Berkat Matching Fund,  Politeknik Perikanan Negeri Tual Berhasil Produksi Ikan Asar Bermerek Unik

Berkat Matching Fund, Politeknik Perikanan Negeri Tual Berhasil Produksi Ikan Asar Bermerek Unik

Tual, Ditjen Vokasi - Program Dana Padanan atau Matching Fund telah mendorong lahirnya berbagai inovasi dari politeknik di Indonesia. Salah satunya adalah Lemari Pengasapan Ikan (LPI) hasil inovasi Politeknik Perikanan Negeri Tual (Polikant) untuk membuat produk ikan asar di Tual, Maluku.  


Lemari pengasapan ini merupakan versi ketiga yang dibuat oleh Polikant dan diberi nama LPI-03. Alat ini sangat membantu pengembangan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bidang ikan asar oleh masyarakat. 


Pengembangan LPI-03 tidak lepas dari potensi sumber daya kelautan berupa ikan di Kepulauan Kei, Maluku. Selama ini, salah satu kuliner olahan ikan yang terkenal dari daerah ini adalah ikan asar. Ikan asar atau ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan cara diasapi. Ikan yang diasap biasanya merupakan ikan dengan tekstur daging yang cukup padat dan tidak mudah rapuh, seperti ikan bandeng, tongkol, dan tenggiri.


Ketua Tim Matching Fund ‘Pengembangan Ikan Asap’ Polikant, Ismael Marasabessy, menjelaskan bahwa alat ini digagas oleh Polikant dan didukung oleh Politeknik Negeri Ambon. Polikant berperan mendesain badan lemari pengasapan, sementara Politeknik Negeri Ambon merancang rak dan panel kontrolnya. 


“Untuk mitra yang terlibat dalam program ini adalah Dinas Perikanan Kota Tual,” kata Ismael.


Menurut Ismael, ikan asar adalah salah satu produk unggulan di Kota Tual. Banyak masyarakat yang membuat usaha ikan asap. 


“Dari program Matching Fund ini kami berharap ini dapat berdampak pada pendapatan UMKM Kota Tual,” kata Ismail


LPI-03 dapat menampung sekitar 18 ekor ikan ukuran sedang dan memutar ikan tersebut di dalam sebuah lemari yang bagian bawahnya diberi arang atau sabut kelapa yang sudah dibakar dan menghasilkan asap. Ikan-ikan tersebut sebelumnya sudah dijepit di kayu-kayu yang mudah dilepas. Kayu-kayu tersebut kemudian dipasang dalam lemari yang memiliki alat pemutar seperti roda.


Nama Unik


Ikan-ikan yang sudah diasapi kemudian dibungkus dalam kemasan vakum lalu dimasukkan kedalam kotak-kotak dengan tulisan merek-merek yang unik. Ada ikan yang bermerek Ikan Asar Goyang Iman, Ikan Asar Jeritan, Ikan Asar Bispar, dan Ikan Asar Marbot. Beberapa merek tersebut ternyata menunjukkan nama UMKM yang akan menjual produk ikan asar ini.


Ikan Asar Jeritan artinya Jelas dari Fiditan’. Sementara itu, kata ‘marbot’ pada merek Ikan Asar Marbot memiliki arti ‘Makan Ikan dari Fidabot’. Fiditan dan Fidabot adalah nama daerah di Kota Tual. Kata ‘Bispar’ pada merek Ikan Asar Bispar merupakan kependekan dari ‘Bisikan Lapar’.


“Penamaan yang unik ini merupakan bagian dari strategi pemasaran supaya konsumen penasaran. Selain itu kami juga mengemas ikan asar ini dengan kemasan estetik untuk menarik perhatian calon pembeli,” kata Ismael yang juga merupakan Wakil Direktur 4 Polikant.


Ada tiga program studi Polikant yang terlibat dalam program Matching Fund ini, yakni Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Manajemen Rekayasa Pengolahan Hasil Perikanan, dan Program Studi Agribisnis Perikanan.


Bagi Santi Rettob, mahasiswa semester 7 Program Studi Teknologi Hasil Perikanan yang terlibat dalam program Matching Fund ini, LPI-03 telah memudahkan menjalankan praktik di lingkungan kampus. Hal ini dikarenakan sudah ada satu lemari pengasapan yang diletakkan di teaching factory Polikant. Selain itu, ada pula 6 lemari pengasapan lainnya yang diberikan kepada UMKM-UMKM penghasil oleh-oleh ikan asar di Kota Tual dan sekitarnya.



“Sejauh yang kami lihat, UMKM masih menggunakan alat pengasapan yang bisa dibilang tidak memenuhi standar sanitasi dan higienis. Maka dari itu, kami tim Matching Fund menciptakan alat pengasapan modern yang menggunakan listrik untuk menjaga sanitasi agar kondisi ikan tetap higienis,” kata Santi.


Direktur Polikant, Jusron Ali Rahajaan, berpendapat bahwa Matching Fund sebagai bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) telah menjadi solusi nyata bagi pengembangan usaha masyarakat Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara.


“Dulu bantuan yang datang ke masyarakat Tual kebanyakan hilang di bawah laut. Masyarakat menerima bantuan kapal tapi malah mereka pakai ngojek di laut, menerima alat tangkap ikan, tapi malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Tidak ada pengawasannya. Dengan Matching Fund, kami mau ubah mindset itu. Masyarakat akan menerima pendampingan dari dosen dan mahasiswa. Selain itu dosen dan mahasiswa juga bisa mengimplementasikan ilmu mereka,” kata Jusron. (Yes/Nan/Cecep)