Hasilkan Tenun Gebeng, PKW Tekun Tenun 2022 Lestarikan Budaya Ogan ilir
Ogan Ilir, Ditjen Vokasi - Di lintas timur Sumatra, tepatnya di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, hadirlah wirausahawan muda yang melestarikan kain gebeng. Kain yang berasal dari Ogan Ilir tersebut pun diajarkan melalui pelatihan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun 2022.
PKW Tekun Tenun merupakan program kerja sama antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi bersama Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Program itu pun mengusung pengembangan produk-produk lokal nusantara, tak terkecuali tenun gebeng.
Salah satu peserta PKW tersebut adalah Madu Lukita. Perempuan muda berusia 23 tahun yang sangat antusias mengikuti pelatihan dan belajar dari nol. Walaupun belajar dari nol, ia pun bersungguh-sungguh sehingga ia dengan cepat bisa beradaptasi dan membuat tenun gebeng hasil tangannya sendiri.
“Waktu itu saya masih menganggur dan untungnya ada program PKW Tekun Tenun. Akhirnya saya semakin semangat menambah keterampilan dan menjadi perajin sampai sekarang,” ungkap Lukita mengingat-ingat awal mulai ia terjun menjadi perajin tenun.
Lukita bersama 21 peserta lainnya di Ogan Ilir pun dilatih dan dibimbing oleh Dekranasda setempat. Melalui program PKW lah, mereka pun diberikan modal usaha, berupa alat tenun gedokan, cacak, gulongan, peleting, torak, nguloran, dan lempao.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia pun membuka usaha mandiri. Ia menerima 2—3 pesanan tenun setiap bulannya. Dalam satu kain ia bisa mendapatkan Rp800 ribu s.d. Rp1,5 juta rupiah per kain. Ia pernah mendapatkan orderan dua kain yang senilai Rp3 juta untuk dua kain tenun gebeng.
Lukita menjelaskan, “Kalau ada pesanan dari Dekranasda saya membuatnya. Selain itu pun saya memasarkannya secara langsung melalui media sosial.”
Lukita menyampaikan bahwa ia masih terus banyak belajar. Maka dari itu, ia pun seringkali meminta arahan dari Dekranasda Ogan Ilir. Ia pun bercerita bahwa alasan lainnya ia ingin menjadi perajin tenun adalah karena melihat penenun gebeng rata-rata ialah orang yang sudah lanjut usia. Sebagai generasi muda, ia ingin mengambil bagian untuk melestarikan tenun gebeng agar tidak tergerus zaman.
“Menurut saya, program PKW ini mampu meningkatkan minat anak muda terhadap tenun gebeng, termasuk saya sendiri,” tutur Lukita
Lukita bercerita bahwa berdasarkan cerita rakyat di daerah setempat, tenun gebeng lahir dari tenun songket. Pada zaman dahulu, saat penenun ingin membuat songket, mereka kehabisan benang emas yang menjadi benang utama pembuat songket. Mulai dari situlah leluhur Ogan Ilir membuat motif sendiri dengan menggunakan benang sutra atau katun sehingga lahirlah tenun gebeng.
Selain belajar menenun, Lukita pun belajar mengenai pewarnaan alami. Pentingnya belajar ini ialah agar tidak bergantung dengan pewarna sintetis dan bisa berkreasi dengan pewarna berbahan alami, seperti dedaunan, kayu, atau bunga.
“Saya dan teman-teman yang lain belajar mewarnai sendiri dari pencelupan, penjemuran, dan pengeringan benang kita lakukan sendiri,” ungkap Lukita. (Zia/Cecep)