Sambangi Polimedia Kreatif, Dirjen Pendidikan Vokasi Ingin Pastikan ‘Link and Match’ Berjalan Baik

Sambangi Polimedia Kreatif, Dirjen Pendidikan Vokasi Ingin Pastikan ‘Link and Match’ Berjalan Baik

Jakarta, Ditjen Diksi - Perkembangan industri 4.0 merupakan salah satu tantangan utama yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan ke depan. Alhasil, tingkat penyerapan lulusan perguruan tinggi juga harus disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja industri lokal maupun internasional. Karenanya, penerapan program “link and match” yang sesuai akan sangat menguntungkan lembaga pendidikan maupun industri jika dilakukan secara komprehensif .

Saat melakukan kunjungannya ke Polimedia Kreatif di kawasan Srengseng, Jakarta, pada Kamis (16/07), Wikan Sakarinto selaku Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi menjabarkan aspek penting yang harus dimiliki lembaga pendidikan vokasi dalam 9 poin yang terangkum dalam program “link and match”.

“Dalam ‘link and match’, hal pertama yang harus disetujui oleh industri adalah kurikulum. Jadi, yang pertama akan saya cek adalah kurikulum tentunya,” jelas Wikan.

Pasalnya, kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri tentunya akan menyelaraskan hubungan pendidikan dengan dunia industri. “Industri secara resmi diharuskan memberikan persetujuan terhadap kurikulum dan metode pembelajaran di dalam Polimedia,” tegasnya.

Dalam audiensinya dengan staf dan dosen Polimedia Kreatif tersebut, Wikan juga berharap program “link and match” yang akan gencar dilaksanakan di setiap perguruan tinggi ini dapat menghasilkan SDM yang tidak hanya unggul secara hard skill, namun juga mampu bertahan dengan soft skill dan learning skill yang mumpuni.  Menurut Wikan, kedua aspek inilah yang akan memenangkan hati industri di masa kini maupun masa depan. “Kalau ada passion, ada learning skill itu sudah pasti bisa,” tuturnya.

Polimedia sendiri diketahui merupakan salah satu perguruan tinggi yang secara adaptif memberikan kurikulum sesuai dengan kebutuhan industri. Tercatat, hampir 81 persen dari lulusannya mampu diserap langsung oleh industri, 11 persen melanjutkan pendidikan, dan 4 persennya mendirikan UMKM.

Meski demikian, menurut Direktur Polimedia Kreatif Purnomo Ananto, politeknik maupun pendidikan vokasi masih harus terus memperbaiki dan memperbaharui standardisasi, seperti penyerapan lulusan yang tidak hanya harus berfokus pada industri berskala besar dan internasional, tetapi juga harus merambah pada industri kecil seperti UMKM. “Saya khawatir teman-teman hanya tahu ke industri besar, sedangkan UMKM juga perlu disentuh,” ujarnya.

Selain rendahnya penyerapan tenaga kerja oleh industri UMKM, permasalahan yang kerap ditemukan oleh industri dalam menerima tenaga kerja adalah ketika lulusan tidak bisa meramu secara baik materi yang sudah dipelajari di bangku pendidikan. Sehingga, hal ini akan memakan waktu lebih banyak untuk memberikan pelatihan lanjutan kepada calon tenaga kerja. Begitupun dengan mindset masyarakat yang perlu kembali diperbaiki, terutama mengenai pendidikan politeknik dan profesi yang akan didapatkan setelah lulus nanti.

Karenanya, Dirjen Wikan pun turut meyakinkan bahwa dengan menerapkan “link and match” secara tepat dan lengkap, dapat secara langsung meningkatkan utilitas politeknik dalam mencetak SDM yang unggul.  Kesembilan poin yang berada dalam tahapan ”link and match” inilah yang tentunya sudah dirancang untuk menghadapi tantangan “pernikahan” pendidikan dengan dunia industri ke depan. (Diksi/TM/AP)