Merajut Asa Generasi Z Melalui Tekun Tenun Songket Jambi
Jambi, Ditjen Vokasi - Perempuan muda itu terlihat mulai terbiasa dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang ada di hadapannya. Sesekali, kedua tangannya tampak lihai menarik kayu panjang yang difungsikan sebagai sisir ke arah perutnya. Dengan beberapa kali sentakan yang ditandai dengan bunyi krek-krek, rajutan benang pakan berwarna emas itu sudah mulai terikat padat membentuk pola-pola motif yang masih terlihat samar.
“Awalnya memang susah, tetapi setelah tahu ternyata mengasyikkan juga. Akan tetapi, kalau untuk memotong dan menyambung kembali benang-benang yang putus memang kadang masih sedikit payah,” kata Dias Septia Andini (22) saat di temui di Aula Gedung Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jambi.
Aula tempat Dias menenun merupakan ruangan besar tanpa sekat. Posisinya berada di lantai 4 gedung yang memajang beragam hasil kerajinan tangan dari Jambi tersebut. Ruangnya juga tanpa pendingin udara. Meski terasa cukup gerah, namun Dias tampak tak masalah. Padahal pekerjaan yang ada dihadapinya adalah sesuatu dianggap rumit bagi banyak orang, menenun songket Jambi.
“Bagaimana ya karena memang sudah niat sekali dari awal untuk ikut (pelatihan menenun songket, red). Mana lagi ada pelatihan menenun seperti ini, gratis, dapat pula alat tenun dan benang untuk modal nanti kalau sudah selesai pelatihan,” kata Dias yang baru lulus dari salah satu sekolah tinggi ilmu agama di Jambi.
Dias hanyalah satu dari 50 generasi Z yang kini sedang mengikuti program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun Indonesia 2022 di Kota Jambi. Generasi Z sendiri merupakan sebutan untuk generasi yang lahir pada 1996-2012. Meski dikenal sebagai iGeneration yang lekat dengan teknologi, nyata mereka terlihat begitu antusias mengikuti kegiatan menenun yang terkesan ribet.
PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 merupakan program kerja sama antara Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Program ini menyasar 1.000 peserta di 6 (enam) provinsi, yakni Jambi, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
Para peserta program PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 merupakan penduduk Indonesia berusia antara 16-25 tahun yang tidak mengikuti pendidikan formal atau belum bekerja. Para generasi Z ini akan dibekali dengan pelatihan di bidang kewirausahaan serta keterampilan vokasi yang diharapkan dapat menumbuhkan jiwa maupun sikap kewirausahaan. Mereka juga diberi bantuan alat dan bahan untuk mendirikan rintisan usaha dan mengembangkan UMKM di daerah masing-masing.
Sejak 2020, Direktorat Kursus dan Pelatihan memang sudah menggandeng Dekranas untuk memberikan pelatihan kewirausahaan melalui program PKW. Saat itu program yang dilakukan lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan ragam keterampilan di lima destinasi wisata, yaitu Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Danau Toba, dan Likupang. Di tahun 2021, program kerja sama ini difokuskan pada pengembangan tenun ikat di 18 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini total sudah ada 3.000 peserta didik yang merasakan manfaat dari program-program tersebut.
Di Provinsi Jambi, program PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 tidak hanya ada di Kota Jambi. Pelatihan juga dilakukan di sejumlah kabupaten, seperti di Kabupaten Merangin, Muaro Jambi, Bungo, Sarolangun, dan Batanghari. Total peserta di Provinsi Jambi sekitar 160 orang.
Sebagai satu dari 160 perserta se-Provinsi Jambi, Dias mengaku cukup beruntung bisa terpilih dan mendapat kesempatan mengikuti pelatihan menenun ini. Sebagaimana generasi Z lainnya yang terus ingin mengembangkan diri, Dias menyebut bahwa keterampilan menenun menjadi ilmu baru yang tidak pernah terlintas sebelumnya.
“Saya sebenarnya sudah lulus kuliah, tetapi memang ijazahnya belum ada. Dari pada mengganggur, lebih baik belajar hal baru,” kata Dias yang mengaku sudah mencoba untuk mencari infromasi pekerjaan, namun hasilnya masih nihil.
Bagi Dias, tidak masalah jika nantinya ia diterima bekerja, toh menenun juga bisa dilakukan kapan saja di sela-sela waktu luangnya, yang penting ia sudah menguasai ilmu menenunnya. “Apalagi saat ini memang kan susah mencari pekerjaan. Jadi, saya rasa kita harus menambah kompetensi kita untuk bisa bersaing. Syukur-syukur bisa seperti Cik Mia,” kata Dias.
Cik Mia merupakan instruktur/pelatih yang ditunjuk Dekranasda Provinsi Jambi untuk mengenalkan dan melatih generasi Z dengan pelatihan tenun songket Jambi. Selain instruktur tenun songket Jambi, Cik Mia juga salah satu perajin songket Jambi yang sukses. Songket Cik Mia sudah dipasarkan hingga mancanegara.
“Kalau bisa kaya Cik Mia kan makin bagus. Bisa buka usaha sendiri di rumah,” kata Dias yang memiliki obsesi menjadi seorang penenun dan pelaku usaha tenun karena usaha menenun dinilainya memiliki prospek ekonomi yang positif pada masa depan. Apalagi, songket Jambi menjadi salah satu sektor industri kreatif yang kini dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi.
Asa yang sama juga dilakoni oleh Noni Rayuli (22). Seperti halnya Dias, generasi Z ini juga memiliki mimpi menjadi seorang pelaku usaha. Noni bahkan sudah memiliki ketertarikan terhadap songket Jambi sejak masih duduk di bangku sekolah.
Bermodalkan ilmu yang diperolehnya selama di SMKN 4 Kota Jambi, Jurusan Tata Busana, setidaknya menjadi modal awal untuk menekuni usaha tenun songket tersebut. Apalagi, Noni kini telah memiliki usaha jahit yang ia kelola sendiri di rumahnya, di Simpang Tebo, Kota Jambi.
“Saya juga kan ada usaha jahit di rumah. Jadi, kenapa tidak saya kembangkan juga songket yang tentu nantinya bisa dikreasikan menjadi produk busana apa saja,” kata Noni.
Untuk mengikuti pelatihan, Noni harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit dengan mengendarai sepeda motor dari rumahnya. Akan tetapi, itu tak masalah baginya. Ia mengaku senang bisa mendapatkan kesempatan tersebut. Apalagi, menenun tidak diajarkan di sekolah.
“Kalaupun kita mau belajar, tapi juga ke siapa? Belum lagi alat untuk tenunnya,” kata Noni yang mengaku masih sedikit kesulitan.Noni terbilang peserta baru. Ia masuk berselisih hari dengan rekannya yang memulai pelatihan sejak 3 Oktober, sementara Noni mulai masuk pada 11 Oktober 2022.
Generasi Z lain yang tertarik dengan program PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 adalah Romi Zaini (18). Meski identik dengan kegiatan perempuan, Romi tak sungkan untuk bergabung.Baginya pelatihan menenun menjadi secercah harapan untuk menata kembali masa depannya setelah putus sekolah.
“Dari keterampilan menenun ini, siapa tahu bisa jadi pekerjaan saya nanti. Apalagi, songket kan harganya mahal-mahal kalau kita buat sendiri lantas dijual kan lumayan,” kata Romi yang putus sekolah saat menginjak kelas dua SMP.
Kabut asap yang melanda Jambi beberapa tahun lalu, membuat Romi kerap terlambat masuk sekolah. Romi pun kerap kena skors guru. “Karena malu kena tegur terus, ya sudah keluar saja. Sekarang ikut kesetaraan (paket B, red),” Romi menambahkan.
Potensial
Harapan besar Romi dan generasi Z lainnya untuk menekuni songket Jambi memang cukup beralasan. Sebagai produk kerajinan budaya Melayu Jambi, songket Jambi kini semakin banyak dikenal oleh masyarakat.Tidak hanya di kalangan masyarakat Jambi, tetapi juga di luar Jambi.
“Dahulu jual satu saja susah. Saya harus menawarkan dari butik ke butik, dari rumah ke rumah, itu juga masih jarang sekali peminatnya,” kata Cik Mia, perajin songket Jambi sekaligus pelatih tenun pada program PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 di Provinsi Jambi.
Akan tetapi, itu dulu, saat ini songket Jambi kian diminati. Bahkan, keindahan songket tenunan Cik Mia sempat menarik perhatian desainer Sebastian Gunawan. Oleh sang desainer, kain-kain songket Cik Mia dibuat menjadi beragam model busana dan ditampilkan dalam sebuah pagelaran yang megah di hotel berbintang di Jakarta.
Oleh karena itu, Cik Mia sangat senang bisa dilibatkan dalam program PKW Tekun Tenun Indonesia 2022 di Provinsi Jambi tersebut. Ia ingin program ini bisa melahirkan penenun-penenun muda yang mandiri sekaligus melestarikan tenun songket Jambi tersebut. Cik Mia yakin songket bisa menjadi mata penghasilan yang cukup menjanjikan, seperti yang ia rasakan.
“Tentu semua asal kita sungguh-sungguh dan mau belajar,” kata Cik Mia yang tidak hanya terlibat langsung sebagai pelatih, tetapi juga membantu menyiapkan alat tenun yang didatangkan dari Palembang, tempat asal Cik Mia. (Diksi/Nan)