Fisik Terbatas Karya Tanpa Batas: Kisah Fai Meraih Asa di Jurusan Seni Tari, AKN Seni dan Budaya Yogyakarta
Bantul, Ditjen Vokasi – Setiap manusia diciptakan lengkap dengan kelebihan dan keterbatasannya. Keterbatasan bukanlah suatu penghalang kita untuk mencapai apa yang telah kita cita-citakan.
Wahyu Rahmat Dullah atau yang kerap disapa Fai merupakan mahasiswa Jurusan Seni Tari, Akademi Komunitas Negeri (AKN) Seni dan Budaya Yogyakarta penyandang disabilitas tunarungu yang telah berhasil menyelesaikan studi diploma satu (D-1) pada tahun 2023. Meskipun memiliki keterbatasan dalam pendengaran, hal ini tidak pernah menyurutkan semangat Fai dalam belajar dan berkarya.
Berada di titik ini bukanlah perkara mudah untuk Fai. Banyak rintangan yang telah dilewati hingga akhirnya Fai bisa menunjukkan ke mata dunia bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk berkarya tanpa batas. Kecintaan Fai terhadap dunia tari dimulai sejak ia masih kecil.
“Sedari kecil saya sudah menyukai seni dan budaya khususnya seni tari. Akan tetapi, saya sempat minder karena kayanya tidak mungkin saya bisa menggeluti bidang tersebut. Apalagi, saya punya keterbatasan di pendengaran,” ucap Fai.
Berkat dorongan dari orang tuanya, rasa minder yang dulu tumbuh di dalam diri Fai kini berubah menjadi bara semangat. Dengan membulatkan tekad, akhirnya Fai memutuskan untuk mengenyam pendidikan Seni Tari di AKN Seni dan Budaya Yogyakarta.
Selama mengenyam pendidikan, Fai dibantu oleh teman-teman seperjuangannya untuk beradaptasi dengan materi baru. Dengan kemampuan wirama yang kuat, getaran-getaran musik iringan yang dimainkan pun seakan menjalar ke tubuh Fai sehingga ia bisa meliak-liukkan tubuhnya dengan luwes.
Yosep Adityanto Aji, dosen Jurusan Seni Tari, AKN Seni dan Budaya Yogyakarta menuturkan bahwa metode yang digunakan untuk menyampaikan materi kepada mahasiswa ‘istimewanya’ berbeda dengan metode yang biasa digunakan untuk mahasiswa lainnya.
“Ini merupakan pengalaman pertama saya mengajar mahasiswa difabel. Saya menggunakan metode dengan cara mengulang-ulang, mengimitasi gerakan, membuat pengucapan bibir lebih jelas, merekam, dan membuat catatan komunikasi dengan telepon pintar,” ucap Adityanto.
Adityanto menyampaikan bahwa Fai memiliki potensi yang besar. Meskipun memiliki keterbatasan, namun Fai memiliki semangat untuk maju dan berkembang. Kemampuan Fai dalam hal menari tidak bisa dianggap remeh. Berbagai pengalaman telah ia dapatkan, mulai dari menari di Museum Sonobudoyo, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, hingga Pekan Kesenian Bali 2023.
Pada saat acara wisuda AKN Seni dan Budaya Yogyakarta (07-09-2023), Fai berkesempatan untuk memperlihatkan kelihaiannya dengan menampilkan tari Greget Jogja. Pesan yang terdapat dalam tarian tersebut disampaikan oleh Fai melalui gerakan-gerakan tari yang sangat epik. Setelah berhasil menyelesaikan studinya, Fai bertekad untuk mengembangkan ilmu yang telah didapatkan untuk menciptakan berbagai karya seni pertunjukan yang indah.
“Sebuah karya tidak hanya lahir dari orang yang sempurna. Tidak ada halangan dan rintangan yang sulit jika kita menghadapinya dengan tekad dan semangat yang bulat. Semoga ketercapaian saya dalam bidang ini bisa memotivasi teman-teman lainnya,” ucap Fai.
Sementara itu, Direktur AKN Seni dan Budaya Yogyakarta, Supadma, menyampaikan bahwa AKN Seni dan Budaya Yogyakarta membuka kesempatan bagi masyarakat penyandang disabilitas untuk bisa mengenyam pendidikan di bidang kebudayaan. Pihak kampus pun selalu berupaya untuk berbenah diri agar bisa memberikan pelayanan pendidikan yang ramah untuk mahasiswa difabel.
“Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya. Kami sangat mengapresiasi kerja keras mahasiswa dan dosen. Semoga kerja keras kita semua bisa berdampak besar pada upaya pemajuan kebudayaan Indonesia,” ucap Supadma. (AKN Seni dan Budaya Yogyakarta/Aya/Cecep)