Atasi Penyakit Kuku dan Mulut pada Sapi, Mahasiswa Polije Berinovasi Ciptakan Fomus

Atasi Penyakit Kuku dan Mulut pada Sapi, Mahasiswa Polije Berinovasi Ciptakan Fomus

Jember, Ditjen Vokasi - Dilatarbelakangi maraknya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi, mahasiswa Politeknik Negeri Jember (Polije) berinovasi membuat membuat alat pendeteksi dini PMK, Foot Mouth Scanner (Fomus). Inovasi ini sekaligus menunjukkan komitmen dan kontribusi Polije dalam mencegah PMK agar tidak terjadi lagi pada peternak Indonesia.


Pengembangan inovasi Fomus merupakan bagian dari praktik baik Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2024 dengan skema Karsa Cipta (PKM-KC). Alat yang menggunakan basis sistem mikrokontroller tersebut dapat melakukan sistem scan pada mulut dan kuku sapi. 


Tim PKM-KC Fomus ini sendiri terdiri atas Irfan Syah, Nurul Qomaria, Dimas Ilham Firmansyah, dan Nurul Baldah Sakinah. Pengembangan Fomus juga dilakukan dengan pendampingan Rizki Amalia Nurfitriani, sebagai dosen pendamping.


Alat ini bekerja dengan melakukan sistem scan pada mulut dan kuku yang disinkronkan dengan Android sehingga dapat terlihat mulut dan kuku yang sehat atau tidak.


“Alat yang kami buat dapat digunakan oleh seluruh peternak sapi atau domba kambing skala kecil maupun industri,” jelas Irfan Syah.


Sebagai informasi, alat foot mouth scanner ini belum ada produk landasan. Dengan kata lain, ini merupakan inovasi baru dengan target fungsional mampu mendeteksi gambar kuku dan kondisi suhu kuku untuk pencegahan penyakit PMK.


“Memang alat ini belum ada dimana-mana, sehingga dapat kami katakan ini inovasi baru dari kami dengan harapan dapat membantu peternak dalam pencegahan penyakit PMK,” lanjutnya.


Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan bahwa sejak 17 Mei 2022 kasus PMK telah merebak di 15 provinsi dengan 52 kabupaten/kota. Maraknya kasus PMK ini menyebabkan  3,91 juta ekor ternak terdampak wabah PMK dari total 13,8 juta ekor.




“Oleh karena itu, menurut kami wabah PMK menjadi perhatian khususnya dalam menjaga stabilitas produk daging dalam negeri,” tambah Irfan.


PMK, lanjut Irfan erat kaitannya dengan kebersihan pada kandang ternak dan disebabkan oleh tumbuhnya bakteri yang masuk melalui luka pada kuku sapi. Selain itu, penyebaran PMK pada hewan ternak juga dapat menimbulkan kerugian yang cukup signifikan, tidak hanya dari segi kesehatan melainkan juga dari segi ekonomi.


“Perlu adanya upaya untuk mencegah PMK, salah satu upaya awal yang dapat dilakukan yaitu melalui pendekatan deteksi kuku sapi dengan pembuatan alat yang disebut dengan Fomus,” lanjutnya.


Harapannya melalui rintisan alat ini, peternak baik skala kecil hingga besar mampu melakukan pencegahan PMK tanpa ada kematian ternak yang merugikan para peternak Indonesia. Selain itu, Fomus juga dapat membantu penanganan terhadap PMK di Indonesia sehingga tidak terjadi kerugian yang signifikan besar, khususnya pada peternak. (Polije/Nan/Cecep)