Giatkan Pemetaan, Alumni Polnep Ciptakan Maps VTOL
Pontianak, Ditjen Diksi – Kebutuhan pengukuran dan pemetaan bidang tanah di Indonesia diketahui masih sangat tinggi karena masih banyaknya bidang-bidang tanah yang belum terpetakan. Tercatat, pada 2018 pemerintah menargetkan 7 juta bidang dan tahun 2019 menargetkan 9 juta (Permen ATR/BPN No. 25 Tahun 2015). Untuk itu, dibutuhkan metode dan alat pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang efektif dan efisien untuk menunjang terlaksananya pemetaan bidang tanah tersebut.
Adapun untuk menghasilkan peta citra foto udara yang baik dibutuhkan pesawat tanpa awak yang mudah dioperasionalkan dan memiliki cakupan wilayah kerja yang besar. Hal itulah yang membuat Tony Eko Kurniawan, alumni teknik elektro Politeknik Negri Pontianak (Polnep), melakukan riset dan pengembangkan pesawat tanpa awak bernama Maps VTOL dengan mengusung konsep gabungan dari copter dan pesawat.
Menurut Tony, riset tersebut sudah berjalan sejak 2012 dan merupakan solusi yang paling tepat untuk pengambilan data citra foto udara. Maps VTOL dapat diterbangkan di tempat yang terbatas (tidak membutuhkan landasan), sehingga lebih mudah dioperasionalkan di berbagai kondisi lapangan. Pada saat lepas landas, Maps VTOL dapat terbang vertikal seperti helikopter dan transisi ke mode pesawat membuat durasi terbang lebih optimal.
Tony mengungkapkan, pesawat tanpa awak Maps VTOL dapat diterbangkan secara otomatis dari mulai lepas landas sampai mendarat, sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus seperti menerbangkan pesawat tanpa awak pada umumnya.
Sayangnya, kebutuhan pesawat tanpa awak sering kali terbentur dengan mahalnya harga buatan luar negeri, sehingga tenologi ini dianggap barang mewah. Untuk itulah, Maps VTOL hadir dengan harga yang lebih terjangkau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas dan membantu pemerintah untuk menyediakan data yang lebih akurat.
Maps VTOL dapat terbang selama 50 menit dengan cakupan wilayah 500 ha dan dapat dikontrol pada jarak 15 km, sehingga dapat menghasilkan citra foto udara daerah terpencil, daerah yang tidak ada akses, daerah konflik, dan daerah berbahaya. Selain itu, Maps VTOL dapat memetakan desa dengan luasan 3.000 ha dalam waktu satu hari. “Sehingga, diharapkan semua desa di indonesia bisa dipetakan dan didata sesuai dengan potensi desa masing-masing,” ujar Tony.
Maps VTOL sendiri diharapkan menjadi produk yang dapat membantu percepatan pembangunan desa-desa dengan menyediakan data yang aktual dan sebagai alat untuk memantau daerah perbatasan atau daerah konflik di indonesia. Pesawat ini sudah digunakan, di antaranya oleh BPN Prov Kalbal, KLHK, TOPDAM XII, serta konsultan di Kalimantan Timur.
“Ke depan akan diproduksi lebih banyak lagi. Bahkan, beberapa waktu lalu sempat ingin memproduksi pesawat ini melalui kerja sama dengan Malaysia. Namun, diurungkan karena covid,” tutur Tony.
Berawal dari hobi aeromodelling, Tony mengaku biaya produksi pesawat ini dibantu pendanaan dari program pengusaha pemula berbasis teknologi dari BRIN. Adapun lokasi produksi pesawat di Gedung Inkubator Bisnis Teknologi Polnep. (Diksi/Erwandi/AP)