Politeknik Indonesia Menuju Kelas Dunia

Jakarta, Ditjen Diksi - Tak hanya meningkatkan perannya di ranah industri Tanah Air, politeknik terus dituntut mengembangkan diri hingga mengglobal. Karenanya, “Pendidikan vokasi dan industri harus memiliki ‘link and match’ yang terintegrasi untuk membuat sebuah politeknik bisa menjadi kelas dunia,” tutur Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto pada acara webinar “Politeknik Kelas Dunia, Maju Membangun Indonesia” yang diselenggarakan Politeknik Maritim Negeri Indonesia (Polimarin) pada Kamis (16/07) yang disiarkan melalui kanal Youtube Polimarin.

Acara tersebut menghadirkan beberapa panelis, di antaranya Zainal Arief dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Sri Tutie Rahayu dari Polimarin, Ahmad Taqwa dari Politeknik Negeri Sriwijaya, Supriatna Adhisuwignjo dari Politeknik Negeri Malang, serta Dwi Kartikasari dari Politeknik Negeri Batam.

Terkait dengan kelas dunia, Wikan pun menjelaskan mengenai indikator kampus kelas dunia. Pertama, serapan lulusan bekerja atau wirausaha dalam kurun waktu maksimal 1 tahun setelah lulus, minimal sebanyak 80 persen. Lalu kedua, mendapat mahasiswa baru dengan passion dan vision dihitung dari jumlah pendaftar, yakni minimal satu kursi diperebutkan 50 orang pada gelombang pertama.

Ketiga, 80 persen prodi melakukan “link & match” dengan minimal 5 paket (kurikulum, dosen tamu, magang, komitmen industri menyerap lulusan, dan bridging program). Kemudian keempat, prodi-prodi yang melakukan “link & match” sebanyak 80 persen juga melakukan sertifikasi kompetensi.

Adapun kelima, populasi dosen sebanyak 60 persennya melakukan joint research dengan IDUKA yang menghasilkan produk dan kolaborasi dengan lintas bidang ditargetkan.  Keenam, populasi dosen tersertifikasi kompetensi yang diakui IDUKA minimal 60 persen.

Lalu ketujuh, populasi mahasiswa berprestasi tingkat nasional atau interasional sebanyak 50 persen. Kedelapan, populasi prodi yang menerima donasi peralatan dan beasiswa dari IDUKA sebanyak 60 persen, serta kesembilan, minimal 50 persen mahasiswa mendapat industri atau ikatan dinas dari IDUKA.
Kesepuluh, populasi mahasiswa dikirim ke luar negeri dan mahasiswa asing sebanyak 50 persen, dan terakhir, populasi dosen tamu yang berasal dari expert/praktisi/profesional ditambah dosen asing juga sebanyak 50 persen.

Sementara itu Zainal Arief mengungkapkan, 43 politeknik negeri se-Indonesia serta politeknik-politeknik swasta telah banyak berkontribusi dalam membangun Indonesia sesuai keunggulan dan potensinya dengan menghasilkan produk inovasi. “Produk inovasi ini bukan hanya dalam bentuk barang, melainkan juga lulusan yang berkualitas atau SDM yang unggul. Itu termasuk juga produk yang ikut berkontribusi bisa sampai ke rekognisi nasional, bahkan internasional,” terangnya.

Adapun Sri Tutie Rahayu menambahkan, faktor komunikasi juga menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalin hubungan dengan mitra. Tutie pun mengisahkan ketika Polimarin mendapat kesempatan melakukan joint degree dengan Jerman berkat komunikasi yang efektif.

Acara webinar sendiri terlihat atraktif dengan para panelis yang antusias dalam menunjukkan prestasi dari masing-masing politeknik, baik skala nasional maupun internasional. Dengan terselenggaranya webinar tersebut, diharapkan politeknik-politeknik di Indonesia dapat ikut berperan di kancah dunia sehingga turut menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat internasional. Seperti perkataan Nelson Mandela, sang revolusioner antiapartheid dan politisi Afrika Selatan, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.” (Diksi/RA/AP)