Transformasi Pendidikan Vokasi Ciptakan Lulusan yang Adaptif
Bogor, Ditjen Vokasi - Pendidikan telah menjadi bagian penting dari strategi untuk menciptakan masa depan Indonesia yang berkelanjutan. Transformasi pendidikan vokasi diarahkan agar pendidikan vokasi menjari lebih adaptif, relevan, dan berkelanjutan dalam menghadapi dan menjawab tuntutan dinamika ekonomi masa depan.
Berbicara dalam kegiatan Bootcamp Unite for Education (UFE) Sustainability Forum yang diselenggarakan PermataBank, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, mengatakan bahwa saat ini ada banyak tantangan besar bagi Indonesia terkait dengan bonus demografi 2030 mendatang, mulai dari persoalan produktivitas sumber daya manusia (SDM) hingga persoalan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Menurut Kiki, produktivitas SDM di Indonesia dinilai masih belum cukup bersaing dengan negara lain. Menurutnya, dari 72,72 persen penduduk usia produktif, hanya 23 persen yang berasal dari perguruan tinggi yang bisa masuk ke pasar kerja. Sementara itu, sisanya adalah pendidikan menengah ke bawah.
Tantangan lain terkait bonus demografi adalah ketersediaan lapangan kerja. Kiki menjelaskan bahwa setiap tahunnya ada 1,65 juta lulusan perguruan tinggi dan 1,8 juta lulusan tingkat SMA/SMK/MA yang tidak melanjutkan studi. Artinya, setiap tahun ada 3,45 juta pencari kerja baru. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2022, ada 8,42 juta penganggur.
Sebagai unit kerja yang membawahi satuan-satuan pendidikan vokasi, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dituntut untuk menciptakan model pendidikan yang berkelanjutan yang mampu menjawab persoalan-persoalan terkait bonus demografi tersebut. Fleksibilitas pendidikan vokasi harus dioptimalkan agar pendidikan vokasi menjadi lebih relevan dan adaptif untuk menyiapkan SDM yang selaras dengan kebutuhan industri atau UMKM, pemerintah, dan masyarakat, tidak hanya untuk hari ini tetapi juga untuk masa yang akan datang.
“Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kami karena kata kunci dari sustainability adalah menjadi relevan dan adaptif,” kata Dirjen Kiki.
Menurut Kiki, berbagai upaya transformasi yang saat ini dilakukan. Salah satu tujuannya adalah agar pendidikan vokasi dapat kian relevan dan adaptif dengan tantangan dinamika ekonomi di masa depan. Bidang ilmu vokasi yang tidak relevan lagi perlu dikaji ulang. Jika memang tidak perlu ditutup maka kurikulumnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi terkini DUDI sehingga tetap relevan.
“Transformasi yang kami lakukan berorientasi pada peserta didik dan mendorong mereka untuk memiliki keterampilan yang adaptif terhadap tantangan dunia kerja,” ujar Kiki. (Nan/Cecep Somantri)