dapat memutarkan sistem pemotong sesuai putaran yang diinginkan.
“Mesin pencacah sampah plastik kami ini memiliki komponen penyusun pencacah seperti pisau pencacah, saringan hasil cacahan, penutup atas, dan motor penggerak,” tambah dosen yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Mesin tersebut.
Dengan mesin TTG pencacah plastik tersebut diharapkan sampah-sampah khususnya yang ada di sekitar kampus bisa dikelola dengan baik dan akan memberikan dampak positif dalam bidang sanitasi dan ekonomi.
“Ini adalah langkah awal Jurusan Teknik Mesin untuk berperan dalam masyarakat sekitar. Nanti jika mesin TTG kami sudah siap, akan diserahkan ke beberapa desa untuk pengelolaan sampah plastik, sehingga dapat mengelola sampah dan menghasilkan produk yang bernilai jual lebih tinggi,” tambah dosen yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Mesin tersebut.
Partner Susi, Aditya Nugraha, mengungkapkan bahwa pendaurulangan sampah yang dilakukan oleh timnya nanti akan dilakukan dengan cara menghancurkan sampah plastik jenis PET (polyethylene terephthalate) yang nantinya bisa bernilai jual tinggi dan dijadikan inovasi terbaru.
Uji coba pun sudah dilakukan, hasilnya pun juga sudah maksimal dan bisa dioperasikan dengan baik. Rencananya, setelah penelitian pembuatan mesin TTG pencacah plastik ini selesai akan dilanjutkan ke mesin oven peleleh serpihan sampah plastik yang dapat mencetak hasil daur ulang sampah plastik sesuai dengan kebutuhan pasar dengan nilai jual yang lebih tinggi.
“Saat ini, khususnya di Subang sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki banyak industri, kebutuhan industri terhadap material PET masih sangat tinggi karena inovasi produk berbasis PET terus berkembang dan berpotensi tinggi menggantikan jenis material lain sehingga produk menjadi lebih terjangkau,” ungkap Aditya. (Polsub/Nan/Cecep)