Riset Terapan Vokasi Dorong Pembangunan Ekonomi Desa

Jakarta, Ditjen Diksi – Perekonomian desa yang saat ini sebagian besar tertumpu oleh badan usaha milik desa (BUMDes) menjadi sebuah tantangan, sekaligus peluang dalam meningkatkan perekonomian desa. Karenanya, Kemdikbud-Ristek melalui Direktorat Mitras DUDI berupaya untuk menghadirkan program riset terapan sebagai salah satu solusi untuk turut membangun perekonomian di desa. 

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Periode 2016-2019 Eko Putro Sandjojo menyambut baik hal tersebut. Menurutnya, langkah pendidikan vokasi untuk dapat membantu pembangunan ekonomi desa melalui riset terapan merupakan sebuah sinergi dan terobosan baru yang menjadi langkah baik.

“Saya kira ini menarik. Desa kita itu unik, ada desa miskin, desa kaya, desa pertanian, desa perikanan, dan sebagainya. Untuk itu, pendidikan vokasi harus ditentukan dengan potensi daerahnya masing-masing agar lulusan dapat bekerja di daerahnya masing-masing,” ujar Eko dalam diskusi panel yang diselenggarakan oleh Direktorat Mitras DUDI pada Jumat (16/7).

Menurut Eko, dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing desa, keberagaman sektor yang dimiliki oleh tiap-tiap desa perlu menjadi perhatian bagi pendidikan vokasi. Ini dilakukan agar dapat menyesuaikan riset terapannya berdasarkan karakteristik dari tiap-tiap desa, baik dari segi potensi alam yang dimiliki hingga jenjang pendidikan dari masyarakat desa setempat.

Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi bahwa potensi yang dimiliki untuk membangun desa cukup besar dengan total sekitar lebih dari 70 ribu desa yang mempunyai karakteristik serta keunikan yang berbeda. Adapun potensi Indonesia yang cukup besar tersebut, seperti pertanian, perikanan, dan peternakan.

Dengan begitu, menurut Budi, paradigma pembangunan desa tidak lagi hanya berfokus pada pemerintah membangun desa. Akan tetapi, bagaimana desa yang bisa membangun pemerintah melalui kolaborasi BUMDes, serta riset terapan yang diselenggarakan oleh pendidikan vokasi. Karenanya, kolaborasi dari berbagai pihak diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam membangun ekonomi desa.

“Hampir semua desa yang maju ini terdapat partisipasi warga desa yang diikutsertakan. Karena itu, keterampilan pendidikan vokasi ini penting karena isu pertama BUMDes ini mengenai kelangkaan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Jadi, perlu adanya akselerasi dari segi pendampingan, bagaimana supervisi, serta sentuhan dua sektor pendidikan dan kesehatan yang merata,” ungkap Budi.  

Adapun Otto Purnawarman selaku Tim Program Riset Keilmuan Terapan menjelaskan, skema program riset terapan yang mulanya berpikir lebih ke dunia industri maupun usaha mikro kecil menengah (UMKM), kini diperluas cakupannya untuk masyarakat sipil sehingga bisa digunakan untuk menguatkan BUMDes.

“Program riset terapan ini harus mampu berkontribusi sebagai problem solver industri atau UMKM, serta untuk masyarakat. Jadi, istilahnya demand driven. Nantinya, solusi yang diselesaikan ini harus bisa meningkatkan produktivitas dan efektivitas, serta pemecahan masalah sosial,” jelas Otto.

Dalam hal ini, UMKM memiliki keterkaitan yang luar biasa, sehingga industri maupun UMKM dapat menjadi tumpuan bagi lapangan kerja yang sangat luar biasa bagi masyarakat, sekaligus menciptakan SDM yang andal sebagaimana peran pendidikan vokasi untuk menyiapkan SDM yang siap kerja.

“Maka dari itu, untuk permasalahan yang ada, riset terapan pendidikan vokasi yang siap akan menjawab kebutuhan SDM masa depan. Ini sekaligus menciptakan lapangan kerja yang benar-benar nyata,” imbuh Otto.

Pendidikan vokasi memang harus mampu membantu mentransformasikan desa. Namun demikian, tentu semua dapat terjadi secara bertahap, mulai dari pendampingan dan pengembangan terhadap SDM hingga pemenuhan manufaktur dalam mengelola potensi dari masing-masing desa tersebut.

Sebagai Dekan Sekolah Vokasi Institur Pertanian Bogor (IPB), Arief Daryanto mengungkapkan yang dilakukan oleh IPB melalui pendidikan vokasi adalah menawarkan beberapa model dengan sistem project based learning (PBL) yang telah diterapkan di lapangan. Hal itu tidak membuat pelaku usaha tidak hanya bertumpu pada pemasaran produk, tapi juga terkait dengan perusahaan besar.

“Nah, ini kan nilai tambah dan bisa dihilir. Karena itu, sekolah vokasi ke depan harus dekat sekali dengan industri melalui skema 8+i. Yakni, bagaimana kurikulum itu dibangun berdasarkan kebutuhan industri, kemudian pendidikan harus berbasis PBL dengan produk real, mewajibkan mahasiswa untuk magang dan praktik di industri, dan bagaimana sertifikasi kompetensi,” kata Arief.

Menurut Arief, riset terapan ini bicara mengenai bagaimana menghadirkan industri di lapangan, kemudian yang dihadapi mahasiswa adalah problem solving oriented. Karenanya, industri juga harus komitmen untuk membantu memberikan fasilitas kepada mahasiswa vokasi, sehingga lulusan yang dihasilkan adalah yang dibutuhkan oleh industri, yang bisa menjadi problem solver dalam tahapan membangun perekonomian desa.

Berkaitan dengan pembangunan ekonomi desa yang tidak terlepas dari BUMDes, Rika Fatimah selaku Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada mengatakan, “link and match” yang dilakukan oleh riset terapan vokasi dengan BUMDes ini perlu memerhatikan keunikan maupun ciri khas dari potensi masing-masing desa.

“BUMDes ini punya karakteristik yang luar biasa bahwa kita punya desa yang banyak, natural based yang melimpah, kita harus berani. Ketika kita head to head dengan natural based, itu tidak mudah. Oleh karena itu, kita memerlukan aspek kebaruan,” ujar Rika.

Adapun aspek kebaruan dimaksud adalah kreativitas yang dikembangkan dari ide menjadi sebuah tindakan nyata, kemudian dibumbui dengan inovasi-inovasi yang ada. Dengan begitu, pendidikan vokasi dapat menyasar desa untuk turut serta dalam membangun perekonomian desa. (Diksi/Tan/AP/Teguh Susanto)