Inovasi Poltekba Hadirkan Solusi untuk Pembudi Daya Udang di Kalimantan Timur
Balikpapan, Ditjen Vokasi - Perguruan tinggi vokasi didorong untuk berkolaborasi dalam mengembangkan riset-riset terapan yang dibutuhkan dunia usaha dan industri, utamanya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan masyarakat. Kolaborasi riset yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata dari industri maupun masyarakat ini diharapkan dapat menghadirkan solusi serta meningkatkan relevansi kompetensi mahasiswa vokasi.
Dari sisi pemerintah, dukungan terhadap kolaborasi riset diberikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui program riset terapan perguruan tinggi vokasi maupun Matching Fund Vokasi yang telah menghasilkan sejumlah riset-riset terapan untuk mengatasi persoalan industri dan masyarakat. Salah satunya adalah riset terapan tentang penerapan teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS) berbasis sistem kontrol dan internet of things (IoT) dalam pengolahan hasil laut dan pesisir, khususnya budidaya udang.
Riset yang dikembangkan oleh dosen Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba) tersebut telah diaplikasikan di sejumlah lokasi seperti di UPTD sentra pembenihan air payau dan air laut (SPAPAL) Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur. Riset yang sama juga telah membantu UMKM CV Borneo Seaweed Group serta masyarakat petambak udang di daerah Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
Hadi Hermansyah, ketua tim riset sekaligus dosen Poltekba, mengatakan bahwa potensi sumber daya laut dan perikanan khususnya udang di Kalimantan Timur sangat besar. Salah satunya adalah udang windu yang merupakan komoditas unggulan Kaltim dan primadona ekspor Indonesia.
“Tapi pengelolaannya belum optimal. Masih kekurangan benur,” ujar Hadi.
Masih menurut Hadi, berdasarkan hasil wawancara awal bersama mitra, baik SPAPAL Manggar maupun dengan Direktur CV Borneo Seaweed Group serta ketua penggerak UMKM serta kelompok masyarakat budidaya Udang Windu di Muara Badak, terdapat beberapa masalah pada proses budi daya dan kegagalan produksi udang.
“Permasalahan utama mereka adalah buruknya kualitas air selama masa pemeliharaan. Padat tebar yang tinggi dan pemberian pakan yang banyak dapat menurunkan kualitas air,” kata Hadi.
Oleh karena itu, lanjut Hadi, manajemen pengecekan dan monitoring kualitas air (suhu, salinitas, pH, DO, kekeruhan, dan ketinggian) selama proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Apalagi, selama ini proses pengecekan kualitas air masih dilakukan secara manual. Selain itu, kendala utama lainnya adalah kedisiplinan dari para pegawai serta ketidakpatuhan dalam melaksanakan SOP menjadi faktor utama terjadinya kesalahan dalam pemeliharaan kualitas air.
“Karena itulah kami mengembangkan sistem budi daya udang dengan menerapkan teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS) yang berbasis sistem kontrol dan IoT sehingga mampu mengatasi permasalahan kualitas air dan budidaya pembibitan benih udang windu dapat berjalan dengan baik," kata Hadi.
Pada dasarnya teknologi RAS adalah teknologi penerapan sistem budi daya intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus menerus (resirkulasi air). Pemanfaatan ini meliputi fisika filter, biologi filter, skimmer protein, ultra violet (UV), dan generator oksigen yang berfungsi untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan udang.
“Teknologi sistem kendali kualitas air pada hatchery udang ini nantinya mampu mendeteksi dan memonitoring parameter kualitas air dan menjalankan mesin pada sistem resirkulasi secara otomatis. Teknologi ini mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas benur udang," kata Hadi menambahkan.
Riset ini melibatkan mahasiswa melalui skema pembelajaran berbasis proyek atau project based learning. Dengan demikian, pengembangan teknologi ini juga menjadi pengalaman berharga bagi para mahasiswa karena dapat terlibat dalam merancang dan mengembangkan teknologi skala industri.
“Ini juga juga meningkatkan kompetensi para mahasiswa dalam menghasilkan inovasi baru dan menyelesaikan persoalan riil di masyarakat,” turut Hadi.
Dampak penerapan teknologi ini tidak dirasakan oleh industri, tetapi juga masyarakat sekitar. Sebagai contoh, CV Borneo Seaweed Group saat ini telah membina dan mendampingi sekitar 30 Kelompok pembudi daya ikan (Pokdakan), di mana setiap kelompoknya berjumlah sekitar 12—15 orang. Selain mengelola tambak dan pembenihan, CV Borneo Seaweed Group juga aktif mendampingi Pokdakan dengan pola budi daya silvofishery (gracilaria, bandeng, dan udang). (Nan/Cecep)