Sukses di Tanah Rantau Berbekal Keahlian Las

Sukses di Tanah Rantau Berbekal Keahlian Las


Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) mengantarkan Aziz Ridwan dari buruh bangunan menjadi welder profesional.

 

Merantau telah menjadi pilihan hidup Aziz Ridwan. Tujuannya satu, mencari penghidupan yang lebih baik. Sebagai anak kedua dari enam bersaudara, ia tak tega membebani kedua orang tuanya terlalu lama, apalagi ia anak laki-laki. 

 

Saya mulai merantau sejak lulus SMP. Nekat saja, kata Aziz Ridwan mengawali cerita beberapa waktu lalu. Ya, Ridwan begitu ia biasa disapa, memang hanya memiliki ijazah SMP. Ijazah dan tekad besarnya inilah yang menjadi bekal merantau dari kampung halamannya di Lamongan, Jawa Timur pada 2016 lalu.

 

Sebenarnya saat itu saya sendiri memang tidak tahu mau kerja apa dengan ijazah SMP, tapi saya memang sudah bulat tekad untuk merantau, kata Ridwan menegaskan. 

 

Sulawesi menjadi tujuan Ridwan saat itu. Ia ikut dengan beberapa tetangganya di kampung yang juga mengadu nasib di pulau tersebut.

 

Tidak banyak cerita Ridwan di sana, ia menghabiskan hari-hari di perantauan dengan bekerja sebagai buruh serabutan. Akan tetapi, hebatnya Ridwan terus mau belajar. Ia berhasil menyelesaikan program kesetaraan, Kejar Paket C atau setara dengan SMA/SMK sebelum memutuskan balik kampung pada 2019.

 

Tapi pulang ke Lamongan juga tidak ada kerjaan. Jadi, ya sudah saya pergi merantau lagi, kata pria kelahiran 20 November 1996 ini. 

 

Kali ini, Ridwan tidak kembali ke Sulawesi. Tujuannya adalah Kota Bontang, sebuah kota di Kalimantan Timur yang dikenal sebagai kota industri. Banyak industri berdiri di kota tersebut, mulai dari tambang, manufaktur, mesin, elektronika, dan sebagainya.


 


Ironisnya, meski merantau di kota industri, Ridwan justru tidak memiliki keahlian atau keterampilan apa pun untuk bisa bersaing dan masuk ke pasar kerja di kota yang terletak sekitar 120 kilometer dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda tersebut. 

 

Saya memang awalnya ke Bontang untuk mengajar ngaji di pesantren di Bontang. Tapi sampai sini, saya berpikir kalau saya harus punya keterampilan untuk bisa bekerja di sini, apalagi peluang kerjanya sangat besar di kota ini, kata Ridwan.

 

Apalagi, diakui Ridwan, biaya hidup di Bontang juga cukup tinggi. Honor  mengajarnya tidak akan cukup, terlebih Ridwan juga harus membantu orang tuanya di kampung.

 

Ya sudah, saya sambil bekerja jadi buruh bangunan. Jadi, kalau sore mengajar ngaji, kemudian malamnya jadi buruh bangunan. Kadang pagi-pagi juga sampai siang. Pokoknya saya tidak mau ada waktu yang kosong,” kata Ridwan yang baru saja melangsungkan pernikahan.

 

Dari pekerjaannya sebagai kuli bangunan, Ridwan bisa mendapatkan upah Rp120.000 per hari. Akan tetapi, kadang tidak setiap hari ia bisa membantu jadi kuli bangunan.

 

Rutinitas tersebut dilakoni Ridwan selama hampir setahun sejak kepindahannya ke Bontang pada 2019. Hingga akhirnya pada 2020 ia memutuskan untuk mengikuti program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) yang diselenggarakan di LKP Sasana Widya.

 

Program PKK sendiri merupakan salah satu program unggulan dari Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jendral Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini menyasar anak usia sekolah tidak sekolah (ATS), usia antara 17 s.d. 25 tahun yang masih menganggur, diutamakan dari keluarga tidak mampu atau pernah nemerima Kartu Indonesia Pintar (KIP)

 

Saya sadar, saya harus punya keterampilan, kata Ridwan tentang alasannya mengikuti program PKK yang berlangsung hanya sekitar dua bulan tersebut. “Apalagi ini (program PKK, red) benar-benar gratis,” Ridwan menambahkan.  

 

Di LKP Sasana Widya, Ridwan mengikuti pelatihan Pengelasan SMAW, yakni salah satu metode pengelasan yang paling umum. Namun, siapa sangka, dari program yang relatif singkat dan dasar tersebut, justru memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan Ridwan.

 

“Karena tidak hanya dilatih untuk mengelas, tetapi juga kita diberi kesempatan untuk mengikuti sertifikasi kompetensi. Di Bontang kalau pun bisa mengelas, tapi tidak punya sertifikat kompetensi, akan susah dapat pekerjaan," kata Ridwan. 

 

Berbekal keahlian dan sertifikat kompetensi yang ia miliki, Ridwan pun percaya diri untuk melamar pekerjaan. Pekerjaan pertama yang ia dapatkan adalah sebagai helper mekanik pada sebuah perusahaan konstruksi.

 

Tidak lama menjadi helper mekanik, Ridwan kemudian mencoba mencari peruntungan kembali dengan melamar pekerjaan sebagai welder atau juru las di PT Nagamas Jaya Utama Mulia. Ia berhasil, Ridwan ditempatkan di wilayah Kutai Timur.

 

Di perusahaan baru ini, kemampuan mengelas Ridwan semakin teruji. Ia bertanggung jawab atas seluruh kerusakan yang terjadi pada alat-alat berat yang dimiliki PT Nagamas.

 

“Pokoknya kalau ada alat berat yang retak, patah, itu harus saya tangani,” kata Ridwan yang sudah bergabung dengan perusahaan tersebut hampir 1,5 tahun.

 

Perlahan, kehidupan Ridwan semakin membaik. Dari pekerjaan barunya ini, pendapat Ridwan meningkat cukup drastis. Dalam sebulan, ia bisa mengantongi hingga Rp10.000.000. Pendapatan tersebut didapat dari gaji pokok dan juga uang lembur.

 

“Tapi rata-rata setiap bulannya antara tujuh sampai delapan jutalah setiap bulan,” kata Ridwan.

 

Ridwan mengaku sangat bersyukur dengan program PKK yang ia ikuti. Selain memiliki keterampilan mengelas, ia bisa memperbaiki kondisi ekonominya sendiri dan juga keluarganya di kampung halaman.  

 

Dari penghasilannya saat ini, Ridwan berhasil membelikan beberapa ekor sapi untuk orang tuanya. Ia juga bisa membiayai sekolah adik-adiknya di kampung.

 

Meskipun masih enggan disebut sukses di tanah perantauan, tetapi Ridwan mengaku kini semakin yakin untuk menatap masa depan dengan bekal keahlian mengelas yang ia miliki dari program PKK.

 

Harapannya dengan keterampilan ini bisa memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga kami kelak, kata Ridwan. (Diksi/Nan)