RCDS, Rumah bagi Down Syndrome untuk Menggali Potensi
Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK - Didasari keyakinan bahwa individu dengan down syndrome terlahir memiliki potensi dan bakat, Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) kemudian mendirikan Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS). Sejak didirikan pada 31 Juli 2016, kehadiran RCDS telah membantu ratusan anak-anak Down Syndrome untuk menggali potensi mereka, bahkan menyalurkan bakat-bakat mereka.
“Kami meyakini bahwa individu dengan down syndrome terlahir dengan memiliki potensi dan bakat. Namun, mereka butuh bantuan dari orang di sekitarnya supaya bakat tersebut dapat diasah dan dikembangkan,” kata Eliza Octaviani Rogi, Ketua Umum Yayasan POTADS.
Sayangnya, lanjut Eliza, saat itu orang tua mengalami kesulitan karena tempat/wadah pengembangan minat dan bakat bagi penyandang down syndrome masih sangat jarang.
“Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit, karena tempat tersebut sering kali tidak mau menerima penyandang down syndrome sebagai muridnya. Atas dasar itulah, POTADS berinisiatif mendirikan RCDS,” Eliza menambahkan..
Dari sejak awal didirikan hingga saat ini, RCDS terus berkembang cukup pesat. Murid yang belajar di RCDS terus bertambah jumlahnya dan kelas-kelas belajar juga semakin bervariasi.
“Kegiatannya awalnya hanya latihan, tapi sekarang sering mendapat undangan untuk perform atau membuka booth di berbagai event,” tambah Eliza.
Kelas-kelas keterampilan juga sudah memiliki karya yang dapat dijual sehingga mendorong siswa untuk memiliki penghasilan. Kelas barista bahkan sudah menempatkan tujuh murid untuk bekerja di sebuah coffee shop.
Masyarakat juga semakin mengenal dan menghargai keberadaan RCDS. Ini terbukti dengan banyaknya masyarakat, terutama mahasiswa yang mengadakan kunjungan dan penelitian di RCDS serta mengajak siswa-siswanya untuk melakukan aktivitas edukatif Bersama.
Di Rumah Ceria Down Syndrome, puluhan anak-anak down syndrome dari sejumlah wilayah di Jabodetabek diajarkan berbagai bidang keterampilan mulai dari olahraga (karate, yoga), kesenian (tari tradisional, angklung, drumband, perkusi djembe,musik keyboard), dan keterampilan (barista, art and craft, melukis).
“Pemilihan ketiga bidang tersebut adalah karena penyandang down syndrome umumnya memiliki potensi pada ketiga bidang tersebut. Aktivitasnya sangat menunjang tumbuh kembang karena memberi stimulasi dan melihat/menyesuaikan dengan trend di masyarakat,” kata Eliza.
Saat ini siswanya berjumlah 70 orang penyandang down syndrome dengan waktu belajarnya setiap hari dengan waktu belajar yang bervariasi. Jam belajar biasanya paling cepat dimulai jam 10.00, dan paling telat selesai jam 15.30 dengan durasi 1 kelas 60 menit.
“Untuk guru yang mengajar ada 13 orang, sebagian besar merupakan praktisi di bidangnya, tetapi ada juga yang berasal dari seniman dan profesional,” terang Eliza.
Bagi yang ingin mengikuti program, RCDS memberikan syarat. Pertama tentu adalah penyandang penyandang down syndrome dengan usia minimal 10 tahun.
“Mereka juga sudah lulus toilet training, mengerti instruksi sederhana, dan sudah bisa mengendalikan emosi atau tidak tantrum,” tambah Eliza. (Nan/Cecep)