Penuhi Kebutuhan Industri, SMKN 4 Kupang Produksi Lebih dari 400 Alat Tenun
Kupang, Ditjen Vokasi – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terkenal akan kain tenunnya yang khas. Tak jarang para wisatawan yang berkunjung ke NTT banyak memburu kain tenun yang dihasilkan oleh masyarakat lokal.
Permintaan kain tenun yang tinggi menuntut para pengrajin untuk bisa menghasilkan kain lebih banyak lagi. Dalam membuat sebuah kain tenun para pengrajin menggunakan alat tenun tradisional. Ketersediaan alat tenun menjadi hal yang sangat penting.
Tidak hanya industri besar yang bisa membuat alat tenun, siswa Jurusan Kriya Kreatif dan Rotan, SMKN 4 Kupang, NTT juga bisa menghasilkan alat tenun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengusaha kain tenun di NTT.
Ide kreatif pembuatan alat tenun ini bermula saat siswa SMKN 4 Kupang hendak mengikuti Lomba Kompetensi Siswa (LKS) Tingkat Nasional dan Pameran Nasional di Malang pada tahun 2017. Saat itu, SMKN 4 Kupang membawa dua alat tenun tradisional. Saat dipamerkan alat tenun tersebut masih belum sempurna. Pascapameran selesai dilaksanakan, alat tenun tersebut diperbaiki kembali oleh siswa SMKN 4 Kupang.
“Akhirnya kita berpikir untuk membuat alat tenun knock down dengan ragam hias motif dari NTT,” ucap Semi Ndolu, Kepala SMKN 4 Kupang.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat alat tenun ini ialah kayu jati dan meranti batu. Satu alat tenun biasanya dikerjakan oleh 2—3 siswa dalam waktu satu hari.
“Jika bahannya sudah lengkap ya satu hari saja sudah bisa jadi. Untuk bahan pembuatan alat tenun ini kita dapatkan dari wilayah sendiri. Ya ibaratnya memanfaatkan sumber daya yang dimiliki di daerah sendiri,” ucap Semi.
Alat tenun buatan SMKN 4 Kupang yang diberi nama Fe’ek ini merupakan satu-kesatuan yang terdiri atas empat jenis alat, yakni alat tenun, pemidang ikat, pemidang hani, dan pemutar benang. Saat ini, lebih dari 400 alat tenun telah diproduksi melalui kegiatan pembelajaran berbasis produk atau teaching factory (Tefa) SMKN 4 Kupang.
Proses penjualan alat tenun ini biasanya melalui instansi seperti Kementerian Perindustrian, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Dekranasda Kabupaten Flores Timur, dan lain sebagainya. Harga untuk satu alat tenun bervariasi mulai dari 1,8 juta tergantung dari model, jenis kayu, dan finishing yang diminta oleh konsumen.
“Awalnya alat ini hanya sebagai media edukatif yang kami tawarkan untuk ditempatkan di lobi beberapa hotel di Kota Kupang. Ternyata ada pelaku usaha tenun yang berminat dengan alat kami. Atas dorongan dan dukungan dari berbagai pihak khususnya Dekranasda NTT akhirnya pada tahun 2018 alat ini diproduksi massal untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelaku tenun di NTT,” ucap Semi.
Menurut Angga Trunay, siswa kelas 12 Jurusan Kriya Kreatif Kayu dan Rotan, SMKN 4 Kupang, keunggulan dari alat tenun ini ialah lebih artistik dan fungsional.
“Alat tenun SMKN 4 Kupang mudah dibawa ke mana-mana karena sistem alat tenun ini menggunakan knock down dan dudukan penenun juga bisa disesuaikan dengan tinggi badan penenun,” ucap Angga.
Kegiatan pembuatan alat tenun ini memberikan pengalaman tersendiri untuk para siswa.
“Saya senang dengan pembelajaran Tefa karena kami bisa mengerjakan produk seperti alat tenun sesuai kebutuhan pasar. Tak hanya mendapatkan nilai yang bagus dan hasil penjualan produk, tetapi dengan terlibatnya kami di proses produksi juga membuat kompetensi semakin bertambah,” ucap Angga. (Aya/Cecep)