Satgas PKKS Perguruan Tinggi Punya Tanggung Jawab Besar dan Mulia

Satgas PKKS Perguruan Tinggi Punya Tanggung Jawab Besar dan Mulia

Surakarta, Ditjen Vokasi - Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di perguruan tinggi memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Kehadiran Satgas PPKS di lingkungan kampus diharapkan dapat mencegah dan menangani kekerasan seksual sehingga tidak jatuh korban.

“Satgas PKKS punya tanggung jawab besar dan tanggung jawab mulia dalam menciptakan lingkungan kampus kondusif, aman, dan nyaman dari tindak kekerasan seksual,” kata Inspektur Jenderal, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Chatarina Muliana Girsang, dalam sesi dialog Sosialisasi PPKS yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi beberapa waktu lalu.

Menurut Chatarina, kampus bebas dari kekerasan merupakan perwujudan sila ke-2 Pancasila, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sekaligus bentuk tanggung jawab atas perlindungan harkat dan martabat setiap warga kampus. 


“Karenanya Satgas PPKS memiliki tanggung jawab yang sangat mulia," Chatarina menambahkan.

Mengingat tanggung jawab yang besar dan mulia tersebut, Chatarina  mengingatkan bahwa Satgas PPKS tidak hanya bekerja saat ada pelaporan saja. 


“Karena kalau tidak ada pelaporan, itu belum tentu tidak terjadi kekerasan,” ujar Chatarina.


Meski demikian, penanganan dan pencegahan tindak kekerasaan seksual di kampus tidak bisa hanya mengandalkan Satgas PPKS saja. Pihak kampus harus berkoordinasi dengan berbagai institusi lainnya. 


“Menangani ini tidak bisa sendiri, tapi harus kolaborasi dengan K/L lain,” pesan Chatarina.

Sebagai informasi pembentukan Satgas PPKS perguruan tinggi merupakan amanat dari Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Saat ini keseluruhan dari 125 perguruan tinggi negeri (PTN) yang terdiri atas 76 PTN akademik dan 49 PTN vokasi telah membentuk Satgas PPKS.


Adanya Satgas PPKS di kampus membuat korban kekerasan seksual dapat langsung mengetahui ke mana harus melapor dan dilindungi serta diproses laporannya. Sebelumnya, pelaporan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi masih minim karena ada rasa tidak percaya jika dilaporkan pada pimpinan akan diproses, bahkan disalahkan.


Dirikan Pos hingga Pasang Tanda

Di Politeknik Negeri Manado, pengembangan Pos Satgas PPKS dibagi dalam 17 pos untuk menangani lima bidang penanganan kekerasan seksual, yakni bidang pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, pemulihan korban, dan administrasi. Sosialisasi pos sendiri sudah dilakukan sejak September 2022 lalu. Sosialisasi dilakukan dengan cara simulasi Pos. Peserta simulasi adalah perwakilan dosen, karyawan, mahasiswa, poliklinik, tenaga kependidikan, sekuriti dan tenaga kebersihan di Politeknik Negeri Manado.

Sementara itu, di Politeknik Negeri Jember (Polije), Ketua Satgas PPKS, Muksin, mengatakan bahwa pencegahan kekerasaan seksual di Polije mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban. Praktik pencegahan terjadinya kekerasan seksual terutama bagi korban rentan melalui pembelajaran, penguatan tata kelola serta penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidikan dan tenaga kependidikan.

Melalui pembelajaran, lanjut Muksin, di mana pokok bahasan PPKS dimasukkan ke dalam mata kuliah yang relevan. Para mahasiswa baru juga berikan sosialisasi yang dilakukan saat masa pengenalan kampus. Sosialisasi diberikan melalui PPKS yang ditetapkan oleh kementerian.

“Seminar pencegahan dan penanganan kekerasan seksual juga kami laksanakan secara periodik. Mahasiswa juga wajib mengakses modul mengenai PPKS,” kata Muksin.


Pencegahan juga dilakukan melalui penguatan tata kelola, seperti pembentukan Satgas PPKS, penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) PPKS, pembatasan pertemuan antara mahasiswa dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan di luar jam operasional kampus dan/atau luar area kampus, dan lain sebagainya.


“Kami juga memasang tanda informasi layanan aduan dan peringatan bahwa Polije tidak menoleransi Kekerasan Seksual termasuk memasang tanda peringatan dan lokasi satgas untuk melaporkan “Area Bebas dari Kekerasan Seksual” di Kampus sebagai upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai anti kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan setiap warga kampus,” tambah  Muksin.


Sementara terkait penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan, Satgas PPKS Polije akan melakukan koordinasi dengan Organisasi Mahasiswa terkait upaya PPKS di lingkungan Polije untuk selanjutnya dilakukan pemantauan kegiatan organisasi mahasiswa tersebut. 


Untuk pemulihan korban, Polije melibatkan individu atau pihak yang dapat membantu pemulihan korban, mulai dari dokter/tenaga kesehatan, konselor, psikolog, hingga tokoh masyarakat dan pemuka agama atau pun pendamping lain sesuai kebutuhan termasuk kebutuhan korban disabilitas. (Nan/Cecep)