Wujudkan Lingkungan Belajar Positif di SMK dengan Mengenal Bentuk dan Pencegahan Kekerasan

Wujudkan Lingkungan Belajar Positif di SMK dengan Mengenal Bentuk dan Pencegahan Kekerasan

Bekasi, Ditjen Vokasi – Keberhasilan proses pembelajaran siswa dapat ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya ialah kenyamanan saat siswa berada di lingkungan sekolah.


Akhir-akhir ini mungkin kita sering mendengar berita yang tidak mengenakkan terkait kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Merespon hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.


Guna memberikan edukasi kepada satuan pendidikan jenjang SMK terkait bentuk-bentuk kekerasan dan bagaimana cara pencegahannya, Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui kanal Youtube-nya melakukan webinar dengan mengangkat tema Bentuk-bentuk Kekerasan, Pencegahan, dan Disiplin Positif (01-11-2023).


Dalam kesempatan ini, Direktur SMK, Wardani Sugiyanto, menyampaikan bahwa kekerasan dapat dilakukan secara fisik, verbal, atau nonverbal, serta melalui media teknologi informasi dan komunikasi. Pada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 telah didefinisikan setiap jenis kekerasan sehingga orang dapat memahami apa yang termasuk dalam kekerasan. 

Untuk memastikan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan berjalan dengan baik, Permendikbudristek nomor 46 Tahun 2023 menetapkan pembentukan satuan tugas tingkat provinsi dan tim pencegah dan penanganan kekerasan (TPPK) pada satuan pendidikan, khususnya di jenjang SMK. Hal ini bertujuan agar lingkungan belajar menjadi inklusif, berkebhinnekaan, dan aman bagi semua pihak. 


“Kolaborasi yang bagus di antara kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, orang tua, dan peserta didik adalah kunci utama dalam menghindari terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah,” ucap Wardani.


Sylviana Maria A. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menuturkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi, menghormati, memenuhi, dan memajukan hak asasi anak. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kekerasan pada anak. Hal ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari kekerasan pada anak sangat mengkhawatirkan. Untuk mencegah hal-hal yang buruk terjadi pada korban kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan pendampingan, memastikan anak-anak bertumbuh kembang di lingkungan yang nyaman, dan mentransformasi materi dan praktik berbasis hak anak.


“Anak rentan menjadi sasaran berbagai bentuk kekerasan. Perlu percepatan perhatian, efektivitas regulasi dan program pemerintah untuk mencegah munculnya kasus-kasus baru,” ucap Sylviana.



Sementara itu, Maria Arika Purwaningratri, perwakilan dari Unicef Indonesia menyampaikan bahwa terdapat penyebab dan tujuan dari perilaku tidak tepat peserta didik misalnya untuk memenuhi rasa dimiliki dan rasa bernilai sehingga anak-anak akan mencari cara untuk mendapatkan perhatian, menunjukan kekuasaan, hingga balas dendam.



Hal-hal tersebut dapat dibenahi dengan pendekatan disiplin positif. Terdapat empat komponen penting dalam pendekatan ini yakni tahu, kenal, pahami perkembangan anak, memahami perilaku tidak tepat dari sudut pandang yang tepat, menerapkan konsekuensi logis yang berfokus pada solusi, serta memberikan penguatan dan dorongan positif.


“Guru sebagai garda terdepan pendidikan Indonesia diharapkan bisa menjadi wadah yang aman, nyaman, dan menyenangkan untuk peserta didiknya dan sesama rekannya,” ucap Maria. (Aya/Cecep)