Mengenal Kurikulum Membatik yang Sesuai Industri

Mengenal Kurikulum Membatik yang Sesuai Industri

Pekalongan, Ditjen Vokasi - Batik adalah warisan budaya bangsa Indonesia yang harus tetap dilestarikan. Salah satu upaya dalam melestarikannya adalah dengan edukasi terhadap masyarakat, baik secara formal maupun nonformal.


Edukasi  secara formal dapat dilakukan dengan cara memasukkan batik ke dalam materi budaya di sekolah. Sementara itu, edukasi nonformal dapat dikembangkan melalui satuan pendidikan vokasi LKP yang bekerja sama dengan industri.


Sebagai salah satu produsen batik asal Pekalongan, Rininta Batik memberikan arahan agar para pemula yang mau terjun ke industri batik dapat sukses dan memahami makna batik itu sendiri. Rininta Batik sudah menjadi penyusun kurikulum membatik di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak tahun 2020 sampai sekarang. Menurut Rininta, berikut adalah beberapa materi dalam kurikulum membatik yang dapat diajarkan kepada peserta didik pemula. 


  1. Mengenal Makna Batik

Rininta menganjurkan agar peserta didik dapat membedakan mana kain batik dan juga mana kain yang bermotif batik. 


Dalam pengertiannya, batik adalah kain yang cara pembuatannya menggunakan lilin malam dengan memakai alat berupa canting, cap, atau kombinasi keduanya. Berbeda dengan kain yang bermotif batik, yang mana cara pembuatannya tidak menggunakan malam dan canting serta polanya hanya berasal dari proses printing atau sablon. 


Orang yang ingin bekerja di industri batik pun harus mengetahui hal dasar seperti ini agar tidak ada salah persepsi. 


  1. Mengenal Ragam Motif Batik

Selain poin di atas, terdapat juga berbagai motif batik yang berkembang di Indonesia, yaitu batik keraton dan batik pesisir. Batik keraton merupakan batik yang memiliki pakem atau aturan tertentu. Misal dari pewarnaan, motif, dan lain sebagainya. Biasanya batik keraton pun terdapat di Yogyakarta dan Solo.


Batik pesisiran merupakan batik yang berkembang di luar daerah keraton, seperti Pekalongan, Cirebon, dan lain sebagainya. Batik pesisiran tidak memiliki pakem dan dibebaskan untuk berkreasi. 


Bukan hanya di daerah Jawa, tetapi terdapat juga batik nusantara yang berkembang di Indonesia. Misalnya adalah motif jagatan pisang dari Bali maupun batik kreasi yang lebih modern. 


  1. Memahami Proses Batik


Lembaga kursus dan pelatihan (LKP) sebaiknya mempersiapkan kurikulum yang berstandar industri sehingga nantinya tenaga kerja dapat langsung terserap industri. Hal ini lah yang mendasari bahwa peran industri sangat penting dalam penyusunan kurikulum. 


Dalam materi batik, peserta didik diharapkan dapat menerima materi umum terlebih dahulu, mulai dari teknik pencantingan (tulis dan cap), pewarnaan, pelorodan (proses melepaskan malam), sampai dengan pengemasan. Hal ini menjadi dasar dalam materi membatik di industri.


Menurut Rininta, mempersiapkan materi yang runut seperti itu akan membantu peserta didik dalam mengenal lebih dalam mengenai batik. Beda halnya dengan melakukan spesifikasi terlebih dahulu, misal, hanya fokus dalam mencanting saja. Hal itu akan berdampak pada keterampilan peserta didik yang kurang luas.


  1. Mengidentifikasi Desain Batik

Yang tidak kalah penting dalam pembelajaran membatik adalah peserta didik mampu mengidentifikasi desain batik. Peserta didik juga harus mengetahui apa yang akan ia desain dan bagaimana pewarnaannya. Pada proses ini peserta didik dapat mengkreasikan idenya karena motif batik pesisiran tak memiliki pakem atau batasan.


Itulah beberapa poin materi dalam kurikulum membatik untuk LKP. Rininta Batik menjadi bukti bahwa DUDI sudah menjadi co creator di pendidikan vokasi, yang bukan hanya mendampingi lembaga, tetapi juga turut ikut dalam menyusun kurikulum pembelajaran demi terciptanya tenaga kerja sesuai industri. Salah satu LKP yang telah bermitra dengannya adalah LKP Anur, Pekalongan. (Zia/Cecep Somantri)